Nasib Guru Honorer di Inhil dan Tuntutan Profesionalisme

Senin, 25 November 2019 - 21:54:20 wib | Dibaca: 3287 kali 
Nasib Guru Honorer di Inhil dan Tuntutan Profesionalisme
Irjus Indrawan, S.Pd.I.,M.Pd.I Dosen UNISI Tembilahan

Hari ini, 25 November 2019, merupakan peringatan Hari Guru Nasional. Ucapan "Selamat Hari Guru" meluncur untuk para guru sebagai apresiasi atas dedikasinya mengabdi melahirkan generasi penerus bangsa. Guru merupakan kunci utama mutu pendidikan. Pendidikan yang bermutu merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Bangsa yang mengabaikan guru akan selamanya menjadi negara yang terbelakang. Bangsa yang maju memiliki guru yang profesional dan sejahtera.

Kondisi dan realita yang di alami oleh guru saat ini sangat kontradiktif dengan deretan pernyataan 'kesejahteraan guru', fakta yang di temukan terutama guru honorer di Indragiri Hilir (Inhil) seolah menggugurkan semua premis tersebut. Pemerintah perlu melirik dan melihat potret aktifitas dan kehidupan para pejuang tanpa tanda jasa ini diseluruh pelosok, khususnya di Indragiri Hilir, guru honorer masih berupah Rp.300.000 per bulan.

Padahal tuntutan yang besar terhadap kinerja guru namun tidak di barengi dengan upaya meningkatkan kesejahteraan guru merupakan hal yang mustahil dilakukan. Ini sangat sadis dan cendrung mengorbankan guru honorer, sementara adanya kesenjangan penghasilan guru PNS dan guru Non PNS menyebabkan timbulnya rasa ketidakadilan pemerintah terhadap nasib guru honorer, mengingat tugas sama-sama mencerdaskan kehidupan bangsa, itulah realitas dunia pendidikan di Indragiri Hilir.

Mari kita melihat guru-guru honorer di Indragiri Hilir yang berada di wilayah perdesaan. Mereka berjuang diatas keterbatasan fasilitas, bahkan kurangnya penunjang infrastruktur badan jalan yang baik. Tidak sedikit para guru melewati badan jalan yang rusak, apalagi guru honorer yang berada di daerah pesisir utara. Namun mereka tetap mengabdi dan mendedikasikan diri untuk mendidik generasi penerus bangsa.

Suatu pertanyaan yang kerap terlintas dalam benak saya adalah mengapa guru honorer tetap bertahan pada profesinya meskipun gajinya tidak mencukupi? Setidaknya ada sebuah jawaban tentang hal ini. yakni, guru sangat berharap menjadi PNS. Menjadi PNS merupakan dambaan mayoritas masyarakat karena dianggap menjanjikan kesejahteraan dan jaminan hari tua. Karena itu, apa pun akan dilakukan untuk bisa menjadi PNS, bahkan ketika harus bertahan dengan gaji kecil sekalipun.

Menjadi guru honorer merupakan satu cara untuk menjadi PNS dengan pertimbangan telah mengabdi (loyal) sampai waktu tertentu. Namun, meski sudah mengabdi 20 tahun sekalipun, belum ada jaminan guru bisa diangkat menjadi PNS.

Ketika guru lain bicara cara pengembangan guru, guru honorer masih berkutat dengan persoalan gaji kecil yang sangat jauh dari kategori layak atau sejahtera. Jangankan biaya untuk pengembangan diri, untuk kebutuhan sehari-hari saja guru honorer harus pinjam uang, gali lubang tutup lubang.

Namun, meskipun guru honorer dengan gaji kecil, tetap harus mengedepankan profesionalitas demi mendidik generasi bangsa. Gaji yang kecil jangan mempengaruhi kenerja standar kompetensi guru. Jika terpengaruh dengan kenerja sebagai tenaga pengajar, akan melahirkan generasi yang kompetensinya rendah, akan menjadi beban bangsa di masa depan.

Maka dari itu, guru dituntut menjadi pendidik profesional ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru. Dalam pasal 1 ayat (1) disebutkan, bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Maka guru harus memiliki kompetensi.

Salah satu kompetensi yang wajib dimiliki adalah pedagogik, yang dalamnya mensyaratkan kemampuan guru mengenali karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. 

Pendekatan dan pengenalan karakter peserta didik ini yang menjadi penting, sebagai dasar utama dalam meniti karir menuju guru yang lebih profesional. Ketika seorang guru tidak memiliki kemampuan mengenal karakteristik peserta didiknya, maka kemungkinan besar guru tidak mampu mengelola kelas menjadi medium pembelajaran yang menyenangkan. 


Profesionalisme bagi guru merupakan hal yang tidak dapat ditawar lagi, meskipun guru honorer digajih sangat kecil, tapi pengembangan kompetensi yang dimiliki harus ditingkatkan agar terus berkembang dan meningkat. Guru profesional tidak dilihat dari sisi telah memiliki sertifikat pendidikan dan tunjangan sertifikasi guru semata, tetapi bagaimana guru mampu menjadi profesional pada bidang atau mata pelajaran yang menjadi tanggung jawab dan kewenangannya, sehingga mampu melahirkan generasi emas.



(Penulis: Irjus Indrawan, S.Pd.I.,M.Pd.I Dosen UNISI Tembilahan, Candidat Doktor UIN STS Jambi)
 


Loading...
BERITA LAINNYA