Fitra Nilai Pemda di Riau Tak Selektif Gunakan Anggaran Rakyat, Makanya Miskin Berkepanjangan

Fitra Nilai Pemda di Riau Tak Selektif Gunakan Anggaran Rakyat, Makanya Miskin Berkepanjangan
Ilustrasi

GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Pemerintahan Daerah (Pemda) di Provinsi Riau dinilai gagal dalam mengelola keuangan daerah yang sejatinya untuk mensejahterakan rakyat. Defisit anggaran di Pemerintahan Provinsi Riau maupun di kabupaten/kota lantaran tidak cermat dan selektif dalam penggunaan uang milik masyarakat Riau.

Hal itu disampaikan oleh Tardmizi, Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Provinsi Riau dalam keterangan tertulis yang berjudul “Daerah Defisit Anggaran, Salah Siapa?”.

Diungkapkan Tardmizi, bahwa APBD Provinsi Riau dan Kabupaten/Kota di Riau mengalami defisit anggaran cukup berat pada tahun 2024, sehingga terpaksa harus menunda pembayaran pada sejumlah kegiatan yang telah dilaksanakan.

Klaim pemerintah daerah masalah defisit ini disebabkan terjadinya tunda bayar, Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat ke  
daerah.

Sesungguhnya urai Tardmizi, besaran Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Sumber Daya Alam ditetapkan sesuai ketentuan perundangan- undangan baik sumbernya maupun formula perhitungannya, otomatis telah menjadi kewajiban pemerintah pusat untuk menyalurkan kepada pemerintah daerah.

Kemudian lanjut Tardmizi, dengan terjadinya tunda bayar maka pemerintah pusat harus mengklarifikasi informasi tersebut, apakah disebabkan tidak tercapainya pendapatan negara terutama Pajak dan PNBP atau dialihkan untuk program yang lainnya.

Tardmizi membeberkan bahwa berdasarkan data dari berbagai sumber media massa. Tahun 2024 terjadi defisit anggaran akibat tunda bayar Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat, masing- masing Provinsi Riau sebesar Rp315 miliar.

Kemudian Kabupaten Siak Rp229 miliar, Kota Pekanbaru Rp300 miliar, Rokan Hulu Rp125 miliar, Pelalawan Rp72 miliar, dan Meranti Rp51,5 miliar, dan daerah lainnya juga mengalami hal yang sama namun tidak ditemukan data yang tersedia secara pasti.

"Kondisi tunda bayar juga akan berdampak pada APBD tahun 2025 yang dikhawatirkan terjadinya defiisit anggaran karena terbebani kegiatan tahun sebelumnya yang belum terbayarkan " ungkap Tardmizi kepada Gagasan. Kamis (30/1/2025) di Pekanbaru.

Disamping itu lanjut Tarmidzi,, tahun 2025 juga merupakan tahun anggaran pertama bagi kepada daerah terpilih sehingga harus  
disesuaikan dengan program kerja pemerintahan yang baru.

Ketergantungan Dana Transfer Pusat

Menurut Tardmizi, tingkat kemandirian keuangan daerah di Riau masih rendah, pendapatan daerah terbesar bersumber dari dana  
transfer (DBH, DAU, DAK, Insentif).

Khusus bagi provinsi Riau tingkat ketergantungannya cukup rendah hanya 40% dari total pendapatan daerah. Sedangkan pemerintah Kabupaten/Kota ketergantungan dari dana transfer dukup tinggi secara keseluruhan daerah rerata mencapai 84% dari total pendapatan daerah.

Sedangkan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih sangat kecil dibawah angka 20% dari total pendapatan.

"Artinya daerah masih sangat tergantung pada pemerintah pusat melalui dana transfer tersebut, seharunya daerah dapat  
meningkatkan PAD nya agar kemandirian fiskal semakin kuat untuk membiayai program prioritas daerahnya " ungkapnya.

Tardmizi juga mengungkapkan bahwa transfer Keuangan Daerah (TKD) tahun 2025 yang ditetapkan oleh kementerian keuangan, baik Provinsi Riau maupun kabupaten/kota sesungguhnya mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.

Dan hal itu kata dia, seharusnya tidak ada kendala bagi pemerintah pusat untuk menyalurkan kepada pemerintah daerah, karena potensi pendapatan negara selalu diproyeksikan meningkat setiap tahun.

