Ekonomi

Pemkab Inhil Perlu Terapkan Program Hilirisasi Kelapa

Dr. Siti Wardah, ST., MT

GAGASANRIAU.COM, TEMBILAHAN - Beberapa bulan ini masyarakat Indragiri Hilir mengalami gejolak akibat turunnya harga jual kelapa bulat yang berkisar Rp1.500 hingga Rp1.300 perkilogram di setiap daerah.

Turunnya harga jual kepala itu akibat dampak perusahaan industri yang tak mampu menyerap buah kelapa petani termasuk PT Sambu. Penjualan produksi turunan kelapa menurun dampak krisis ekonomi global.

Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Siti Wardah, ST., MT Dosen di Prodi Teknik Industri Universitas Islam Indragiri (UNISI), krisis ekonomi global bisa berdampak kepada industri pengelolaan kelapa seluruh Indonesia, tak terkecuali di Inhil.

"Salah satu terkena imbasnya adalah kelapa dan produk turunannya (santan, minyak goreng, minuman air kelapa, kelapa parut, dan sebagainya)," ungkap Dr. Siti Wardah, ST., MT, Senin (4/7).

 Baca Juga: Jual Kelapa Sulit, Praktisi Hukum Pertanyakan Pelaksanaan Perbup Tata Niaga

Saat ini PT Sambu Grub yang beroperasi di Inhil membatasi daya tampung pemasok (pengumpul/pancang), atau membatasi kuota pembongkaran 40 ton perharinya. Sehingga terjadinya antrian panjang pompong bongkar muat kelapa. 

Dengan kondisi ini perusahaan menurunkan jumlah hasil produksi, agar tidak membebani keuangan dan kerugian, serta untuk memelihara keberlanjutan usaha. Secara otomatis akan menyesuaikan dengan dinamika pembelian bahan baku industri.

Kondisi ini berdampak kepada perekonomian masyarakat petani, karena hasil panen kelapa tidak terserap, menimbulkan kerugian besar bagi petani kelapa Inhil yang menjadi beban dan tantangan sendiri bagi perusahaan untuk improvisasi memelihara keseimbangan antara aspek permintaan dengan aspek persediaan.

Dengan fenomena lesunya harga jual kelapa tersebut, maka Dr. Siti Wardah, ST., MT mengimbau kepada Pemkab Inhil menerapkan progran hilirisasi kelapa berbasis produk lokal yang dibutuhkan oleh masyarakat lokal itu sendiri. Karena kelapa merupakan komoditas potensial di Kabupaten Inhil. 

Produksi kelapa kelapa saat ini memiliki harga yang rendah karena daya tampung pemasok (pengumpul/pancang) melebihi kapasitas produksi kelapa dari petani karena produksi kelapa memasuki siklus empat tahunan dengan memproduksi buah sekitar 2-4 kali lipat dari buah sebelumnya. 

 Baca Juga: Jual Kelapa Semakin Sulit, Selamatkan Petani dari Kebijakan PT Sambu Grub

Selain itu, pada industri terjadi penurunan pasar produk yang di produksi sehingga industri tidak bisa menampung kelapa dalam jumlah besar karena bahan baku kelapa bersifat bulky yaitu mengambil banyak tempat, voluminous yaitu membutuhkan ruang atau tempat yang cukup besar dan perishable yaitu bahan baku kelapa memiliki daya simpan yang tidak lama dan mudah busuk sehingga menjadikan pemasok buka tutup penerimaan kelapa. 

"Untuk menjawab tantangan tersebut dibutuhkan pengembangan hilirisasi. pengembangan hilirisasi yang dilakukan perlu memperhatikan target pasar yang dinginkan. Kemudian jenis produk yang diinginkan dari target pasar tersebut agar produk tersebut dapat berkelanjutan," papar Doktor kelahiran Desa Benteng, Kecamatan Sungai Batang tersebut.

Pengembangan hilirisasi Kelapa di Inhil sebaiknya produk yang dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat dengan jumlah penduduk 658.025.000. Salah satu jenis produk kelapa yang potensial adalah minyak goreng. Minyak goreng kurang lebih 36 bulan dan gula kelapa dengan umur simpan kurang lebih 18 bulan.

Hal ini bisa dilihat dari data BPS permintaan minyak goreng perkapita sebesar 0,228 liter dan gula kelapa perkapita sebesar 0,134 ons. Selain itu, jika digalakkan gula pasir yang selama ini di impor dari Thailand, Australia, Korea Selatan, Malaysia, Singapura, Brazil dan lainnya di substitusi dengan gula kelapa yang memiliki index glikemik yang rendah maka akan terjadi penambahan konsumsi perkapita 1,272 ons.

"Dengan melihat permintaan tersebut, sebenarnya peningkatan pengembangan hilirisasi kelapa sangat potensial di Inhil," tegasnya.

Selanjutnya, katanya lagi, sebaiknya pengembangan hilirisasi minyak goreng dan gula kelapa perlu di produksi secara massal dan teknologi yang memiliki yield yang tinggi oleh industri agar diperoleh biaya produksi yang murah sehingga bisa memiliki harga jual minyak goreng sekitar Rp 22.000-30.000 dan gula kelapa sekitar Rp25.000-27.000.

"Dengan terserapnya bahan baku kelapa dan harga stabil sehingga petani memiliki semangat untuk meningkatkan produktivitas kelapanya," paparnya lagi.

Lebih lanjut Dr. Siti Wardah, ST., MT memaparkan, dengan peningkatan hilirisasi sesuai dengan kebutuhan konsumsi sehari-hari masyarakat di Kabupaten Indragiri Hilir diharapkan dapat meningkatkan tingkat keberlanjutan komoditas kelapa di negeri hamparan kelapa dunia.

Peningkatan hilirisasi kelapa, jangan sampai meniadakan industri yang ada sehingga perlu analisa supply dan demand dari kebutuhan industri yang ada sehingga peningkatan hilirisasi kelapa yang dilakukan dapat berkelanjutan.

"Selain itu, penjualan produk dari industri yang ada perlu melakukan inovasi produk yang diminati oleh pangsa pasar luar negeri," katanya lagi.

Penerapan program hilirisasi kelapa tersebut untuk mencarikan solusi agar masyarakat petani terbantu perekonomiannya dalam memproduksi hasil pertaniannya yang akan diolah menjadi bahan baku siap konsumsi dan akan dipasarkan ke seluruh Indonesia dan luar negeri. 

Penulis: DaudMNur


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar