Dilematis ASN antara Hak Pilih dan Netralitas dalam Pilkada 2018

Senin, 16 April 2018 - 20:17:24 wib | Dibaca: 5084 kali 
Dilematis ASN antara Hak Pilih dan Netralitas dalam Pilkada 2018
Yudhia Perdana Sikumbang, Praktisi Hukum Muda (kiri)

GAGASANRIAU.COM, TEMBILAHAN -Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah sesuai UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. 
 
Didalam perhelatan pilkada 2018 untuk menjaga netralitasnya sesuai dengan edaran surat menteri PANRB tanggal 27 desember 2017 yang lalu yang mana dalam hal surat tersebut ASN diminta untuk menjaga netralitas bagi ASN pada Penyelenggaraan Pilkada serentak 2018, pemilihan legislatif, dan pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2019. 
 
Kali ini saya ingin terfokus membahas pilkada 2018 terkhusus di kota kelahiran saya Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau. Diketahui Berdasarkan sumber dari KPU Kabupaten Indragiri Hilir.
Adapun tahapan-tahapan pilkada 2018 ini dibagi dalam dua yakni tahapan persiapan dan penyelenggaraan, tahapan persiapan terdiri dari:
1. Pembentukan PPK (panitia pemilihan kecamatan) dan PPS (panitia pemilihan suara) tanggal 12 Oktober 2017 sampai 11 November;
2. Pembentukan KPPS (kelompok panitia pemungutan suara) tanggal 3 april 2018 sampai 3 juni 2018;
Pendaftaran pemantauan pemilihan tanggal 12 oktober 2017 sampai 11 juni 2018;
3. Pemutakhiran data dan daftar pemilih tanggal 30 desember 2017 sampai 19 april 2018;
 
Dapat diketahui bersama tahapan-tahapan tersebut kini telah sampai pada point terakhir yaitu tahapan Pemuktahiran DPS (daftar pemilih sementara) dan dilanjutkan dengan pemilihan nya pada tanggal 27 Juni 2018.  Yang kemudian dikritisi disini 
Yaitu ASN dituntut untuk bersikap netral  tidak memihak kepada masing-masing pasangan calon peserta PILKADA tetapi disisi lain mereka mempunyai hak pilih dalam Pemilihan kepala daerah dalam artian boleh ikut berpartisipasi mencoblos, hal semacam ini membuat keambiguitas bagi para ASN. 
 
Jika kita defenisikan arti kata “Netralitas” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Netralitas adalah keadaan dan sikap netral dalam artian tidak memihak, bagaimana mungkin jika seorang ASN yang dituntut netral tapi boleh mencoblos jadi dalam hal ASN dipandang harus kemudian menaruh rasa netral harus diperjelas dimana letak posisinya dalam kata “NETRAL”  khusus untuk ASN.
 
Dalam hal seorang ASN mencoblos salah satu Paslon itu sudah bisa dikatakan ada tendensi terhadap netralitasnya walapun ia tidak sedang dan pernah ikut dalam kampanye atau gimanalah bahasanya. Kemudian yang menjad catatan juga apabila seorang ASN tidak memilih atau menggunakan hak pilihnya dikatakan Golput, ini juga dilarang, Menurut penulis disinilah muara permasalahan menyoal “Netralitas” ini. Beda hal dengaan TNI dan POLRI yang mana tidak mempunyai hak memilih ini lah yang harusnya disebut netral, harus diperjelas bahasa “Netralitas” ASN tersebut.
 
Diketahui Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 sudah jelas bahwa larangan yang dimaksud apabila ASN menjadi pengurus atau anggota partai politik. Dalam Surat Edaran Menpan Nomor SE/08.A/M.PAN/5/2005 tentang netralitas pegawai negeri sipil dijelaskan bahwa ASN dilarang terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala atau Wakil Kepala Daerah, pertanyaannya kapan dikatakan seorang ASN terlibat dalam kegiatan kampanye? Dalam PP No 53 Tahun 2010, dijelaskan bahwa setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus menjaga netralitas dalam pemilu, seperti tidak boleh menjadi tim sukses, tim kampanye, atau hanya ucapan dukungan  atau berpoto bersama calon menggunakan simbol-simbol tertentu terhadap calon kepala daerah yang akan ikut dalam pemilihan kepala daerah. 
 
Banyak contoh bisa kita lihat oknum ASN yang dipanggil oleh panwaslu karena diduga tidak bersifat netral dalam pilkada, seperti menghadiri undangan, berphoto bersama dan lain sebagainya yang karena berbau simbol-simbol tertentu didalam photo yang menyebabkan ASN tersebut dipanggil. 
 
Yang jadi pertanyaan apakah semua laporan yang di laporkan kepada Panwaslu harus di proses tanpa adanya filter?. Jika demikian adanya, bisa-bisa terjadi banyak ASN yang akan dirugikan semisal karena ada laporan tertentu. Yang menyebabkan ASN tersebut dipanggil oleh Panwaslu. Pertama, ASN tersebut habis waktu untuk menghadiri panggilan, yang kedua belum lagi diberitakan oleh media, menanggung malu karena diberitakan dan berita tersebut (trial by the press) Apakah hal semacam ini tidak rentan untuk dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu? 
 
Harapan penulis dalam hal ini harus diperjelas Netralitas ASN tersebut dimana, pada saat apa, dan kapan?
Semoga dalam Pilkada 2018 ini kita semua pihak tetap menjaga Pilkada yg damai bersih dan  jujur dan jauh dari SARA.
 
Penulis: Yudhia Perdana Sikumbang, Praktisi Hukum Muda & Pemerhati Pilkada Inhil 2018
Loading...
BERITA LAINNYA