GagasanRiau.Com Pekanbaru - Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Provinsi Riau mustahil dicegah jika izin-izin perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) maupun perkebunan sawit tidak ditinjau ulang. Selain itu juga tindakan hukum kepada perusahaan yang terbukti konsesinya terbakar masih lemah justru dibebaskan.
Hal ini diungkapkan oleh politisi dari Partai Demokrat Kabupaten Pelalawan Abdul Anas Badrun menyikapi masih maraknya Karhutla di Provinsi Riau tahun 2016 ini.
"Bagaimana mungkin Karhutla ditumpas, pihak perusahan yang ternyata melakukan pembakaran lahan sampai saat ini, masih belum ditindak tegas, kalau pun sampai di pengadilan ya bebas. Yang ujung-ujung tetap masyarakat miskin yang disalahkan" kritik Anas melalui akun Facebook nya kepada GagasanRiau.Com Sabtu (9/7/2016).
Ditambahkan Anas, sementara lahan masyarakat yang dikelola oleh perusahaan tidak ada kontribusi ke masyarakat. Jika pemerintah benar-benar ingin memberantas Karhutla mulai dengan melakukan evaluasi terkait perizinan yang dikantongi perusahaan.
"Apakah sudah dilibatkan masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan bagi hasilnya, dan apakah dalam kegiatan pihak perusahaan benar-benar memiliki peralatan dan personil menangani Karhutla sesuai SOP (Standar Operation Procedure. Red), evaluasi secara kontinue, misalnya setahun sekali" tegas Anas.
"Dan petugas dari pihak Pemda dan yang terkait betul-betul melakukan pengawasan bukan sebaliknya main mata. Jika terbukti pihak perusahaan didapati melanggar dan melakukan Karhutla selain sanksi pidana, cabut seluruh perizinan terkait operasionalnya. Tentu ini dilakukan sungguh-sungguh bukan hanya manis dibibir saja" tegasnya.
Berdasarkan rilis terbaru, BMKG Pekanbaru merilis keberadaan titik panas di Riau mencapai 18 titik pada Sabtu sore (9/7). Selain di Pelalawan dan Siak, titik panas turut terpantau di Bengkalis, Dumai, Rokan Hilir, Rokan Hulu, dan Indragiri Hilir.
Reporter Ginta Gudia