Daerah

Jalan Panjang Merebut Hak Kelola Hutan Untuk Rakyat

[caption id="attachment_1873" align="alignleft" width="300"]Penyerahan SK Menhut kepada Hutan Desa Menteri Kehutanan Menyerahkan SK Menhut Tentang Hutan Desa  kepada Pemkab Pelelawan [/caption]

gagasanriau.com- Kerusakan hutan yang cukup tinggi, akibat dari obral izin terhadap perusahaan besar yang mendapatkan konsesi Hutan Tanaman Industri (PT. RAPP.) Dalam dua puluh tahun terakhir, tutupan hutan alam di Riau telah berkurang sekitar 75 %. Hingga akhir 2007, hutan alam tersisa di provinsi Riau adalah sekitar 2.254.188 ha atau 25 % dari jumlah luas daratan Riau. Hampir 50 % dari hutan yang hilang adalah hutan rawa gambut (sumber Mitra Insani).

JIKALAHARI mencatat pada 2002-2006, kerugian negara dalam pengelolaan hutan di Riau mencapai Rp2,346 triliun.Pemerintah Provinsi Riau tidak mau dituduh sebagai biang konflik. "sejak tahun 2009 Riau sudah tidak pernah mengeluarkan izin kehutanan menurut ketengan pemeritah setempat yang bergerak pada bidang kehutanan.

Menurut rilis yang disampaikan oleh Yayasan Mitra Insani kepada gagasanriau.com, saat Lokakarya Kehutanan di hotel pangeran Rabu27/3/2012 Pekanbaru.Laju kerusakan hutan tidak hanya terjadi di kawasan hutan produksi, tetapi telah merambah ke kawasan-kawasan konservasi bahkan telah ada yang memasuki zona-zona inti kawasan hutan.

Sistem pengelolaan hutan selama ini tidak memperdulikan upaya-upaya konservasi didalamnya telah berdampak buruk bagi kesimbangan ekosistem.

Selain dari kerusakan hutan, masyarakat sebagai bagian dari lingkungan hutan itu sendiri yang memiliki ketergantungan hidup disekitar hutan terpinggirkan dalam pengelolaan hutan.

Akibatnya masyarakat disekitar hutan termiskinkan secara sistematis dikarenakan makin sempitnya lahan bagi mereka untuk berusaha/bertani seiring dengan pertambahan penduduk juga semakin besarnya kekuatan modal besar dalam menguasai hutan masyarakat disekitar mereka hidup.

Tingkat ketergantungan yang sangat tinggi menjadikan masyarakat semakin miskin ketika secara kualitas maupun kuantitas kondisi hutan ditempat masyarakat bermukim berkurang drastis. Karena dalam kehidupan sehari-hari, aspek keterkaitan anatar hutan dan masyarakat sangat erat hubungannya.

Terbitnya Kebijakan Kementerian Kehutanan dalam upaya mengembangkan pengelolaan hutan berbasis masyarakat berbentuk Hutan Desa yang tertuang pada Peraturan Menteri Kehutanan No.P.49/MENHUT-II/2008 jo Permenhut No. P.14/MENHUT-II/2010 tidak lantas dengan mudah bagi masyarakat untuk memperolehnya.

Yayasan Mitra Insani organisasi masyarakat sipil (Civil Society Organisation) di Riau butuh 2,5 tahun menanti keputusan Menteri Kehutanan atas kepastian izin Hutan Desa untuk desa Segamai dan Serapung dikabupaten Pelelawan-Riau.

Ady Kuswanto Sekretaris Jenderal Serikat Tani Riau (STR. Red) mengatakan27/3/2013  “artinya proses birokrasi yang panjang dan tidak ada upaya serius menjalankan kebijakan yang dikeluarkan serta lemahnya peran negara yang dikontrol oleh kekuatan modal besar menjadi penghalang untuk mewujudkan Hutan Desa yang berbasiskan masyarakat”katanya.

Karena ini juga merupakan bagian dari cita-cita perjuangan Serikat Tani Riau (STR. Red) untuk mengembalikan kedaulatan negara dalam menguasai Sumber daya alam di indonesia dan di Riau pada khususnya untuk di distribusikan kepada rakyat, sesuai dengan amanat UUD 45 pasal 33”katanya menambahkan.

Areal Hutan Desa yang direkomendasikan Menteri Kehutanan pada tanggal 8 Maret 2013 untuk desa Segamai, berdasarkan SK.154/Menhut-II/2013 seluas sekitar 2.270 hektar dan desa Serapung, berdasarkan SK.155/Menhut-II/2013 seluas kurang lebih 1.956 hektar. (sumber data Yayasan Mitra Insani)

Dianggap merupakan ‘win-win solution’ dari Pemkab. Pelalawan atas tuntutan Hutan Desa dan permintaan konsesi oleh perusahaan. Yang pada awalnya di usulan Hutan Desa Segamai ± 7.500 ha dan direkomendasi Bupati ± 2.000 hektar dan untuk di desa Serapung diusulkan kurang lebih 2.300 ha namun direkomendasikan Bupati kurang lebih seluas 2.000 hektar. (sumber data YMI).

Keluarnya rekomendasi Hutan Desa di Segamai dan desa Serapung tersebut tidak serta merta melemahkan berbagai tuntutan elemen gerakan rakyat untuk mendesak pemerintahan Sby-Boediono melalui Menteri Kehutanan segera kembali merevisi ulang kebijakan-kebijakan yang sangat merugikan rakyat banyak terhadap pengelolaan hutan.

Tuntutan tidak hanya dilakukan oleh masyarakat di desa tersebut namun marak terjadi seperti yang terjadi perlawanan masyarakat Pulau Padang yang terdiri dari 12 desa dan satu kelurahan secara massif terjadi bahkan memakan waktu panjang sampai saat ini tetap berlawan.

Karena solusi terbaik adalah dengan mengembalikan kedaulatan rakyat untuk mengelola secara mandiri dan berwawasan lingkungan.*Adit*


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar