Ada Yuridisprudensi, Bupati Rohil Bisa Dipidana Garap Kawasan Hutan, Berikut Penjelasannya

Kamis, 05 Juni 2025 | 10:38:40 WIB
Bistamam, Bupati Rokan Hilir

GAGASANRIAU,COM, PEKANBARU – Ternyata dalam kasus Bistamam, Bupati Rokan Hilir (Rohil) yang saat ini sedang bergulir di Pengadilan Negeri setempat selain gugatan perdata bisa berujung ke perkara pidana.

Bistamam ini sebelumnya digugat di PN Rohil karena diduga menyerobot hampir 900 hektare  kawasan hutan negara untuk dijadikan kebun kelapa sawit.

Dalam kasus Bistamam ini, jika diulas dari potensi pidana dapat merujuk pada yurisprudensi hukum sebelumnya, salah satunya vonis terhadap mantan Ketua DPRD Rokan Hulu, Teddy Mirza Dal.

Dalam perkara tersebut, Teddy dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp1,5 miliar oleh Pengadilan Negeri Pasir Pengaraian pada 2019.

Teddy terbukti secara sah dan meyakinkan oleh majelis hakim telah membuka lahan seluas 50 hektare di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Kaiti-Pauh tanpa izin.

Baca juga : Selain Gugatan Perdata, Bistamam Bisa Dipidana Jika Terbukti Perjualbelikan Kawasan Hutan Jadi Kebun Sawit

Oleh Majelis Hakim Teddy dijerat dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Nah, dalam kasus itu kini menjadi rujukan sejumlah pihak dalam menyoroti dugaan pelanggaran yang dilakukan Bistamam.

Tokoh pemuda Riau, Kasrul, menilai aparat penegak hukum perlu segera bertindak berdasarkan preseden hukum yang sudah ada.

“Teddy dihukum karena membuka 50 hektare, sedangkan dalam kasus ini luas lahannya diduga mencapai hampir 900 hektare. Seharusnya penyidik sudah mengambil langkah hukum,” ujar Kasrul, di Pekanbaru, Rabu, 4 Juni 2025.

Dalam ketentuan UU Nomor 18 Tahun 2013, pelaku yang merambah kawasan hutan tanpa izin dapat dipidana maksimal 15 tahun penjara dan dikenai denda hingga Rp10 miliar.

Baca juga : Nama Kadisdik Pekanbaru Ikut Terseret, Soal Dugaan Ijazah Palsu Bupati Rohil Bistamam, Digugat ke PTUN

Proses Hukum Berjalan

Perkara ini kini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Rokan Hilir dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-LH/2025/PN Rhl.

Gugatan dilayangkan oleh Yayasan Wahana Sinergi Nusantara (Wasinus), sebuah lembaga yang bergerak di bidang lingkungan. Selain Bistamam, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan turut menjadi pihak turut tergugat.

Lahan yang dipermasalahkan berada di Kepenghuluan Rantau Bais, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir, Riau.

Dalam dokumen gugatan, disebutkan bahwa sejak 2011 Bistamam diduga telah menguasai sekitar 895 hektare kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), dan menjadikannya kebun sawit lengkap dengan pembangunan infrastruktur seperti jalan, parit, serta bangunan rumah.

“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ada indikasi perbuatan pidana karena kawasan hutan dikuasai dan dimanfaatkan tanpa izin,” kata pengamat kehutanan, Surya Darma Hasibuan, dalam satu kesempatan.

Bantahan dari Pihak Bupati

Kuasa hukum Bistamam, Cutra Andika Siregar, SH, MH, membantah tudingan tersebut.

Ia menyatakan bahwa kliennya hanya mengelola sekitar 6 hektare lahan. Sementara sisa lahan lainnya, menurut dia, telah dikuasai oleh masyarakat secara turun-temurun sejak era 1930-an.

“Tanah itu memiliki alas hak dari penghulu pada tahun 1981 dan 1983. Tidak benar klien kami menyerobot kawasan hutan,” ujar Cutra.

Bistamam sendiri, menurut pengacara, baru mengelola lahan seluas 6 hektare pada 1992, lalu mengurus alas haknya secara resmi pada 2018. Namun, pihak penggugat mempertanyakan legalitas klaim tersebut.

Ketua Yayasan Wasinus, Rahman Piliang, menegaskan bahwa kawasan yang disengketakan masih tercatat secara resmi sebagai kawasan hutan negara.

Baca juga : Bupati Rohil Bistamam Dilaporkan ke Mabes Polri atas Dugaan Ijazah Palsu

Jika memang itu tanah ulayat, ia mengatakan perlu ada pengakuan formal dari negara.

“Kalau benar lahan masyarakat, seharusnya ada penetapan resmi. Bukan hanya narasi turun-temurun,” ujar Rahman.

Sejumlah pengamat hukum lingkungan menilai bahwa kasus ini memiliki elemen kuat untuk ditindaklanjuti secara pidana, terutama dengan adanya yurisprudensi yang sudah teruji di pengadilan.

Proses persidangan perdata masih berjalan, namun sorotan publik kini mulai mengarah pada kemungkinan penegakan hukum pidana kehutanan terhadap Bistamam. ***

Terkini