Daerah

Isu Pengangkatan Jafee Suardin Sebagai Dirut PHR Sarat Kepentingan Politik

Jafee Suardin

GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Adanya isu Jafee Suardin menjadi Direktur Utama (Dirut) Pertamina Hulu Rokan (PHR) kian merebak. Hal ini diketahui melalui surat Pertamina kepada SKK Migas tentang rekomendasi menteri BUMN yang menunjuk Jafee Suardin mengganti RP Yudantoro  sebagai Dirut PHR. 

Surat ini pun sempat viral di media sosial dan menjadi perdebatan panjang karena rekam jejak Jafee yang belum teruju di industri hulu Migas. Jafee Suardin diketahui baru di industri migas tanah air, jabatan Deputi Perencanaan SKK Migas  yang diembannya sejak tahun 2017 tersebut disinyalir didapat melalui kedekatannya dengan Archandra Tahar (AT) yang notabene merupakan mantan Wakil Menteri ESDM.

Berdasarkan data yang dihimpun, dirinya tercatat telah bekerja selama tujuh tahun sebagai engineer di bidang keselamatan kerja (HES) pada proyek di Shell Oil. Catatan tersebut dianggap belum memiliki pengalaman yang cukup untuk memimpin industri Migas sebesar blok Rokan dengan operasi yang sangat komplek. 

Rencana pengangkatan Jafee sebagai Dirut PHR tersebut mendapat perhatian khusus bagi masyarakat Melayu Riau. Seharusnya, Jabatan krusial tersebut jatuh kepada putra daerah yang lebih memahami dan mengerti situasi blok Rokan saat ini.

“Kami Masyarakat Melayu menilak jadi penonton di negeri kami sendiri, lebih baik mati berdiri daripada hidup bertekuk lutut,” ujar Panglimo Blok Rokan.
 
Kedekatan dengan AT dengan Petinggi Negri ditenggarai sebagai alasan Jaffe dapat menduduki dirut PHR di masa kritis menjelang alih kelola blok rokan pada tanggal 08 Agustus 2021. Jika dipilih secara objektif, masih banyak praktisi perminyakan yang lebih dan berkompeten bekerja di industri migas dan memimpin blok Rokan baik dari Chevron (CPI) sendiri maupun dari Pertamina.

Sebagai pembanding, Dirut PHR saat ini Yudantoro sudah melakukan transisI lebih dari 2 tahun dalam alih kelola blok Rokan. Yudantoro dalam pengalamannya sudah lebih dari 30 tahun bergelut di industri Oil  dan gas di republik ini. Dengan track record pernah menjadi direktur dan Vp Pertamina di berbagai Area. Catatan tersebut sangat timpang dibanding milik Jaffe Suardin sendiri tidak pernah memimpin lamgsung daerah operasi Migas manapun di Indonesia.

Presiden RI didesak untuk membatalkan penunjukan Jaffe  sebagai Dirut PHR. Pengangkatan Jafee sarat akan KKN dan kepentingan serta tanpa melalui fit and propert test. 

Jika syarat menjadi dirut PHR hanya lulusan luar negeri, sangat banyak praktisi migas dan dosen yang PHD luar negeri dan sudah proven. Dinilai pengalaman akademis saja tidak cukup tanpa pengalaman operasional yang mendukung dalam memimpin Blok Rokan. Selama memimpin SKK Migas, Jafee kerap dianggap tidak berhasil dan cenderung banyak belajar kepada stafnya di SKK migas.

Leadership yang egosentris menjadikan Jaffe diangap sok tau di industri ini, termasuk idenya yang mentargetkan produksi Migas 1 juta barel yang tidak berlandaskan data ilmiah. Padahal hal ini banyak di tentang oleh ahli migas tanah air, seperti Andang Bachtiar.

Panglima Blok Rokan menyarankan, agar sebaiknya pemerintah tetap dapat mempertahankan alih kelola ini sampai 8 Agustus 2021.

“Setelah berjalan 6 bulan-1 tahun, barulah dilakukan seleksi dirut PHR yang kompeten dan kapabel untuk melanjutkan kepemimpinan di Blok Rokan,” pungkasnya.

Reporter: Nurwalidaini


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar