Warga Riau Terserang ISPA, Jikalahari dan Walhi Gugat Perda 10/2018 ke MA
Foto ilustrasi kabut asap
GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) bersama Walhi Riau telah mendaftarkan Permohonan Keberatan (Judicial Review) ke Mahkamah Agung (MA RI), Kamis (8/8/19), terhadap Perda 10 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Prvovinsi Riau.
Permohonan JR didaftarkan langsung ke Mahkamah agung melalui kuasa hukum dan diterima oleh Supriadi, S.H., M.H. Kepala Seksi Penelaahan Berkas Perkara Hak Uji Materil Mahkamah Agung.
“Ini upaya untuk menghentikan perusakan lingkungan yang terjadi hari ini yang mengakibatkan bencana asap dan banjir yang terjadi hingga hari ini,” kata Okto Yugo Setiyo, Wakil Koordinator Jikalahari, Senin (12/8)
“Asap akibat karhutla sudah terjadi 2 minggu terakhir dengan nilai ISPU 153 ini artinya tidak sehat dan menyebakan 7.160 warga menderita ISPA. Kita tidak mau kejadian 2015 kembali terulang," terangnya
Hasil analisis Jikalahari melalui satelit Terra –Aqua Modis 5 – 11 Agustus 2019 hotspot di Riau berjumlah 424 titik dengan confidance diatas 70% ada 211 titik. “Hotspot paling banyak di konsesi HTI dan sawit, Perda RTRWP Riau mesti dicabut sebagai jalan memperbaiki buruknya tata kelola lingkungan hidup dan koreksi kejahatan korporasi,” kata Okto
Empat alasan mengapa Jikalahari dan Walhi Riau perlu melakukan JR Perda RTRWP Riau ke MA:
Pertama, Perda 10 Tahun 2018 mengalokasikan kawasan lindung gambut seluas 21.615 ha (0,43%) dari 4.972.482 ha lahan gambut di Riau sangat jauh dibawah ketentuan PP No. 71 Tahun 2014 jo. PP No. 57 Tahun 2016 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut dimana Provinsi harus mengalokasikan minimal 30% menjadi kawasan lindung. Hal tersebut juga bertentangan dengan SK 130/MENLHK/Setjen/PKL.0/2/2017 tentang Penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional, dimana Riau ditetapkan fungsi lindung seluas 2.378.108 ha.
Kedua, usulan perhutanan sosial seluas 112.330 Ha di Riau belum ditindaklanjuti Dirjen PSKL dengan alasan Perda RTRW Riau ha usulan Perhuanan Sosial harus mendapat rekomendasi dari DPRD Riau, padahal merujuk UU 41 No 1999 tentang Kehutanan jo Permen LHK No 83 Tahun 2016 tentang perhutanan sosial izin PS kewenangan MenLHK, tidak membutuhkan rekomendasi Gubernur dan pembahasan bersama DPRD.
Ketiga, mengambil kewenangan menteri LHK berupa mempersempit kewenangan Menteri LHK atas kawasan hutan. Perda RTRWP Riau mengalokasikan 405.874 ha kawasan hutan kedalam outline. Padahal perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan merupakan otoritas menteri LHK yang tidak dibatasi oleh outline selama itu berada dalam kawasan hutan merujuk pada UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan Jo PP No 104 tahun 2015 tentang Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan.
Keempat, Perda 10 tahun 2018 tidak diterbitkan berdasarkan KLHS yang terlah diberikan persetujuan validasi oleh KLHK.
“Kita berharap Permohonan Keberatan terhadap Perda 10 Tahun 2018 ini diterima oleh Mahkamah Agung dan diputuskan dengan seadil-adilnya. kita sudah mengumpulkan bukti-bukti yang cukup,” kata Riko Kurniawan, Direktur Walhi Riau
Editor: Arif Wahyudi
Tulis Komentar