Daerah

Kontras Desak Kapolri Selidiki Praktik Kekerasan Oleh Anak Buahnya Saat Lakukan Penyelidikan

Gagasanriau.com ,Jakarta-"Kontras mendesak Kapolri untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap anggota-anggotanya atas praktik penyiksaan dan tindakan sewenang-wenang, dengan melakukan penghukuman melalui proses pidana secara adil dan transparan," ujar Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, dalam surat terbuka Kontras yang diterima di Jakarta, Sabtu (1/2).

 

Menurut Haris Azhar, hal tersebut juga sebagai bentuk efek jera terhadap anggota lain Polri, agar dalam menjalankan tugas-tugasnya mengedepankan prinsip-prinsip hak asasi dan aturan hukum yang berlaku. Kontras menyayangkan masih maraknya praktik-praktik penyiksaan dan rekayasa kasus, yang disertai dengan bentuk penyalahgunaan wewenang dan diskresi yang dipraktikan anggota Polri.

 

Memasuki awal tahun 2014, Kontras telah menerima sejumlah pengaduan dari korban dan keluarga korban terkait hal tersebut. Karena itu, Kontras menilai aparat kepolisian telah melakukan sejumlah pelanggaran dalam melakukan proses penegakan hukum dengan cara-cara melawan hukum, antara lain ketidakprofesionalan dan penyalahgunaan diskresi, dengan melakukan penangkapan yang tidak sesuai dengan prosedur.

 

 "Seperti tidak membawa surat perintah penangkapan dan penahanan, surat perintah penggeledahan, tidak menjelaskan maksud dan tujuan membawa korban, pembiaran atas terjadinya tindak pidana, termasuk penggunaan kekuatan yang berlebihan dengan cara melakukan penembakan terhadap korban meski korban sudah ditangkap," katanya.

 

Haris juga menyebutkan, praktik-praktik penyiksaan sebagai metoda mendapatkan pengakuan dari korban terhadap pasal yang telah disangkakan oleh penyidik, serta tidak diberikannya akses bantuan hukum atau hak untuk mendapatkan pendampingan hukum sehingga penyidik dapat leluasa melakukan praktik-praktik tersebut.

 

Kontras menegaskan, tindakan-tindakan itu telah melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan yakni UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No 12/2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, KUHAP, dan KUHP.

 

"Hal ini semakin diperburuk mengingat Polri telah mengadopsi berbagai aturan hukum dan hak asasi yang harus dilaksanakan di lapangan dengan tetap menghargai dan melakukan penghormatan terhadap hak asasi manusia, tidak terkecuali terhadap pelaku kriminal, seperti Peraturan Kapolri No 8/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Kapolri No 14/2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara RI," ujarnya.

 

Selain itu, Kontras mendesak institusi Polri memberikan jaminan pemulihan dan pengobatan terhadap korban penyiksaan dan tindakan sewenang-wenang lain yang dilakukan aparat kepolisian, melalui mekanisme hak pemulihan korban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban.

 

Kontras juga mendesak Kapolri memberikan penjelasan serta perkembangan pada setiap tingkat pemeriksaan atas proses hukum terhadap anggota Polri yang

 

melanggar hukum kepada pihak korban dan keluarga korban serta membuat kebijakan preventif yang efektif untuk menghentikan praktik penyiksaan oleh anggota Polri di lapangan. "Cegah mekanisme korektif di internal Polri sebagai alat impunitas kasus-kasus penyiksaan yang dilakukan anggota Polri," katanya.

 

Kontras juga mendesak institusi Polri untuk terus menyosialisasi berbagai aturan hukum dan hak asasi yang berlaku di tingkat kepolisian di seluruh kantor kepolisian, mulai dari tingkat polsek, polres, hingga polda di Indonesia.(Ant)


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar