Diskusi Membendung Paham Komunis di Kalangan Pemuda

Kemiskinan Lahan Subur Tumbuhnya Paham Komunis

Para narasumber diskusi membedah masalah komunisme

Gagasanriau.com, PEKANBARU- Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia saat ini menjadi lahan subur bagi tumbuhnya kembali bibit-bibit paham radikal seperti komunisme. Kondisi ini semakin parah di tengah rezim yang korup, ketimpangan sosial  dan penegakan hukum yang lemah.

Hal itu disampaikan Pemimpin Redaksi GoRiau.com Hasan Basril saat menjadi narasumber dalam diskusi bertajuk "Peran Pers dan Mahasiswa dalam Membendung Paham Komunis Gaya Baru di Kalangan Pemuda" yang ditaja Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau bekerja sama dengan Forum Diskusi Publik (FDP) di Gedung Teater Kampus FDK UIN Suska Riau di Jl HR Subrantas, Pekanbaru, Rabu (25/5/2016).

"Bila kita ibaratkan komunisme itu sebagai bibit tanaman, maka rakyat Indonesia yang miskin itu merupakan lahan suburnya. Jadi, kalau ingin mencegah komunisme itu berkembang biak di Indonesia, maka kemiskinan yang harus diberantas," tegas alumni Jurusan Sejarah Universitas Sumatera Utara (USU) Medan tersebut.

Selain memberantas kemiskinan, ketidakadilan dalam berbagai sektor kehidupan, terutama sektor ekonomi dan penegakan hukum, harus dihapuskan. "Kekecewaan dan kemarahan terhadap pembiaran ketidakadilan ini juga berpotensi menyebabkan rakyat yang merasa tertindas, tergoda menerima paham komunis sebagai alat untuk melawan ketidakadilan tersebut," jelas dosen jurnalistik di berbagai perguruan tinggi di Pekanbaru itu.

Sebagai konsep ketatanegaraan, menurut Hasan, komunisme tidak laku lagi 'dijual'. "Hancurnya negara adidaya Uni Soviet dan bersatunya Jerman Barat dengan Jerman Timur, membuktikan komunis sebagai idiologi negara sudah bangkrut. Kalau masih ada yang ingin menggunakan idiologi komunis untuk merebut kekuasaan, itu berarti mereka tidak belajar dari sejarah," ujarnya.

Pengurus Masyarakat Sejarawan (MSI) cabang Riau ini melanjutkan, dalam perjalanan sejarah Indonesia, juga terbukti, beberapa kali pemberontakan yang didalangi Partai Komunis Indonesia (PKI), baik pada masa Kolonial Belanda maupun setelah Indonesia merdeka, selalu gagal.

Wakil Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) cabang Riau Satria Utama Batubara, yang juga narasumber pada diskusi tersebut, menjelaskan tentang legalitas pers dan fungsi pers. Satria menegaskan, pers yang benar adalah yang mematuhi UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik.

"Media tidak boleh memberitakan sembarangan. Setiap informasi yang akan dipublikasikan harus sudah melalui verifikasi. Verfikasi ini sangat diperlukan untuk mencegah pers menyampaikan informasi yang belum tentu kebenarannya," katanya.

Terkait hebohnya isu kebangkitan komunisme di Indonesia akhir-akhir ini, Satria mengingatkan media berhati-hati memberitakannya. "Pers itu memiliki peran edukasi karena itu dalam pemberitaan mengenai kebangkitan PKI haruslah mengutamakan sisi edukasi, bukan provokasi. Jadi jangan beritanya menakut-nakuti masyarakat tapi tidak menjelaskan dengan baik seperti apa sesungguhnya paham komunis itu, apa bahayanya dan bagaimana menanggulanginya," jelas Satria.

Dosen jurnalistik di sejumlah Perguruan Tinggi ini juga mengajak mahasiswa untuk hati-hati mengkonsumsi informasi di media online. "Tidak semua yang menyebarkan informasi di dunia maya itu media pers yang benar, banyak yang abal-abal. Harus dicek dulu, badan hukum usahanya, siapa pengelola dan penanggungjawabnya. Kalau tidak jelas, informasinya juga diragukan kebenarannya. Jadi jangan mau jadi target fitnah dan provokasi yang tidak jelas," tegasnya.

Satria mendukung seluruh elemen bangsa ini untuk mewaspadai ajaran komunisme dan paham-paham radikal lain yang tidak sesuai dengan dasar dan falsafah negara, namun harus tetap dalam koridor hukum dan tidak melakukan tindakan anarkis. "Janganlah kebencianmu kepada suatu kaum membuat kamu berlaku tidak adil dan zalim," ujarnya menyitir ayat Alquran.

Sementara narasumber lainnya, Dr Azni, menjelaskan tentang perbedaan antara idiologi Pancasila dengan Komunis. "Kita menolak idiologi komunis karena bertentangan dengan dasar negara kita, Pancasila. Komunisme itu anti Tuhan dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan," jelas Wakil Dekan III FDK UIN Suska tersebut.

Azni mengimbau mahasiswa turut berperan aktif dalam membendung paham komunis. "Mahasiswa bisa berperan aktif membendung paham komunis. Misalnya, memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang bahaya komunisme. Terutama kepada anggota keluarga dan orang-orang di lingkungan terdekatnya. Kemudian, aktif mengikuti diskusi-diskusi tentang upaya mencegah bahaya laten komunis. Seperti diskusi hari ini," sambungnya.***    rls
 


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar