Ekonomi

Himpitan Ekonomi Petani Inhil Panen Buah Kelapa Asal-asalan

Foto ilustrasi AgroFarm
Berdasarkan data perkebunan kelapa rakyat di Indragiri Hilir seluas 464.271 hektare. Dari luas tersebut 80 persen penduduk Indragiri Hilir menggantungkan hidupnya dari perkebunan kelapa. 
 
Luasnya perkebunan kelapa rakyat tersebut, perekonomian petani kelapa belum stabil dikarena harga jual kelapa masih naik turun. Ditambah lagi kondisi kebun kelapa rakyat mengkhawatirkan, tidak menghasilkan buah. 100.254 hektare kebun kelapa tua, rusak dan mati.
 
Menurut pemerhati kelapa, Edy Sindrang, rendahnya harga jual kelapa dikarenakan rendahnya mutu kelapa sehingga mempengaruhi harga jual kelapa itu sendiri. Pasalnya, masih banyak petani kelapa Inhil memanen kelapa asal-asalan sehingga hasil panen kelapa kualitas rendah. 
 
"Masih didapatkan kelapa yang dijual petani berupa kelapa bulat yang tumbuh, muda dan basah," 
 
Edy Sindrang mengungkapkan, tindakan petani memanen kelapa sebelum waktunya, dipengaruhi harga jual kelapa yang belum mampu menutupi perekonomian petani itu sendiri, ditambah lagi adanya tuntutan pembiayaan lainnya. Sehingga para petani mengambil cara singkat sebelum waktu panen tiba.
 
Petani kelapa seakan terjebak dengan keadaan, terpaksa memanen kelapa untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga untuk pembiayaan pemeliharaan kebun kelapanya sendiri terabaikan dan tidak akan berkembang.
 
Persoalan yang lebih mengkhawatirkan membuat industri kelapa di Indragiri Hilir kurang berkembang adalah panjangnya rantai pemasaran dan jeratan 'tengkulak'.
 
Akibat dari panjangnya rantai pemasaran dan banyaknya tengkulak, Edy Sindrang menilai petani kelapa kurang menikmati nilai ekonomis dari produksi kelapa yang menjadi harapan tumpuan untuk menghidupi keluarga mereka.
 
"Petani tidak begitu menikmati dari hasil produksi kelapanya sendiri. Banyak para tengkulak, rantai pasok yang panjang, kelembagaan lemah sehingga banyak lapis-lapis yang memperoleh rente ekonomi," 
 
Ketua Perpekindo Wilayah Riau, Burhanuddin berpendapat, petani kelapa Inhil dihadapkan berbagai permasalahan dimulai dari kondisi lahan perkebunan hingga pada peliknya persoalan harga komoditas dan pemasaran hasil perkebunan. Harga jual kelapa seakan disetir oleh perushaan besar ditambah lagi panjangnya mata rantai, harga komoditas kelapa yang selama ini masih tergantung pada harga CNO (Crude Cococnut Oil) di pasaran virtual Rotterdam Belanda. 
 
Hampir semua industri kelapa dalam dan luar negeri menggunakan patokan harga CNO Rotterdam sebagai patokan harga pembelian bahan baku industri, kecuali untuk bahan baku industri turunan kelapa organik. Petani kelapa merupakan mata rantai ketiga dalam pemasaran hasil perkebunan. Sehingga para petani terjebak di 'lingkaran setan' berhadapan dengan tengkulak tengkulak kelapa. Seharusnya petani kelapa dapat menjadi supplier bagi industri kelapa yang ada.
 
"Petani terlilit hutang pada 'toke'. Adanya ikatan petani kelapa dan pedagang pengumpul tingkat pertama yang  memberikan modal kerja. Hasil panen hanya cukup menutupi hutang,' sebut Burhanuddin
 
Petani panen asal-asalan menghasilkan kelapa bulat yang tumbuh, muda dan basah. Hal ini disebabkan karena sebagian besar area perkebunan kelapa merupakan dataran rendah dan lahan basah (Wetland). Hendaknya harus ada sosialisasi terhadap petani tentang kualitas kelapa yang baik dan penanganan pascapanen yang baik, sehingga bahan baku yang dihasilkan bisa diterima dipasaran.
 
