Riau

RGE dan PT PSJ Diduga Terlibat Kejahatan Antar Negara

Gambar Ilustrasi (Foto Internet)
GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU — Organisasi lingkungan, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mendesak Mabes Polri dan Gakkum KLHK segera menetapkan grup perkebunan sawit Royal Golden Eagle (RGE), sebagai tersangka telah melakukan tindak pidana perusakan hutan berupa membeli atau menerima sawit illegal dari PT Peputra Supra Jaya paska putusan Mahkamah Agung (MA).
 
Dimana sebelumnya, MA melalui putusan No 1087K/Pid.Sus.LH/2018, menghukum PT PSJ pidana denda Rp 5 miliar, lahas seluas 3.323 dirampas dan dikembalikan kepada negara melalui Dinas Kehutanan Provinsi Riau c.q. PT Nusa Wana Raya karena PT PSJ terbukti menanam sawit tanpa memiliki izin usaha perkebunan.
 
Lahan seluas 3.323 hektar yang dikelola PT PSJ harus dieksekusi karena masuk dalam kawasan hutan, dari 3.323 hektar lahan yang dieksekusi, sebagian diantaranya merupakan lahan milik petani Desa Gondai yang dikelola oleh PT PSJ dengan skema KKPA.
 
Dikatakan Made, Koordinator Jikalahari kepada Gagasan Jumat (8//2020), berdasarkan hasil investigasi Eyes on the Forest pada Januari–Mei 2015, menemukan PT PSJ menjual CPO ke PT Sari Dumai Sejati Refinery dan PT Cemerlang Energi Perkasa. Dua perusahaan yang terafiliasi dengan Royal Golden Eagle (RGE) terbukti menerima CPO yang berasal dari perkebunan di dalam kawasan hutan.
 
Selain pidana perusakan hutan, kata made, Mabes Polri dan Gakkum KLHK juga harus menetapkan PT PSJ dan RGE yang telah melakukan tindak pidana pencucian uang, karena harta kekayaannya berasal dari tindak pidana perkebunan dan kehutanan.
 
“Selain menelusuri aliran uangnya, penegak hukum juga perlu menyasar lembaga jasa keuangan, salah satunya perbankan karena selama ini
menggelontorkan dana kepada korporasi yang melakukan tindak pidana kehutanan,” kata Made Ali Sabtu (8/2/2020).
 
Temuan TuK Indonesia, Grup RGE mendapat bantuan pendanaan dalam bentuk utang dan penjaminan dari bank luar negeri senilai US $ 3.675,46 miliar atau setara dengan Rp 47 triliun pada periode 2015 – Oktober 2019.
 
Bank-bank ini dominan berasal dari China diantaranya seperti Industrial and Commercial Bank of China, Bank of China, CITIC, China Eximbank, China Development Bank, Xiamen International Bank, China Merchants Group, Ping An Insurance Group, China Construction Bank, China Everbright Group, Shanghai Pudong Development Bank, Bank of Communications, Jackson
Financial Management, Bank of Shanghai dan Industrial Bank of Taiwan.
 
Selain China, bantuan pendanaan juga datang dari bank di Taiwan seperti Cathay Financial, Taishin Financial Group, Taiwan Cooperative Financial, E.SUN Financial, Mega Financial, Hua Nan Financial, Chang Hwa Commercial Bank, Land Bank of Taiwan, Taiwan Business Bank, Far Eastern International Bank, SinoPac Holdings, First Financial Holding, Fubon Financial dan Shanghai
Commercial & Savings Bank.
 
Mitsubishi UFJ Financial dari Jepang serta Hana Financial dan Yuanta Financial dari Korea Selatan turut memberikan penjaminan dan utang kepada RGE.
 
Ada juga Credit Suisse dari Swiss, First Abu Dhabi Bank dan Investment Corporation of Dubai dari Uni Emirat Arab, State Bank of India dan ICICI Bank dari India, Malayan Banking dari Malaysia, ABN Amro dari Belanda, Intesa Sanpaolo dari Italia, Krung Thai Bank dan East West Banking Corporation dari Singapura serta Banca Monte dei Paschi di Siena Spanyol.
 
“Ini kejahatan lintas negara, oleh karenanya aliran dananya juga harus dikejar hingga di luar yurisdiksi Indonesia,” kata Made Ali.


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar