Amril Mukminin dan Zul As Tak Kunjung Ditahan, LBH Tuah Negeri Nusantara Somasi KPK
Dedi Harianto Lubis SH, Wakil Ketua LBH Tuah Negeri Nusantara
GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tuah Negeri Nusantara yang berkantor di Kota Pekanbaru menyampaikan somasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga anti rasuah tersebut dinilai telah mencederai penegakkan hukum di Indonesia lantaran dua Kepala Daerah masing-masing Bupati Bengkalis Amril Mukminin dan Zulkifli Adnan Singkah, selaku Wali Kota Dumai hingga kini tak jelas nasibnya usai ditetapkanTersangka korupsi.
"Sudah kami kirim somasi tersebut, ke Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav. K4, Guntur, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan 12950, Indonesia " ungkap Dedi Harianto Lubis SH, Wakil Ketua LBH Tuah Negeri Nusantara ini kepada Gagasan Rabu (16/10/2019).
Intinya tegas Dedi, dalam somasi tersebut mereka meminta komitmen dan keseriusan KPK dalam penegakan hukum terutama terhadap dua kepala daerah di Riau yang hingga kini tak jelas nasibnya tersebut. "Padahal mereka (Amril Mukminin dan Zul As. red) sudah ditetapkan Tersangka," ujar Dedi.
Diterangkan Dedi, jika memang Amril Mukminin dan Zul As tidak terbukti dalam kasus yang dipersangkakan, hendaknya KPK mencabut status kedua kepala daerah tersebut agar prasangka buruk kepada lembaga anti rasuah tersebut tak terjadi.
Kemudian lanjut Dedi, jika memang dua kepala daerah itu sudah memenuhi unsur sebagai Tersangka Korupsi, LBH Tuah Negeri Nusantara tegasnya meminta agar KPK segera menjebloskan mereka ke dalam penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Jangan seperti saat ini, dibiarin tanpa kejelasan nasibnya, berlarut-larut, bahkan mereka bisa menjalankan roda pemerintahan dengan status tersangka korupsi, masak tersangka korupsi masih bisa membuat kebijakan dalam pemerintahan ? mengatur anggaran pun mereka bisa," tegas Dedi.
Untuk itu tegas Dedi, somasi yang mereka kirimkan ke KPK tersebut semata-mata bentuk dukungan kepada lembaga anti rasuah tersebut untuk memberantas korupsi.
"Selain itu juga agar persepsi masyarakat terhadap KPK terus terjaga bahwa lembaga anti rasuah tersebut benar bersih dan komitmen memberantas kejahatan kerah putih di Bumi Nusantara ini" tutup Dedi.
Sepekan yang lalu, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Zulkifli AS, Wali Kota (Wako) Dumai, Jumat (4/10). Pemanggilan orang nomor satu di Kota Dumai itu dalam rangka pemeriksaan untuk penyidikan dugaan korupsi suap kepada mantan pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan dugaan menerima gratifikasi.
Zulkifli AS telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dua dugaan korupsi tersebut.
Zulkifli AS sudah pernah diperiksa oleh penyidik KPK atas statusnya sebagai tersangka. Yang mana, dalam pemeriksaan awal itu, Zulkifli diperiksa terkait tugas dan wewenangnya dalam jabatannya sebagai Wako Dumai, dan juga meminta laporan kekayaannya.
Penetapan tersangka terhadap Wako Dumai itu setelah KPK melakukan penyidikan dan penggeledahan di rumah dinas dan kantor Wako Dumai. Zulkifli diduga memberikan uang sebanyak Rp550 juta kepada pejabat Kemenkeu, Yaya Purnomo, untuk mengurus anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Dumai, APBN-P tahun 2017 dan APBN tahun 2018.
Sedangkan perkara gratifikasinya, Kader Partai Nasional Demokrat (NasDem) itu, diduga menerima uang sebanyak Rp50 juta dan fasilitas hotel di Jakarta.
Untuk perkara pertama yaitu suap, Zulkifli diduga memberikan Rp 550 juta ke Yaya untuk mengurus anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P tahun 2017 dan APBN tahun 2018 Kota Dumai.
Kemudian untuk perkara kedua yaitu gratifikasi, Zulkifli diduga menerima gratifikasi berupa uang Rp 50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta.
Untuk perkara pertama, Zulkifli disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan untuk perkara kedua, Zulkifli dijerat dengan Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dan dalam kasus Bupati Bengkalis, KPK menetapkan Amril Mukminin sebagai tersangka dalam perkara dugaan penerimaan suap atau gratifikasi terkait proyek multiyears pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning, Kabupaten Bengkalis. Hal itu dikatakan oleh Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (16/5/2019).
Amril kata KPK, diduga menerima uang dengan nilai total sekitar Rp 5,6 miliar terkait kepengurusan proyek tersebut.
Pemberian uang itu diduga berasal dari pihak PT CGA selaku pihak yang akan menggarap proyek tersebut.
Duit itu diterima Amril agar bisa memuluskan proyek tahun jamak pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning Tahun 2017-2019.
Dalam kasus dugaan suap itu, Amril disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau hurut b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tulis Komentar