Kurangnya perhatian petani terhadap kebun kelapa mereka, disebabkan tidak adanya kepastian pasar komoditas perkebunan kelapa dan fluktuasi harga yang naik turun secara ekstrim. Ini juga salah satu tidak adanya kelembagaan petani kelapa yang kuat. Belum adanya kelembagaan petani yang kokoh serta saling bersinergi dengan pemerintah dan industri untuk membantu meningkatkan harga jual kelapa.
 
"Kelembagaan dapat berupa Asosiasi Petani dari tingkat desa hingga kabupaten atau berupa Badan Usaha Milik Rakyat dan Koperasi. Industri kelapa yang ada belum mampu menyerap keseluruhan buah kelapa yang ada dari petani,"
 
APA YANG DI INGINKAN PETANI?
 
Petani kelapa yang ada di Indragiri Hilir saat ini merupakan petani kelapa generasi ketiga dari pendahulu yang membuka perkebunan kelapa secara swadaya. Dari pembukaan dan penentuan lahan perkebunan, pemilihan bibit kelapa, perawatan kebun, panen dan pengolahan pasca panen serta pemasaran hasil perkebunan selama tiga generasi dlakukan secara swadaya oleh petani.
 
 Sebagai petani kelapa generasi ketiga mengharapkan sertifikasi lahan perkebunan kelapa milik petani rakyat. Pengakuan secara hukum formal oleh negara atas lahan perkebunan kelapa yang dimiliki oleh petani kelapa rakyat sangat diperlukan, mengingat bahwa pada saat pembukaan lahan perkebunan kelapa oleh pendahulu hanya bermodalkan izin tebang dari kecamatan setempat, sehingga lahan perkebunan kelapa rakyat saat ini ada yang masih dalan status kawasan hutan dan dalam status hak huna usaha (HGU) perusahaan Sawit.
 
Standarisasi harga kelapa nasional. Tahun 2017 berbagai stakeholder kelapa bertemu secara nasional untuk membahas harga kelapa secara nasional. Telah disepakati harga kelapa saat itu sebesar Rp. 2610 per kg berdasarkan harga CNO Rotterdam dan biaya produksi petani. Harga tersebut belum termasuk nilai keuntungan oleh petani. Standarisasi harga ini tidak dapat di berlakukan karena belum adanya regulasi kelapa secara nasional.
 
Pengembangan hilirisasi kelapa terpadu berbasis korporasi petani. Petani kelapa rakyat sudah saatnya diarahkan pada usaha-usaha sektor hulu seperti meremajakan kelapa dengan varietas unggul lokal, varietas hybrida, varietas kopyor dan kelapa pandan wangi atau kelapa hijau, optimalisasi lahan perkebunan dengan tanaman yang sesuai dengan kondisi lahan dan keinginan pasar internasional. Adanya badan usaha yang dikelola oleh pemerintah setempat, seperti FAMA (Federal Agricultur Marketing Authority) Malaysia atau Badan Usaha Milk Rakyat (BUMR) dalam bentuk Koperasi atau UD yang membeli kelapa bulat petani pada tiap kecamatan untuk dikelola menjadi Kopra serta produk turunan lainnya atau dijual langsung ke industry dan pasar yang ada. Petani kelapa rakyat hanya fokus pada pengelolaan kebun kelapa dan tidak dilibatkan pada industry dan pemasaran.
 
Konsep terakhir di atas diharapkan dapat membuka lapangan kerja baru bagi generasi muda setempat pada beberapa kecamatan kluster kelapa yang menjadi sentra industri kecil Menengah (SIKIM) kelapa yang di bentuk oleh Korporasi Petani. Kecamatan kluster kelapa yang mempunyai Sentra Industri Kecil Menengah akan menopang satu  Kawasan Industri Kelapa yang berada di kabupaten. Kawasan industri kelapa ini hendaknya berada pada areal yang mempunyai infrastruktur memadai, berupa jalan darat, pelabuhan Kontainer atau pelabuhan ekspor. Adanya SIKIM dan kawasan industri kelapa ini diharapkan dapat mengurai permasalah kelapa di daerah ini.
 
Penulis: Daud M Nur


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar