Daerah

Metropolitan Madani Tidak Bersahabat Bagi Si Miskin

[caption id="attachment_1848" align="alignleft" width="300"]ilustrasi korban gantung diri ilustrasi korban gantung diri[/caption] gagasanriau.com-  Tiga bulan pertama ditahun 2013 delapan orang warga kota Pekanbaru tewas gantung diri berdasarkan data yang disampaikan oleh  harian lokal tribunpekanbaru Rabu 20/3/2013. Kejadian terbaru 18/3/2013 seorang warga jalan Durian , gang Falipi , kelurahan Labuh Baru Timur Kecamatan Payung Sekaki Haurusdi (47 th) tewas gantung diri dirumahnya. Untuk dibulan Maret ini sudah tiga korban yang tewas melakukan gantung diri termasuk Haurusdi dan dibulan Februari Empat orang korban. Berdasarkan informasi dari pihak kepolisian Haurusdi melakukan bunuh diri akibat stress. Dan latar belakang ekonomi salah satu penyebabnya. Fenomena gantung diri di kota Pekanbaru ini menjadi persoalan baru yang menjadi tanggungjawab pemerintah kota. Jika di analisa latar belakangnya adalah ekonomi. Hal ini tidak terlepas dari kesejahterahan bagi masyarakat dalam menjalani kehidupan. Menurut Antony Fitra Ketua DPK-SRMI Pekanbaru Rabu 20/3/2013 dikantornya menjelaskan bahwa fenomena bunuh diri ini salah satu faktornya adalah rakyat sudah kehilangan tempat mengadu dalam mengatasi persoalannya hingga logika berpikirnya irasional dengan cara menghabisi nyawanya. Dan hal ini menyangkut kesejahteraan dan keadilan yang mereka dapatkan tidaklah seindah dan semegah yang digembor-gemborkan pemimpin kotanya”kata Antony. Saat ini jelang tahun kedua Firdaus, MT menjabat sebagai walikota Pekanbaru dia hanya asyik dengan kesibukannya melakukan mutasi jabatan belum ada gerakan yang langsung dirasakan oleh masyarakat menyangkut kesejahteraan dan keadilan. Alih-alih mensejahterakan masyarakatnya malah agenda yang tidak populis menjadi agenda besar Firdaus dengan menggusur seluruh pelaku usaha kecil yang pada awalnya adalah konstituen setianya dalam memenangkan beliau menjadi walikota. Ini terbukti yang sedang dilakukannya sekarang dengan marak penggusuran disemua sudut kota Pekanbaru. Dan hal ini tidak pernah dilakukan konsultasi dahulu dengan pelaku ekonomi kecil tersebut, tindakan sepihak ini bukanlah mewujudkan pemerintahan yang partisipatif dalam membangun kota bahakan cenderung arogan dengan berdalih demi penegakan Peraturan Daerah (Perda. Red) tapi melupakan hak-hak normatif masyarakat lemah yang jelas-jelas dilindungi UUD 1945 pasal 27”katanya menerangkan. Bahkan tak kala mirisnya Firdaus malah mengobral perizinan terhadap ritel besar yakni 100 izin buat Alfmart dan 100 izin lagi diberikan kepada indomart tentunya ini berdampak lebih dashyat bagi masa depan pelaku ekonomi kecil yakni PKL”Antony menambahkan. sesungguhnya Firdaus harus evaluasi kinerjanya selama jalan tahun kedua selain penggusuran juga tentang layanan publik bagi masyarakat miskin seperti pelayanan pembuatan KTP hal ini marak terjadi diberbagai titik kecamatan yang ada. Persoalan layanan publik bagi masyarakat miskin menjadi dilema dan menyebabkan tingkat stress tinggi. Selain itu masalah pendidikan juga bagi rakyat miskin tak kalah miris dibuatnya ketika pemerintahan Sby-Boediono gembar-gembor kampanyekan pendidikan gratis dan wajib belajar 12 tahun namun pada prakteknya tak pelak membuat masyarakat geram dengan slogan pendidikan gratis tersebut. Pungutan liar disekolah-sekolah negeri yang sesungguhnya dapat menjalankan pendidikan gratis namun kenyataannya tidaklah seindah slogannya. Walaupun didukung oleh bantuan-bantuan melalui dana APBN yakni berupa dana BOS dan ada juga Bantuan Siswa Miskin (BSM. Red) kenyataannya pendidikan tetap menjadi barang yang mahal bagi si miskin. Udin pedagang sate biasa mangkal di persimpangan lampu merah pasar pagi Arengka akrab dengan penggusuran hanya senyum kecut ketika ditanya terkait kinerja walikota Pekanbaru Firdaus, MT hanya ada sepatah kata yang keluar dari mulutnya dengan bahasa daerah”indak joleh karajonyo tuch bang (tidak jelas kerjanya tuch bang)”ujarnya. Dengan beragam persoalan yang tidak menemukan jawabannya bagi masyarakat Pekanbaru dalam mengatasi kesulitan hidup seperti lapangan pekerjaan yang sempit, upah kerja juga dibawah standar hidup diperkotaan, serta persaingan dalam berusaha tidak kondusif, pendidikan makin hari makin menjauh kelas ekonomi untuk digapai, serta standar untuk mendapatkan layanan publik murah dan berkualitas adalah muara dari aksi-aksi irasional akan marak terjadi salah satunya bunuh diri yang sekarang menjadi solusi bagi si miskin yang lemah. Sedangkan bagi kaum miskin perkotaan lainnya adalah dengan cara mengadu otot bertarung dengan maut menjadi preman, copet dan rampok adalah solusi untuk tetap bertahan hidup bagi mereka. Dus akhirnya Kota Metropolitan Yang Madani itu hanya sebatas karam dan membusuk dalam lautan penderitaan si Miskin. M. Zulkarnain Penulis adalah mahasiswa jurusan pemanfaatan Sumberdaya Perairan fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar