Opini

Covid-19, Antara Upaya Pemerintah dan Daya Masyarakat

Albert Susanto
Wabah virus corona (covid-19) saat ini tidak hanya menjadi persoalaan bangsa Indonesia, tapi sudah menjadi persoalaan global. Dampak dari pandemi corona ini merontokkan sendi-sendi kehidupan, baik dibidang ekonomi, sosial, dan budaya. 
 
Sejak WHO menetapkan bahwa Covid-19 adalah pandemi, sejak itu pula negara-negara dibelahan dunia dihantui kecemasan. 
 
Pandemi sendiri mempuyai pengertian sebuah Epidemi yang telah menyebar ke beberapa negara atau benua, dan umumnya banyak menjangkiti banyak orang. 
 
Sementara Epidemi merupakan istilah yang digunakan untuk peningkatan jumlah kasus penyakit secara tiba-tiba pada populasi daerah tertentu.
 
Teka-teki awal mula penyebaran virus corona atau COVID-19 hingga saat ini masih belum diketahui. Sebelumnya virus ini diyakini muncul pada awal Desember 2019. 
 
Namun, berdasarkan catatan pemerintah China, disebutkan pasien pertama yang terinfeksi virus corona merupakan penduduk Hubei berusia 55 tahun. Pemerintah China saat itu, belum memiliki nama untuk virus corona, mereka masih menyebut virus itu sebagai virus misterius.
 
Penyebaran infeksi virus corona secara global terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari Worldometers, jumlah kasus virus corona atau Covid-19 telah mencapai 1.991.275 kasus hingga Rabu, Tanggal 15 April 2020. Dari jumlah tersebut, sebanyak 467.074 pasien telah dinyatakan sembuh. Namun jumlah korban jiwa akibat virus yang pertama kali disebut menyebar di Wuhan tersebut telah mencapai 125.951 jiwa.
 
Lalu, seberapa banyak virus corona ini memakan korban di negara China?. 
 
Dikutip dari laman Kompas.com, 15 April 2020, di negara China sendiri telah terjadi 1,9 Juta Kasus, 467.074 Sembuh, 125.951 meninggal dunia. 
 
Saat ini Indonesia telah menjadi salahsatu negara Pandemi bahkan menuju Epidemi. Indonesia yang semula diketahui warganya terjangkit akibat terkontaminasi virus dari negara lain, saat ini telah menuju penularan berskala lokal. 
 
Secara Nasional hingga per 14 April 2020, telah terjadi peningkatan kasus positif corona sebanyak 282 kasus baru. Sehingga, jumlah kasus positif totalnya ada 4.839 kasus. Untuk jumlah pasien yang sudah sembuh 426 pasien. Untuk kematian akibat virus corona juga mengalami penambahan sebanyak 60 orang, sehingga totalnya ada 459 pasien.
 
UPAYA PEMERINTAH
 
Pemeritah secara resmi menetapkan wabah virus corona (Covid-19) sebagai Bencana Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Covid-19 Sebagai Bencana Nasional. 
 
Selayaknya Upaya pemerintah secara utuh hadir untuk semua masyarakatnya lahir bathin tanpa memandang kasta, dan tingkat ekonomi. 
 
Dalam keadaan bencana, pemerintah diamanatkan oleh konstitusi harus mampu menjamin keselamatan ataupun kelansungan hidup masyarakatnya ditengah bencana. 
 
Untuk itu, pemerintah seyogyanya tidak berkutat denga kata "Miskin atau Kaya", tapi semestinya memandang mampu dan ketidakmampuan atau berdaya dan ketidakberdayaan masyarakatnya atas kelansungan hidup selama dan akibat dari bencana secara Nasional hingga tahap pemulihan setelah status Bencana Nasional tersebut dicabut.
 
Banyak kalangan menilai, Upaya pemerintah saat ini masih dianggap sebagai kata-kata manis ditengah keterbatasan negara dalam memberikan jaminan kelangsungan hidup rakyatnya. 
 
Keterbatasan tersebut seharusnya dikatakan dengan jujur kepada rakyat, agar rakyat juga semakin menjadi menyadari betapa pentingnya arti kata-kata persatuan, kata-kata gotong royong, kata-kata yang kuat membantu yang lemah, hingga kata-kata berat sama dipikul ringan sama dijinjing.
 
Upayar pemerintah yang saat ini seakan-akan hadir untuk rakyat dengan beberapa program, diantaranya, pembagian sembako, program prakerja, program PKH, dan lain-lain dianggap dan merupakan program rutin tahunan dan merupakan janji politik yang memang harus ditunaikan, meskipun tanpa ada bencana.
 
DAYA MASYARAKAT
 
Semua UPAYA yang saat ini sedang dilakukan pemerintah  melalui langkah-langkah pembatasan sosial untuk membatasi penyebaran wabah virus menakutkan ini, tentulah akan berdampak kepada Daya masyarakat dalam mengikuti himbauan pemerintah. Mulai harus tetap di rumah, menjaga jarak, hingga dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker.
 
Setiap aturan yang diterbitkan, pada umumnya ada dan akan menimbilkan konsekwensi dan sanksi dari peraturan itu sendiri.
 
Dan masing-masing daerah menetapkan aturan berbeda-beda tergantung topografi dan karakter masyarakatnya sendiri, hingga saksi yang berbeda pula.
 
Mari kita ambil contoh Kota Pekanbaru, Riau, yang menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan demi memutus mata rantai penyebaran Covid 19 di Kota Bertuah.  
 
Tentunya dengan PSBB ini Pemko Pekanbaru sejatinya tidak ingin menambah tekanan sosial dan  psikologis kepada masyarakat. Melainkan sebagai upaya untuk  memberi rasa aman kepada warga akan bahaya Covid 19 yang sudah menelan ratusan jiwa. 
 
Saat ini tingkat kesadaran masyarakat berangsur-angsur mulai terlihat dan semakin membaik. Masyarakat mulai sadar setiap detik virus corona mengancam. Siapa saja bisa terpapar. Baik orang miskin, kaya, pejabat maupun tidak pejabat. 
 
Bagi masyarakat yang saat ini berkemampuam menghadapi bencana corona, lebih memilih stay at home atau dirumah saja. 
 
Lalu bagaimana Daya masyarakat yang tidak berkemampuan saat bencana ini?. 
 
Hanya ada dua pilhan. Pilihan "Simalakama". Bertahan dirumah dalam ketidakmampuan, kelaparan, lalu terancam mati. Atau keluar rumah cari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga, terancam virus corona, lalu terancam mati.
 
Dalam menghadapi bencana ini  pemerintah mau tak mau harus seratus persen menjamin keberlangsungan hidup semua rakyatnya tanpa memandang kasta dan tingkat ekonomi, agar aturan yang dikeluarkan bisa secara optimal diikuti masyarakat. Bila tidak, Wallahu A'lam Bishawab.
 
 
Penulis: Albert Susanto


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar