Riau

Grup APRIL & APP Mengubah Fungsi Hutan Jadi Lahan HTI Dengan SK Menhut 673 Tahun 2014

Alat berat baru selesai bekerja setelah panen di konsesi HTI PT Arara Abadi (Malako) pada titik koordinat NO'427.89''E102'20'37.53". Gambar dimabil 2 Oktober 2017 oleh tim EoF
GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Dua raksasa perusahan kertas yang beroperasional di Provinsi Riau, dikatakan oleh Koalisi Eyes on the Forest (EOF) bahwa Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673 Tahun 2014, hanya menguntungkan perusahaan Hutan Tanaman Industri. Yakni grup Asia Pacific Resources International Limited (APRIL) dan Sinar Mas Grup ataupun Asia Pulp & Paper (APP). 
 
Demikian disampaikan oleh Afdhal Mahyuddin perwakilan EoF kepada GAGASAN melalui pesan eletroniknya. Dimana ia menyebutkan bahwa pihaknya melakukan pemantauan di areal HTI yang mengalami perubahan fungsi kawasan hutan dari HPT menjadi HP untuk memastikan langsung apakah perubahan fungsi kawasan hutan dalam SK 673/Menhut-II/2014 telah dimanfaatkan beberapa pihak untuk melegalkan izin HTI.
 
Dikatakannya temuan EoF pada bulan September dan Oktober 2017 kemudian menjawab bahwa indikasi ini benar adanya. Ditemukan 29 perizinan HTI seluas lebih kurang 340.707.95 hektar yang diindikasikan mengalami perubahan fungsi kawasan hutan dari HPT menjadi HP milik grup Asia Pacific Resources International Limited (APRIL) ataupun AsiaPulp & Paper (APP/Sinar Mas Group). 
 
Dan katanya lagi, pekan ini katanya lagi, laporan investigative EoF terkait 29 perizinan HTI, seluas lebih kurang 340,707.95 hektar yang diindikasikan mengalami perubahan fungsi kawasan hutan dari HPT menjadi HP sesuai SK nomor 673/Menhut-II/2014 diterbitkan.
 
Secara geografis, konsesi-konsesi HTI itu terkelompok dalam 13 konsesi HTI di lansekapTesso Nilo-Rimbang Baling, 6 konsesi diblok Kerumutan, 3 konsesi di lansekap Bukit Tigapuluh, 6 konsesi HTI di wilayah Bengkalis dan Kepulauan Meranti serta 1 konsesi di Pulau Rupat.
 
"Mereka terafiliasi masing-masing dengan raksasa pulp dan kertas, APRIL, ataupun APP/Sinar Mas Group" ujarnya. 
 
Temuan EoF menegaskan adanya indikasi kuat pelegalan kawasan hutan melalui penerbitan SK Menteri No 673/2014, misalnya dari status HPT menjadi HP, sehingga konsesi yang sudah beroperasi tidak bisa dihentikan, meski mereka diduga bermasalah secara legalitas.
 
Dengan adanya perubahan fungsi HPT menjadi HP di Provinsi Riau melalui SK 673/2014, maka telah terjadi pelanggaran dan kuat di-indikasikan SK 673/2014 hanya untuk melegalkan HTI yang sudah telanjur eksis pada kawasan HPT.
 
EoF meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk memberikan evaluasi dan penindakan terhadap perusahaan pulp dan kertas karena telah mengembangkan HTI pada Hutan ProduksiTerbatas. 
 
Terkait dengan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), maka perlu diadakan evaluasi terhadap sertifikat SVLK yang dimiliki 29 perusahaan HTI oleh Pemerintah dan stakeholders SVLK yang relevan karena.
 
“kepastian status areal pemegang IUPHHK-HTI terhadap penggunaan lahan, tata ruang wilayah, dan tata guna hutan. tampaknya tidak bisa memberikan jaminan kepastian areal yang diusahakan" tutupnya.
 
Hingga berita ini dilansir GAGASAN berusaha untuk menghubungi pihak APRIL maupun APP.
 
Editor Arif Wahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar