GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Pansus Optimalisasi Pendapatan DPRD Riau mulai bergerak cepat menindaklanjuti upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di tengah kondisi defisit anggaran.
Ketua Pansus Abdullah memimpin langsung rapat perdana bersama seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk memetakan strategi dan ruang optimalisasi pendapatan daerah. Rapat awal ini menjadi ajang overview terhadap rencana kerja pansus ke depan.
Abdullah menjelaskan, ada enam sektor utama yang menjadi fokus pansus selama masa kerjanya nanti. Keenamnya meliputi pajak daerah, retribusi daerah, dividen dari pengelolaan BUMD, optimalisasi pengelolaan aset Pemprov Riau, penggalian inovasi-inovasi baru, serta peningkatan pendapatan dari transfer pusat seperti TKD dan DBH.
"Enam hal ini akan kita dalami bersama seluruh OPD, UPT, dan BLUD yang berkaitan langsung dengan pendapatan,” ujarnya.
Menurut Abdullah, sebagian sektor sebenarnya sudah berjalan selama ini, namun dinilai masih dapat ditingkatkan. Contohnya pajak air permukaan, pajak kendaraan bermotor, hingga pajak bahan bakar.
Ia menegaskan bahwa sumber pendapatan yang sudah ada perlu digali lebih maksimal agar mampu memberi ruang fiskal lebih kuat bagi daerah.
Selain mengoptimalkan sumber pendapatan yang sudah ada, pansus juga membuka ruang besar untuk sektor-sektor baru yang selama ini belum tergarap.
Untuk itu, ia mendorong inovasi melalui riset yang dapat dilakukan BRIDA maupun Science Techno Park (STP). Menurutnya, era energi baru terbarukan dan potensi kelautan dapat menjadi peluang pendapatan yang menjanjikan.
Abdullah menilai potensi laut hingga 0–12 mil sebagai kewenangan provinsi masih jauh dari pemanfaatan maksimal. Ia mencontohkan aktivitas mother vessel di Dumai yang mencapai sekitar 1.700 kapal.
“Pertanyaannya, apa kontribusi aktivitas besar seperti itu bagi Riau? Ini hal-hal yang harus kita dalami karena punya potensi pendapatan,” tegasnya.
Selain itu, pansus juga menyoroti potensi retribusi di sejumlah UPT yang dianggap masih rendah bila dibandingkan dengan provinsi lain.
Ia bahkan menyebut ada daerah lain yang mampu meraup retribusi hingga Rp20 miliar dari satu UPT. Perbedaan struktur kewenangan antar-OPD disebut menjadi salah satu faktor yang harus dianalisis lebih jauh.
Abdullah mencontohkan, di beberapa provinsi retribusi berada di bawah OPD Lingkungan Hidup (DLH), sementara di Riau berada di bawah Dinas Pekerjaan Umum.
Perbedaan ini dianggap berpengaruh terhadap kinerja pengelolaan retribusi. Karena itu, pansus ingin memastikan setiap UPT dapat bekerja lebih efektif dan efisien dalam menggali potensi pendapatan.
Pansus menekankan pentingnya mengidentifikasi kendala-kendala yang membuat retribusi belum maksimal. Apakah persoalan berada pada regulasi, kapasitas SDM, alat ukur, atau pola kerja antar-OPD.
“Kita berpikir retribusi ini sangat bisa ditingkatkan. Tinggal mencari kendalanya dan menyiapkan solusi,” tutup Abdullah.(*)