GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Pijar Melayu ragukan aksi nyata Gubernur Syamsuar tertibkan lahan ilegal di wilayah Provinsi Riau. Pasalnya sampai saat ini aksi nyata dari pemerintah dinilai tidak tanpak maksimal dengan adanya fenomena kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Riau sudah jadi sorotan nasional, ditambah lagi adanya keterlibatan korporasi atas kasus tersebut.
Direktur Eksekutif Pijar Melayu, Rocky Ramadani mengatakan, sejatinya Pijar Melayu mendukung Pernyataan Gubri yang berjanji akan menertibkan lahan ilegal dengan membentuk satgas penertiban sawit ilegal di wilayah provinsi riau. Ini merupakan inovasi kepada daerah dalam melawan taipan dan kejahatan korporasi yang punya jejaring dengan elit politik.
“Kami menyadari sepenuhnya persoalan utama di Provinsi Riau adalah persoalan lahan, baik ketimpangan kepemilikan lahan masyarakat baik kalangan petani biasa dengan petani berdasi dan korporasi perkebunan," sebut Rocky Ramadani, Kamis (15/08/2019).
Mahasiswa Pasca Sarjana UIR Jurusan Manajemen Agribisnis ini mengatakan, keberadaan lahan yang luas yang disinyalir mencapai 1 juta hektar merupakan bukti keruwetan sistem pertanahan di tanah bumi Melayu Riau. Ia berharap, pernyataan Gubri dapat diwujudkan dalam tindakan konkrit sehingga menyelesaikan benang kusut masalah pertanahan di Riau dapat diselesaikan.
"Jangan - jangan pernyataan tersebut sekedar pernyataan emosional yang dikemukakan dikarenakan sengkarut kabut asap di Riau yang kini menjadi sorotan Nasional. Apalagi Gubri tidak merinci dugaan keterkaitan karhutla dengan keberadaan lahan ilegal," tandas Ketua PW HIMMAH Riau Ini.
Lebih lanjut Rocky mengemukan persoalan agraria di Riau sebenarnya telah diselidiki secara mendalam oleh pansus monitoring dan evaluasi perizinan lahan yang diketuai oleh legislator Suhardiman Amby yang menemukan begitu banyak lahan perkebunan tanpa HGU sehingga menunggak pajak.
"Kami menantang Gubernur Riau untuk meneruskan temuan tersebut kejalur hukum agar rakyat Riau tau bahwa Gubri tidak hanya berani memperkarakan suporter PSPS namun juga berani berhadapan dengan mafia perkebunan yang memiliki back up kuat”.
Kendati demikian, Rocky menegaskan komitmen untuk satu barisan dengan siapapun yang memiliki kemauan politik untuk mewujudkan keadilan pertanahan di Provinsi Riau termasuk mendukung langkah Gubernur Syamsuar untuk perang dengan mafia pertanahan dan perkebunan.
“Kami meyakini bahwa karhutla berhubungan erat dengan keberadaan lahan ilegal dan lemahnya penegakan hukum. Jika 2 hal ini tidak ditangani maka yang akan terjadi hanya pengulangan bencana asap,"
Untuk diketahui, pada 12 Agustus 2019 lalu Pemerintah Provinsi Riau dibawah kepemimpinan Syamsuar telah membentuk satgas penertiban sawit illegal yang dibagi menjadi tiga tim yaitu tim Pengendali, Tim Operasi dan Tim Yustisi.
Tim Pengendali terdiri atas Wakil Gubernur Riau sebagai ketua, lalu Wakapolda Riau, Sekdaprov Riau, Kakanwil ATR/BPN, Kadis LHK, Kadis TPH Bun, Asisten Pemerintahan dan Kesra DLHK, Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Asisten Administrasi Umum, Kadis PUPR, dan Kepala Bapenda.
Tim Operasi diketuai oleh Direskrimum Polda Riau, Kalog Korem 031 WB, Kasubdit I Ditreskrimum, Komandan Detasemen ZB 6/1 Korem 031 WB, Panit Unit 4 Subdit 1 Ditreskrimum, lalu Kabid Infrastruktur Pertanahan BPN, Kabid Penataan LHK. Kabid Perkebunan, Pol PP, Polhut dan Terakhir Tim Yustisi akan dipimpin Dirreskrimsus Polda, selanjutnya Asisten Datun Kejati, Kabiro Hukum Setdaprov, Kabid Pajak Daerah, serta perwakilan Direktorat Jenderal Pajak .
Satgas ini harus segera dijalankan untuk menindak perkebunan sawit illegal hasil temuan Pansus Monitoring Perizinan DPRD Provinsi Riau pada 2015 sebelum RUU Pertanahan disahkan, bertujuan penertiban lahan ilegal agar Riau terlepas dari bencana kabut asap.