Lingkungan

Manusia Silver Lampu Merah Batang Tuaka Tembilahan

Manusia silver di lampu merah Jalan Batang Tuaka Tembilahan. (Dok.Daud/Gagasanriau).

FEATURE - Lampur merah dan bunyi klakson pengendara sepeda motor mengawali pertemuan saya dengan sesosok laki-laki terlihat berkilauan di bawah sinar matahari, tubuh mengkilap berbalut silver.

Dari ujung rambut sampai ujung kaki semua ber-poles cat berwarna perak, membawa kotak kardus di perempatan lampu merah Jalan Batang Tuaka Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau.

Sosok tersebut ternyata badut atau manusia silver yang rela melumuri seluruh tubuhnya dengan cat agar terlihat tak biasa. Kehadiran badut di Tembilahan mewarnai jalanan dan menarik mata di persimpangan lampu merah Batang Tuaka.

Manusia silver itu bernama Ari berumur 27 Tahun saat itu menenteng kotak kardus menunggu pengendara yang berhenti saat lampu merah menyala dan mendekati pengguna jalan berharap uang recehan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Ari merupakan warga Provinsi Jambi itu mengaku menjadi manusia silver keliling Kabupaten Kota dan Provinsi untuk biaya sekolah ketiga adiknya dan menghidupi satu orang tuanya. Ia menjadi tulang punggung keluarga sejak orang tua laki-laki meninggal dunia.

"Kami hanya semata-mata mencari rezeki untuk biaya sekolah ketiga adiknyadik dan menghidupi orang tua perempuan kami," kata Ari saat diwawancarai, Selasa (14/3/2023).

Adik kandung Ari, Alma berumur 18 Tahun juga ikut melumuri tubuhnya dengan cat berwarna perak berdiri melakukan atraksi di lampu merah Jalan Batang Tuaka berjibaku dengan panasnya sinar matahari, dinginnya hujan rintik-rintik di sore Selasa itu.

Alma mengaku ikut menjadi badut jalanan itu untuk membantu abang kandungnya mencari rezeki. Ia rela meninggalkan pendidikan karena tidak ada pilihan lain akibat kerasnya kehidupan sejak orang tua laki-lakinya meninggal dunia.

Kedua adil beradik itu mencari keberuntungan mengharap belas kasihan para pengendara di persimpangan jalan. Mereka mengaku sekali mangkal menjadi manusia silver mampu mengumpulkan uang Rp.80.000 hingga Rp.150.000 perhari.

"Alhamdulillah sehari bisa terkumpul puluhan sampai ratusan lah bang," tutur Alma.

MANUSIA SILVER SEBAGAI KRITIK SOSIAL KESENJANGAN EKONOMI

Pendapatan pemerintah menurun seiring dengan pendapatan masyarakat. Terutama bagi masyarakat menengah kebawah yang memang sejak awal pendapatannya tidak begitu besar, sehingga tidak menutup biaya hidup.

Hal ini menjadikan masyarakat kelas menengah kebawah kesulitan untuk mencari penghasilan demi bertahan hidup saat ini. Salah satu yang menjadi solusi alternatif yang diambil sebagian masyarakat adalah dengan menjadi manusia silver.

Mereka memanfaatkan orang yang berhenti di lampu merah kemudian menari nari dan kemudian meminta sumbangan seikhlasnya. Bagi tidak suka, hal ini sangat mengganggu karena ditengah hiruk-pikuk di jalanan.

Namun dibalik itu semua, maraknya kedua fenomena ini justru merupakan kritik sosial bagi pemerintah dan seisinya atas kurangnya lapangan kerja yang tersedia sampai mereka harus menekuni pekerjaan sebagai manusia silver dan badut lampu merah.

Hal ini merupakan bentuk pemberontakan dan hasil dari minimnya lapangan kerja yang tersedia, apalagi dengan adanya pandemi yang menyebabkan ekonomi menurun. Sedikitnya lapangan kerja membuat masyarakat harus rela berpanas-panasan di lampu merah.

Perlu adanya upaya solutif dari pemerintah untuk mengatasi fenomena yang bisa dikatakan sudah terlalu menjamur ini hingga cukup menggangu aktifitas masyarakat. Kedua hal tersebut yang dulu disebut sebagai seni jalanan karena keunikannya dan usaha yang tidak mudah.

Masyarakat harus memang dari sisi kemanusiaan, karena mereka juga butuh hidup. Dan pemerintah harus mencarikan solusi agar mereka bisa memenuhi kebutuhan keluarganya.

 

Penulis: DaudMNur

(Artikel ini milik Gagasanriau.com, dilarang copy paste tanpa persetujuan Redaksi)


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar