Riau

Sebanyak 30 Organisasi Lingkungan Serukan Stop Beli Produk Group APRIL

Ilustrasi
GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Asia Pacific Resources International Holding\'s Ltd. (APRIL) grup, sebuah perusahaan bubur kertas milik Sukanto Tanoto taipan terkaya nomor 10 se Indonesia kembali mendapat kritikan dari masyarakat.
 
Masyarakat sipil yang tergabung dalam 30 organisasi non pemerintah yang fokus mengkritisi kebijakan soal pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) tersebut menyerukan kepada dunia agar berhenti menggunakan produk yang diproduksi oleh perusahaan bubur kertas tersebut.
 
"28 Januari,  adalah satu dekade deforestasi (pengrusakan hutan alam. Red) yang massif dan pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat lokal, APRIL mengumumkan kebijakan Pengelolaan Berkelanjutan yang dikenal dengan nama SFMP. Kebijakan tersebut kemudian direvisi pada tanggal 3 Juni 2015." Ungkap Woro Supartinah Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) kepada GAGASANRIAU.COM melalui surat eletronikanya Jumat (24/11/2017).
 
Dan kata Woro lagi, dengan kebijakan tersebut diharapkan praktek-praktek bisnis APRIL lebih memperhatikan persoalan lingkungan yang disebabkannya di masa lalu termasuk persoalan sosial di masa lalu ataupun yang masih terjadi, yang telah menyebabkan kerugian bagi hutan, gambut dan masyarakat.
 
Namun kata Woro, sejak kebijakan SMFP ini diluncurkan hingga sekarang, APRIL belum menunjukkan perubahan substansial. Selain bertanggungjawab pada konflik lahan dan konflik sosial yang masih terjadi.
 
 
"APRIL juga turut bertanggung jawab atas kebakaran besar di tahun 2015, perusahaan bubur kertas tersebut terus menghancurkan gambut, membuat publik mempertanyakan komitmen kebijakan keberlanjutan yang diluncurkannya" terangnya.
 
Perusahaan bubur kertas tersebut, menunjukkan komitmen yang lemah" ujar Woro.
 
Dan lanjut Woro, APRIL, melalui aktivitas pemasok utamanya dalam hal ini PT RAPP di Riau, secara konsisten menunjukkan ketidakpatuhan terhadap regulasi di Indonesia utamanya menyangkut pengelolaan dan perlindungan gambut.
 
Hal ini dapat dilihat saat menyikapi Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Perlindungan Gambut (PP 71/2014, direvisi menjadi PP 57/2016), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerbitkan aturan sebagai petunjuk teknis PermenLHK No 17/2017) yang membagi kawasan gambut menjadi 2 yakni kawasan lindung, dan kawasan budidaya.
 
Keluarnya aturan ini mensyaratkan seluruh perusahaan bubur kertas dan kertas untuk menyesuaikan dan merevisi Rencana Kerja Umum (RKU) dengan Peta Gambut yang dikeluarkan oleh KLHK.
 
Di bulan Oktober 2017 lalu , Menteri KLHK Siti nurbaya menyatakan bahwa RKU PT RAPP (pemasok jangka panjang APRIL) dibatalkan dan PT RAPP tidak lagi memiliki basis operasional untuk aktivitas mereka.
 
"Pembatalan RKU ini adalah bentuk ketegasan pemerintah akibat tidak diindahkannya beberapa peringatan yang telah disampaikan KLHK agar PT RAPP/APRIL menyesuaikan dan merevisi RKU mengacu pada aturan pengelolaan dan perlindungan gambut terbaru" tegas Woro.
 
"Bukannya mematuhi aturan dan merevisi RKU mereka, PT RAPP/APRIL mulai menyesatkan publik dengan menyatakan bahwa ijinnya dicabut dan mereka harus menghentikan operasional di lapangan dan akan menonpekerjakan pekerjanya" katanya lagi.
 
Dan Dikatakan Woro, akibat dari penggiringan opini publik tersebut, terjadi demo besar-besaran pada tanggal 23 Oktober 2017, yang diikuti oleh pekerja PT RAPP melalui Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, dan meminta pemerintah dalam hal ini KLHK untuk mencabut pembatalan RKU PT RAPP tersebut. Dengan menggunakan isu PHK sebagai tameng, , PT RAPP terus melanjutkan operasional di lapagan dan terus memproduksi dan mengekspor produknya.
 
"Ketidakpatuhan PT RAPP/APRIL pada peringatan KLHK ini menambah panjang daftar ketidakpatuhan terhadap aturan Indonesia lainnya dengan terus menghancurkan gambut, mengganggu kehidupan masyarakat, dan menghancurkan iklim" tukas Woro.
 
Ini juga menambah rekam jejak pelanggaran-pelanggaran lainnya di masa lalu termasuk terlibat dalam illegal logging, kasus korupsi perijinan, kebakaran di tahun 2015, penghindaran membayar pajak, dan keengganan mematuhi PP 57/2016 terkait pengelolaan dan perlindungan gambut.
 
"Jikalahari, sebuah LSM di Riau memperkirakan aktivitas APRIL di Riau mengakibatkan kerugian negara sebesar 52 Milyar Dolar Amerika sejak mereka beroperasi di Riau" terang Woro.
 
Selain itu, APRIL punya sejarah panjang dalam memanipulasi informasi dan melanggar komitmennya sendiri dengan menghancurkan kawasan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) dan mengembangkan area gambut.
 
"Berdasarkan kondisi tersebut, kami, menyampaikan surat ini untuk mengingatkan dan meminta pembeli produk dan investor dari APRIL untuk mendukung Pemerintah Indonesia, masyarakat terdampak, dan juga lingkungan dengan tidak mendukung APRIL dan melepaskan diri dari dukungan kepada PT RAPP/APRIL" pinta Woro.
 
"Kami juga mendesak seluruh pembeli APRIL untuk tidak membeli dari APRIL sampai APRIL menghentikan seluruh praktek-praktek destruktif, memperbaiki praktek pengelolaan, mematuhi seluruh regulasi, dan menyelesaikan semua dampak kerusakan kepada masyararakat dan lingkungan. Kami juga mendesak LSM lokal maupun Internasional termasuk yang saat ini mendukung komitmen APRIL, untuk menggunakan informasi pelanggaran ini untuk mendesak APRIL memenuhi komitmen keberlanjutan (SMFP) mereka, termasuk untuk mengelola
dan melindungi gambut" tutupnya.
 
Sementara itu Djarot Handoko Corporate Communication Manager PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP) saat dikonfirmasi ke nomor telepon genggamnya soal tuntutan organisasi masyarakat tersebut hingga berita ini dilansir belum memberikan jawaban secara resmi.
 
Editor Arif Wahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar