Daerah

Laporkan Ke Polisi Wartawan Gadungan !!!

Gagasanriau.com Pekanbaru-Makin maraknya perkembangan dan pertumbuhan media pemberitaan mulai dari media berbentuk fisik media cetak seperti koran hingga media elektronik radio televisi dan media siber (media online) membuat makin banyak wartawan bermunculan, namun hal tersebut belum tentu sesuai dengan aturan yang berlaku seperti uu pers dan ketentuan kode etik jurnalistik.

Terkait fenomena tersebut, Ketua Serikat Pekerja Surat Kabar (SPS) Provinsi Riau, Supriyadi meminta masyarakat untuk segera melaporkan wartawan gadungan pada polisi karena aksi mereka cenderung telah merugikan daerah.

"Mari kita nyatakan perang terhadap wartawan gadungan tersebut, kalau tidak diantisipasi dari sekarang maka aksi mereka akan meluas dan merusak profesional pers," kata Supriyadi pada acara "gathering wartawan BPJS Kesehatan Divre II Sumbagteng" di Pekanbaru, Senin.

Kegiatan temu wartawan yang bertema "sinergi dalam komunikasi publik untuk Indonesia yang lebih sehat" dan digelar pada 21-23 Desember 2014 itu diikuti 36 wartawan dari Provinsi Riau, Jambi, Sumbar dan Kepulauan Riau, serta Ketua PWI asal empat provinsi tersebut.

Menurut dia, bagi polisi menangkap wartawan gadungan cukup gampang yang dilandaskan dengan UU Pokok Pers No 40 tahun 1999 pasal 9 ayat 2 yang menyatakan bahwa setiap media yang baru didirikan harus berbadan hukum Indonesia (berbentuk PT atau Yayasan) sebagai syarat untuk memenuhi legalitasnya.

"Mirisnya justru sekarang sudah banyak media online, namun tidak diketahui badan hukumnya. Di Riau tercatat 150-an media online namun belum memenuhi persyaratan UU Pokok Pers,"katanya dan menambahkan dari 150-an media online tersebut hanya 10 persen saja yang sudah berbadan hukum selebihnya memanfaatkan kepentingan pribadi.

Supriyadi mengaku memang repot untuk menertibkan wartawan gadungan dan media online tersebut, karena mereka justru berada di luar oganisasi PWI.

Naifnya, wartawan gadungan justru banyak berasal dari preman, tukang becak, dan mereka sama sekali tidak pernah bersentuhan dengan media masuk ke luar kantor mengaku wartawan dan melakukan pemalakkan.

Sementara itu dalam meningkatkan kompetensi dan kualitas wartawan, mereka harus terus menerus mengasah keterampilannya, patuh dan taat pada kode etik jurnalistik.

"Ingatlah ibarat, kaki seorang wartawan kini berada satu di penjara dan satu lainnya di luar penjara jika bekerja tidak profesional. Apalagi masyarakat kini sudah kritis, cerdas dan sadar hukum," katanya.

Ia memandang bahwa kelemahan para "kuli" tinta itu, tidak banyak yang memahami kode etik, kendati mereka sudah bekerja pada media berbadan hukum.

Sedangkan profesi wartawan sendiri adalah, orang yang melakukan kegiatan jusrnalistik, mencari informasi dan menyebarkan informasi tersebut. Wartawan harus bekerja sesuai dengan kode etik jurnalistik.

"Dan jika enam bulan berturut-turut mereka tidak aktif lagi dalam kegiatan jurnalistik maka status sebagai wartawan dicabut dan yang bersangkutan adalah non wartawan,"katanya.

Arif Wahyudi sumber antara


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar