Petani Dikriminalisasi, Korporasi Melenggang
Aksi demonstrasi Gempar di depan Kantor Pengadilan Negeri Tembilahan Kelas IIA
GAGASANRIAU.COM, TEMBILAHAN - Atensi kebakaran lahan dan hutan di Negeri Hamparan Kelapa Dunia akhirnya menyeret petani kecil atas nama Kamarek berusia (60 tahun). Kakek tua renta tersebut divonis hukuman 6 tahun penjara dan denda 3 miliar.
Putusan hakim Pengadilan Negeri Tembilahan tersebut menuai kritikan dari berbagai pihak, berujung aksi demontrasi dari Mahasiswa UNISI, IKAMI, IPSS, KKSS, tergabung di Gerakan Peduli Kamarek (Gempar) menuding putusan Pengadilan Negeri Tembilahan tidak tepat dan kabur, Kamis (27/2), sekitar pukul 14.00 WIB siang.
Kordinator Lapangan (Korlap) aksi, Anawawik, mengatakan Pengadilan Negeri tidak mencermati putusan majelis hakim, tidak memperhatikan rasa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum sebagai dalam azaz pemidanaan. Dimana fakta yang terungkap, Kamarek adalah anak buah dari H Pewa (DPO). Artinya Kamarek bekerja dibawah perintah H Pewa.
"Tapi kenapa kamarek yang ditangkap. Ini adalah bentuk kriminalisasi petani yang merupakan masyarakat lemah," tegasnya saat berorasi di depan Kantor Pengadilan Negeri Tembilahan.
Hal itu dibuktikan pernyataan tiga orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum saat persidangan memberikan kesaksian bahwa yang membakar lahan itu bukan Kamarek. Dan Kamarek bukan pemilik tanah, ia hanya pekerja sebagai anak buah H Pewa.
Massa aksi meminta kepada PN Tembilahan untuk menegakkan hukum seadil-adilnya. Massa tidak mau ada Kamarek kedua yang dipersangkakan atas pembakaran lahan.
Kepala Pengadilan Negeri Tembilahan, Nurmala Sinurat menanggapi pernyataan massa aksi menuding vonis Kamarek cacat prosedur dan tidak mendatangkan kuasa hukum saat peradilan Kamarek.
"Pengadilan terbuka untuk umum, siapapun bisa datang, kami pengadilan tidak berkewajiban meminta publik untuk hadir. Mengenai tidak adanya pendampingan hukum terdakwa, memang benar," paparnya.
Nurmala menuturkan, selama acara persidangan sudah sesuai prosedur. Hakim menjatuhkan putusan vonis sesuai dengan fakta-fakta yang ditemukan dan dihadirkan dipersidangan.
"Jika mengatakan kami tidak sesuai hati nurani itu salah, kami sesuai prosedur," tegasnya.
Ia mengatakan, vonis Kamarek di PN Tembilahan sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru untuk proses lebih lanjut.
"Perkara ini sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru, sehingga kewenangan kami untuk menangani perkara ini sudah berhenti ketika putusan PN Tembilahan," tukasnya.
Mengenai tuntutan aksi massa untuk membebaskan Kamarek dari jeratan hukum, ia menegaskan bukan kewenangan PN Tembilahan. Akan tetapi pihaknya meminta kepada Pengadilan Tinggi Pekanbaru untuk mempercepat proses banding dari kuasa hukum, dan dilanjutkan ke Mahkamah Agung.
"Kami hanya bisa mendesak agar administrasi proses pengiriman permohonan banding segera ditindaklanjuti," terangnya.
Terkait tidak adanya pendampingan penesehat hukum Kamarek, Nurmala menyatakan memang tidak ada.
Pada pasal 56 KUHAP yang menjelaskan terdakwa wajib didampingi penasihat hukum jika terdwak diancam hukuman 15 tahun penjara. Kemudian dalam penjelasan KUHP tersebut, terdakwa yang diancam pidana 5 tahun ke atas atau lebih 5 tahun, berhak didampingi penasihat, jika terdakwa tidak mampu.
"Harus dilampiri surat keterangan tidak mampu dari kelurahan atau kepala desa setempat. Kasus Kamarek ini, kami tidak menerima surat itu," terangnya
KORPORASI MELENGGANG
Hari ini kebakaran lahan dan hutan menjadi atensi dari pemerintah secara nasional bahkan internasional. Seluruh penegak hukum diintruksikan untuk menindaklanjuti kejahatan lingkungan pembakaran lahan, baik lahan petani maupun lahan konsesi milik korporasi.
Massa aksi menilai, sampai hari ini tidak satupun korporasi atau perusahaan beroperasi di Indragiri Hilir dipersangkakan dipidanakan atas dugaan pembakaran lahan.
Massa aksi menuding penegak hukum sengaja mengkriminalisasi masyakarat kecil untuk laporan dan mempertahankan jabatan semata. Karena Instruksi Kapolri, bencana Karhutla menjadi atensi yang harus ditangani secara serius.
"Hari ini masyarakat kecil di pidanakan, sementara kakek kamarek berada dilingkungan perusahan. Kenapa tidak perusahan yang ditindak," sebut Anawawik
Untuk itu Anawawik meminta kepada penegak hukum bukan hanya memperbaiki citra, juga tindak tegas perusahaan diduga menjadi aktor pembakaran lahan. Memangkas kos anggaran menjadi ekonomis dalam membuka lahan.
"Kebakaran hutan dan lahan memang menjadi atensi bencana nasional, maka Pemerintah Daerah wajib menangani, tapi ketika terbukti ada perusahaan besar diduga aktor yang terlibat, harus segera ditindak tegas," sambungnya dengan lantang.
Sementar itu, Sataril Gafar mengatakan revisi UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ini lebih mengutamakan upaya pencegahan kebakaran dari pada menindak pembakarnya. Karhutla bukan hanya menjadi atensi nasional, juga menjadi ketakutan Masyarakat petani yang dirugikan secara ekonomi. Kebun mereka rusak parah akibat kebakaran lahan tersebut.
"Harusnya penegak hukum lakukan pencegahan. Tindak aktor intelektual pembakaran lahan," tandasnya
Penegak hukum diminta menyoroti kejahatan korporasi, soal izin pembukaan lahan yang dinilai banyak yang menyalahi izin. Bahkan banyak terjadi gejolak sengketa lahan diduga diserobot oleh perusahaan sawit. Tapi kenapa Perusahaan tidak dipidanakan sampai hari ini.
Menanggapi pernyataan tersebut, Kapolres Inhil, AKBP Indra Duaman Siahaan menepis adanya kebakaran lahan perusahaan yang beroperasi di Indragiri Hilir. Saat ini tidak satupun perusahan terlibat lakukan pembakaran lahan.
"Sampai saat ini belum ada kebakaran di area perusahan. Dari beberapa TKP yang didatangi petugas, kebakaran lahan memang dilakukan masyarakat," tegasnya.
Mengenai pemilik lahan yang terbakar, saat ini pihak kepolisian sedang melakukan pengejaran. Kapolres menegaskan, pemilik lahan tersebut sudah diketahui identitas dan keberadaanya.
"Kami sedang melakukan penyelidikan dan pengejaran terhadap H Pewa," tandasnya.
FAKTA KEJANGGALAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI ATAS VONIS KAMAREK
Sataril Gafar mengungkapkan, putusan atas vonis Kamarek bentuk adanya kriminalisasi terhadap petani. Sementara aktor pembakaran lahan belum ditangkap sampai saat ini.
Penangkapan Kamarek tidak sesuai prosedur, bahkan Kamarek tidak ditangkap dilahan terbakar, tidak OTT alias Operasi Tangkap Tangan, tapi ditangkap dirumahnya sendiri.
Bahkan keluarga Kamarek tidak mengetahui Kamarek ditangkap dan digiring ke kantor polisi.
"Keluarga terdakwa tidak mengetahui Kamarek ditahan oleh kepolisian. Secara administratif itu salah satu kesalahan. Artinya, ketika dilakukan penangkapan, surat penangkapan harus disampaikan kepada keluarga bersangkutan," jelasnya.
Bukan hanya itu, majelis hakim dinilai tidak mempertimbangkan terkait dengan pertanggungjawaban pemidanaan Kamarek. Dan tidak melihat unsur hal yang meringankan dan memberatkan terdakwa yang menangani perkara tersebut. Pasalnya terdakwa sudah tua renta.
Bahkan massa aksi mengatakan putusan Majelis Hakim tidak mendasar. Berdasarkan baku mutu yang dilanggar oleh seorang terdakwa, melakukan jenis tindak pidana lingkungan. Atas dasar apa majelis hakim memutuskan berat ringannya pelaku tindak pidana lingkungan tersebut.
Kuasa Hukum sudah melayangkan permohonan banding dengan alasan yuridis, pertama dakwaan JPU dianggap kabur/tidak benar, selama persidangan tidak didampingi penasehat hukum, tidak sesuai dengan pasal 56 KUHAP. Sehingga tidak berjalan hak dan azaz keseimbangan terdakwa, keterangan saksi satu sama lain tidak ada kesamaan sehingga kontradiktif.
Selanjutnya, tidak ada yang melihat terdakwa yang melakukan pembakaran. Saksi ahli yang dihadirkan JPU tidak memenuhi kriteria sebagaimana putusan MA No 36/KMA/SK/II/2013, tantang penanganan perkara lingkungan hidup.
Majelis hakim tidak mempertimbangkan unsur genus (delik materil dan delik formil) dalam tindak pidana lingkungan putusan MA Nomor 36/kma/sk/II/2013, tentang perlakuan pedoman penangnan perkara lingkungan hidup.
"Yang sangat disayangkan, Kamarek bersuku Bugis sama sekali tidak didampingi penasihat hukum, sementar terdakwa tidak bisa berbahasa Indonesia dengan baik. Saat dipersidangan Kamarek tidak mengerti. Tapi tetap mengikuti persidangan," jelas Sataril
Tulis Komentar