"Misalnya Provinsi naik sebesar 8% dari tahu 2024 sebesar Rp3,8 triliun naik ditahun 2025 menjadi Rp4,1 triliun. Begitu juga bagi  
Kabupaten/kota secara keseluruhan rerata meningkat sebesar 7% dari tahun sebelumnya. Kabupaten Bengkalis cukup tinggi mengalami peningkatan mencapai 19% dari tahun sebelumnya, sedangkan daerah lainnya terdapat peningkatan antara 1% sampai 10% dari tahun sebelumnya " bebernya.

Defisit APBD 2025?

Begitu juga pada Penetapan APBD tahun 2025, sampai saat ini publik belum dapat mengakses informasi terkait dokumen anggaran padahal kebijakan tersebut sudah ditetapkan pada desember 2024 yang lalu, seharunya informasi terkait kebijakan anggaran secara berkala dapat dipublikasi karena ditetapkan pada waktu tertentu.

Penilaian Fitra Riau sebelumnya terhadap indeks keterbukaan informasi anggaran masih minim publikasi dan cenderung tidak  
lengkap.

"Ini juga menunjukan komitmen pemerintah daerah terhadap kepatuhan terhadap UU keterbukaan informasi masih rendah "  ujarnya.

Dikatakan tarmidzi jika mengacu pada kebijakan anggaran tahun sebelumnya, tahun 2025 tingkat ketergantungan pada dana transfer masih cukup tinggi meskipun adanya peningkatan dari tahun sebelumnya.

Dan kata dia lagi, defisit anggaran tahun 2025 berpotensi dapat terjadi kembali, ini perlu diantisipasi oleh pemerintah daerah dengan melakukan penyesuaian anggaran yang mendukung pencapaian kinerja tertentu serta melakukan efesiensi anggaran pada kegiatan yang tidak berdampak langsung sesuai Inpres No.1 tahun 2025.

Apalagi tantangan pengelolaan APBD 2025 semakin berat, disamping pemerintah daerah harus menuntaskan persoalan tunda bayar tahun sebelumnya, juga harus menyesuaikan dengan visi, misi dan program kerja kepala daerah yang baru paska terpilih dalam pilkada serentak 2024.

Dampak Terhadap Pembangunan dan Kesejahteraan masyarakat

Terkendalanya pelaksanaan program dan kegiatan akibat tidak tercapainya pendapatan daerah berdampak pada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, misalnya melakukan realokasi program pembangunan yang tertunda dan serta kegiatan perekonomian masyarakat.

"Situasi ini seharusnya dapat dijelaskan secara lebih kongkrit kepada masyarakat sehingga tidak menimbulkan  
kecuriagaan di publik " kata Tradmizi.

Dibeberkan Tradmizi, Fitra Riau juga mencatat, 5 tahun terakhir pemerintah daerah cukup getol melakukan pembangunan infrastruktur pada instransi vertikal yang bukan kewenangannya seperti gedung Kejaksaan, Polda, Korem, dan lain sebagainya.

"Kondisi ini juga menunjukan keberpihakan pemerintah daerah terhadap kebutuhan masyarakat semakin rendah, sementara daerah masih dihadapkan pada persoalan yang komplit seperti kemiskinan dan kesejahteraan, perekonomian daerah, keterbatasan infrastruktur desa dan persoalan lainnya " tukasnya.

Untuk itu kata Tradmizi, Fitra Riau meminta agar Pemerintah Pusat; perlu melakukan klarifikasi penyebab terjadinya tunda bayar yang berakibat pemerintah daerah tidak bisa melaksanakan pembangunan daerah secara maksimal, serta melakukan publikasi informasi berkenaan dengan tunda bayar agar tidak terjadi simpang siur informasi.

Selain itu juga pemerintah daerah; lebih selektif terhadap  program kegiatan sesuai kewenangannya, serta lebih efisiein  
terhadap pengunanaan anggaran dan lebih berorientasi terhadap  kepentingan masyarakat.

Selanjutnya Pemerintah daerah secara berkala dapat menyampaikan informasi anggaran daerah termasuk infromasi yang berkaitan dengan tunda bayar tahun 2024.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index