Daerah

Hakim Konstitusi Diawasi Majelis Kehormatan Secara Permanen Pasca Perppu Ditandatangani

[caption id="attachment_5022" align="alignleft" width="300"]ilustrasi sidang di MK ilustrasi sidang di MK[/caption]

gagasanriau.com ,Jakarta-Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Kamis (17/10) di Yogyakarta, telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, atau yang sering kali disebut Perpu Penyelamatan Mahkamah Konstitusi (MK).

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan, Gedung Agung, Yogyakarta, Kamis (17/10) malam mengatakan, Perpu tersebut memuat tiga hal penting, yaitu persyaratan Hakim Konstitusi, proses penjaringan dan pemilihan Hakim Konstitusi, dan pengawasan Hakim Konstitusi.

Tentang persyaratan pengajuan calon hakim konstitusi, kata Djoko, Perpu menambahkan ketentuan dalam Pasal 15 Ayat 2 huruf I Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi, yakni syarat Hakim MK tidak menjadi anggota partai politik paling singkat 7 (tujuh) tahun.

Adapun mengenai proses penjaringan dan pemilihan hakim MK sesuai Pasal 19 UU MK dinyatakan “Pencalonan hakim konstitusi dilaksanakan secara transparan dan partisipatif”, yang dalam penjelasannya menyatakan, “Berdasarkan ketentuan ini, calon hakim konstitusi dipublikasikan di media massa baik cetak maupun elektronik, sehingga masyarakat mempunyai kesempatan untuk ikut memberi masukan atas calon hakim yang bersangkutan”.

Dalam Perpu, kata Djoko, sebelum ditetapkan oleh Presiden, pengajuan calon Hakim Konstitusi oleh Mahkamah Agung, oleh DPR, dan atau oleh Presiden, terlebih dahulu dilakukan proses uji kelayakan dan kepatutan oleh panel ahli yang dibentuk oleh Komisi Yudisial.

Panel ahli tersebut, kata Djoko, beranggotakan tujuh (7) orang  terdiri atas satu orang yang diusulkan oleh MA, satu orang yang diusulkan oleh DPR, satu orang diusulkan oleh pemerintah, dan empat orang yang dipilih oleh Komisi Yudisial (KY) berdasarkan usulan masyarakat yang terdiri atas: mantan hakim konstitusi, tokoh-tokoh masyarakat, akademisi hukum maupun praktisi hukum.

Adapun menyangkut perbaikan sistem pengawasan yang lebih efektif, menurut Djoko, dalam Perpu ini dilakukan dengan membentuk Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi yang sifatnya permanen. Tidak seperti saat ini, Majelis Kehormatan hanya bersifat ad-hoc.

Pembentukan Majelis Kehormatan tersebut, kata Djoko, tetap menghormati independensi hakim konstitusi dalam memutus perkara. Oleh karena itu, Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi, dibentuk bersama oleh Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial dengan susunan keanggotaan sbb: satu orang mantan hakim konstitusi, satu orang praktisi hukum, satu orang akademisi bidang hukum, dan satu orang tokoh masyarakat.

“Dalam menjalankan tugasnya, dibutuhkan sekretariat  yang mengelola rumah tangga maupun administrasi di lingkungan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Sekretariat tersebut, berkedudukan di Komisi Yudisial,” ungkap Menko Polhukam.

Kembalikan Kepercayaan Masyarakat

Pada awal penjelasannya, Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan,ada sejumlah argumentasi dikeluarkannya Perpu MK ini. Pertama, Perpu dibuat untuk menyelamatkan MK secara kelembagaan. Kedua, membantu MK untuk mengembalikan kepercayaan yang hilang dari masyarakat. Hal ini juga sebagai langkah antisipasi menghadapi pemilihan umum (pemilu) 2014.

Pemerintah meyakini bahwa peran MK dalam mengawal pemilu 2014 akan sangat penting terutama dalam meyelesaikan persengketaan hasil pemilu. “Dengan dikeluarkannya Perpu ini, MK diharapkan dapat menjalankan tugas dan kewenangannya lebih baik”, Menko Polhukam menambahkan.

Ketiga, Penyusunan Perpu ini telah melibatkan bukan hanya dari Kabinet Indonesia Bersatu II namun juga para guru besar tata negara, mantan Hakim MK, serta pakar penyusun perundang-undangan.

Mengenai kemungkinan dilakukannya judicial review oleh MK,Menko Polhukam Djoko Suyanto meyakini semua pihak paham kinerja MK juga harus diawasi oleh Majelis Kehormatan yang sifatnya lebih permanen.

"Saya tidak berandai-andai apakah bisa di judicial review tetapi lihat saja semangatnya untuk memperkuat MK dan meningkatkan confident dari hakim MK sehingga mereka dapat menjalankan tugasnya dengan baik," lanjut Djoko.

Ia menjelaskan, Perpu yang ditandatangani oleh Presiden SBY ini penting dikeluarkan untuk memperkuat MK. Sebab, MK sebagai lembaga negara harus ada fungsi kontrol yang jelas. "Kita lihat semangatnya untuk memperkuat MK," kata Djoko.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, ssuai kesepakatan dengan para pimpinan lembaga negara, yaitu Ketua MPR Sidharto Danusubroto, Ketua DPR Marzuki Ali, Ketua DPD Irman Gusman, Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki, Ketua Mahkamah Agung (MA) M. Hatta Ali, dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) sebagai salah satu langkah menyelamatkan Mahkamah Konstitusi (MK) paska penangkapan Ketuanya Akil Muchtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Setkab


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar