GAGASANRIAU.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar konferensi pers kasus dugaan korupsi pemotongan anggran, gratifikasi jasa travel umrah dan suap pemeriksa keuangan.
Dalam konferensi pers tersebut, Bupati Kepulauan Meranti periode 2021-2024, Muhammad Adil ditetapkan tersangka setelah terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh lembaga anti rasuah itu.
"Hari ini, kami akan menyampaikan informasi terkait kegiatan tangkap tangan dugaan tindak pidana korupsi," kata Wakil Ketua KPK, Alex Marwata, Jumat (7/4/2023) malam dalam konferensi persnya.
Dugaan korupsi itu berupa pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022 sampai dengan 2023.
"M Adil menerima potongan uang persediaan dan ganti uang persediaan serta penerimaan lainnya tahun 2022 sampai 2023 yang cukup besar," paparnya.
Selanjutnya dugaan korupsi penerimaan fee jasa travel umroh. M Adil diduga menerima potongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GUP) sejak 2021 lalu. Besaran UP ditentukan MA dengan kisaran 5 persen sampai dengan 10 persen untuk setiap SKDP.
Bukan hanya itu, M Adil juga terlibat melakukan korupsi pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 dilingkungan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.
Dari hasil penyelidikan sementara, dugaan korupsi yang dilakukan didominasi suap dan fee proyek dari kepala SKPD Kabupaten Meranti. Dalam kasus tersebut KPK mengamankan barang bukti senilai miliaran rupiah.
"Barang bukti yang disita kurang lebih mencapai miliaran rupiah," ujarnya.
Selain Bupati Meranti, KPK juga menetapkan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemkab Kepulauan Meranti, FN dan Auditor BPK Perwakilan Provinsi Riau, MFA, sebagai tersangka.
"FN kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti sekaligus kepala cabang PT TN, kemudian MFA auditor BPK Perwakilan Provinsi Riau," kata Alexander Marwata.
MA sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
FN sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Sedangkan MFA sebagai penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Dari kasus kegiatan Tangkap Tangan pada Kamis (6/4) lalu, sekitar jam 21.00 Wib, Tim KPK mengamankan 28 orang di empat lokasi berbeda yaitu di wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau dan Jakarta.
Nama nama ke 28 orang itu, yakni M Adil selaku Bupati Meranti, BS Sekda Kabupaten Kepulauan Meranti, FN Kepala BPKAD, SR Kadisdik, ES Plt Kepala BPBD, TA Kadis Koperasi UKM dan Tenaga Kerja, PG Plt Kasatpol PP, SF Kabag Kesra, SA Plt Kadis Perikanan, MW Kadis Perindag, FT Plt Kadis PU, AS Plt Kadiskominfo, ML Plt Kepala BPSDM.
Selanjutnya IW Kadis Ketahanan Pangan da Pertanian, SK Plt Kadis Sosial, MK Plt Sekwan, DL Bendahara BPKAD, IT Kabid Aset BPKAD, DA Staf BPKAD, SJ Staf Administrasi, ADP Ajudan Bupati, RP Ajudan Bupati, MN Aspri Bupati, FM Ajudan Bupati, TM Kabag Umum, MY Mantan Kadis PU, MFA Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Riau, dan RZ Swasta / pemilik PT TM.
Kronologis Tangkap Tangan yang berawal dari tindak lanjut laporan masyarakat terkait adanya informasi dugaan penyerahan uang kepada Penyelenggara Negara pada Kamis (6/4) lalu. Tim KPK langsung bergerak ke wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.
"Tim KPK mendapatkan informasi adanya perintah MA untuk mengambil uang setoran dari pada Kepala SKPD melalui RP selaku ajudan Bupati," papar Alex.
Selanjutnya sekitar pukul 21.00 Wib, Tim kemudian mengamankan beberapa pihak yaitu FN dan TM ke Polres Meranti. Dari hasil permintaan keterangan FN dan TM, diperoleh informasi adanya penyerahan
uang untuk keperluan MA yang telah berlangsung lama hingga mencapai puluhan miliar.
"Tim yang berkoordinasi dengan Polres Merangin langsung melakukan pengamanan di rumah dinas Bupati dan posisi MA saat itu ada di dalam rumah dinas," lanjutnya.
Selain itu turut diamankan dan dilakukan permintaan keterangan pada beberapa Kepala SKPD dan seluruhnya menerangkan telah menyerahkan uang pada MA melalui FN.
Sedangkan di wilayah Pekanbaru, Tim mengamankan MFA dan ditemukan uang tunai Rp1 Miliar yang adalah total uang yang diberikan MA untuk pengondisian pemeriksaan keuangan Pemkad Kepulauan Meranti.
"Adapun uang yang ditemukan dan diamankan dalam kegiatan tangkap tangan sebagai bukti permulaan sejumlah sekitar Rp1,7 Miliar," ujarnya.
Untuk kebutuhan penyidikan, para tersangka dilakukan penahanan oleh Tim Penyidik masing-masing selama 20 hari pertama terhitung mulai 7 April 2023 sampai dengan 26 April 2023. MA dan FN ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih, MFA ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
Diakhir konfirmasi pers, Alex Marwata mewakili KPK menyampaikan terima kasih pada pihak Polres Kepulauan Meranti yang memberikan dukungan selama kegiatan tangkap tangan berlangsung dan hal ini sebagai bentuk sinergi sesama aparat penegak hukum.
"Dukungan masyarakat juga menjadi prioritas bagi KPK untuk bersama-sama melakukan
pemberantasan korupsi," ucapnya.
Pemotongan anggaran oleh kepala daerah menjadi salah satu modus korupsi yang rentan
terjadi di daerah. Modus ini menjadi perhatian KPK karena rantai korupsinya saling terkait sejak perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban keuangannya. Sehingga
mengakibatkan kerugian yang besar bagi keuangan negara.
"Kegiatan tangkap tangan terhadap kepala daerah aktif ini menjadi komitmen nyata kinerja
pemberantasan korupsi oleh KPK. Agar menjadi pembelajaran bagi para pejabat publik
lainnya untuk tidak melakukan korupsi." Tutupnya.
Tulis Komentar