Riau

Tuding Aparat Hukum Hambat Pembangunan, Wako Pekanbaru Harusnya Bangun Sinergistas Bukan Malah Sebaliknya

Pengamat Politik dari Universitas Riau, Saiman Pakpahan
GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Saiman Pakpahan, pengamat politik dari Universitas Riau (Unri) menilai pernyataaan Wali Kota Pekanbaru, Firdaus yang menyebutkan bahwa aparat hukum menghambat pembangunan justru menciptakan masalah baru dan melahirkan stigma buruk terhadap lembaga kepolisian. Apalagi yang dilaporkan itu aparat kepolisian kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri). Hal itu justru ada indikasi praktik adu domba, dengan menciptakan ketidakpercayaan antara pimpinan dan bawahan.
 
"Urusannya pada penegakan hukum. Polisi menegakkan hukum pakai kacamata kuda. Dalam konsteks sinergitas dan pemahaman bersama, persoalan tidak apa-apa ini. Asal jangan sampai ada stigma polisi menghambat. Jadi salah kalau begini. Yang dilaporkan polisi di daerah, melapor ke polisi di Jakarta. Sama aja, sama-sama polisi" ungkap Saiman kepada Gagasan Kamis pagi (19/12/2019).
 
Namun kata Saiman, pernyataan Firdaus itu mudah-mudahan saja bukan atas kepentingan pribadi, lantaran proyek-proyeknya terancam diusut penegak hukum lantas membawa-bawa isu pembangunan.
 
Menurut Saiman, hendaknya anggota yang tergabung dalam organisasi dinaungi Firdaus yakni Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) harus bisa memastikan juga apakah pernyataan Wali Kota Pekanbaru itu benar-benar mewakili kepentingan anggotanya atau hanya manuver pribadi semata.
 
Pasalnya kata Saiman, pernyataan Firdaus menuding bahwa aparat hukum menghambat pembangunan dan membuat gerah kemudian disampaikan kepada Jenderal Idham Azis selaku Kapolri sangat rentan memicu hubungan tidak harmonis sesama Forkompinda di seluruh Indonesia.
 
"Apalagi pertemuan dan hasil-hasilnya itu disampaikan ke publik melalui situs resmi milik Pemko Pekanbaru, itu kan tidak semua bisa dipahami sebagai pertemuan biasa, apalagi disana ada upaya memburukkan kinerja polri di daerah kepada atasannya" terang Saiman.
 
 
Saiman justru mempertanyakan jika mau ditarik pada dokumen perencanaan kota, atau pun pada isu terkini, soal banjir, sampah dan macet, dosen Universitas Riau ini menegaskan apakah hal itu masuk di dalam audiensi yang dilakukan walikota dan Apeksi.
 
 
"Jika tidak masuk, walikota gagal melakukan daftar terhadap inventarisasi persoalan krusial publik. Jangan-jangan publik tidak menghendaki agenda audiensi tersebut, yang di-inginkan publik segera selesaikan banjir dan sampah, seperti yang dilakukan walikota yang lain" tegas Saiman.
 
Dan jika itu tidak dilakukan oleh Firdaus menurut Saiman, Wako Pekanbaru tidak membawa agenda yang mewakili kepentingan masyarakat Pekanbaru dalam pertemuan Apeksi tersebut. "Artinya, ada suasana alienalsi publik dan pejabatnya" tukas Saiman.
 
Mengutip laman resmi Pemko Pekanbaru di www.pekanbaru.go.id ucapan Firdaus itu disampaikannya saat bersama pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), saat melaksanakan silaturrahmi sekaligus audiensi dengan Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Drs.Idham Azis, MSi, Selasa (17/12/2019).
 
Dalam website Pemko Pekanbaru itu Firdaus menuding aparat hukum terlalu agresif dan membuat pembangunan tidak berjalan.
 
 
Menurut Firdaus dalam situs tersebut, dia menyampaikan hal itu dari laporan kepala daerah dalam audiensi itu. Dalam situs itu juga Firdaus memamerkan fotonya bersama Jenderal Idham Azis.
 
Dia mengklaim saat ini hampir di seluruh daerah enggan melakukan pembangunan karena adanya gangguan-gangguan secara hukum, baik melalui laporan LSM maupun kelompok masyarakat yang belum tentu kebenarannya. 
 
"Namun reaksi dari aparat hukum, penegak hukum, itu terlalu agresif. Sehingga membuat gerah dan juga ketakutan dari penyelenggara pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di daerah," sebut Walikota dikutip dari laman pekanbaru.go.id
 
Dan dalam laman itu juga Firdaus membawa-bawa program Presiden Jokowi yang mengatakan, untuk menuju Indonesia Maju sesuai program Presiden Joko Widodo (Jokowi), pondasi pembangunan berada di daerah terutama di kabupaten/kota yang masuk daerah otonom.
 
"Tapi kalau pembangunan daerah terganggu, kebijakan kepala daerah tidak terlaksana karena ketakutan bawahannya untuk melaksanakan kebijakan itu. Sehingga,  program Indonesia Maju sulit akan tercapai," kata Firdaus.


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar