GAGASANRIAU.COM, TEMBILAHAN - Koalisi Selamatkan Indragiri Hilir (Inhil) Provinsi Riau menggelar aksi damai selamatkan kebun kelapa rakyat dan penjarahan hutan mangrove.
Aksi tersebut di bundaran Tugu Upakarti antara Jalan Veteran dan Jalan Swarna Bumi Tembilahan, Selasa (21/2/2023). Aksi itu dikelilingi air pasang rob tahunan yang diduga ulah para pelaku kejahatan lingkungan.
Anggota Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) perwakilan Inhil, Zainal Arifin Hussein SE ME, mengatakan aksi damai ini sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan yang saat ini sangat memperihatinkan.
"Hari ini kami menggelar aksi sebagai bentuk kepedulian kami terhadap kondisi alam kita akibat ulah perusak lingkungan," kata Zainal Arifin yang juga merupakan Ketua Bangun Desa Payung Negeri (BDPN).
Maka dari itu, kata Zainal, pemerintah harus melakukan upaya penyelamatan kebun kelapa dan hutan mangrove yang saat ini terjadi kerusakan diduga imbas dari aktivitas Hutan Tanaman Industri (HTI) serta penjarahan mangrove.
"Selamatkan hutan dan perkebunan rakyat Inhil dari tangan pebisnis perusak lingkungan," ungkapnya saat melakukan orasi bersama Koalisi Selamatkan Inhil yang terdiri dari Aktifitas Mahasiswa, yakni HMI Cabang Tembilahan, BEM dan Mapala Unisi.
website: Petani Inhil Menjerit Satu Tahun Harga Kelapa Anjlok, 'Pak Jokowi Tolong Kami'
Untuk menyelamatkan kebun kelapa masyarakat yang saat ini ribuan hektare rusak parah diduga akibat ulah korporasi, pemerintah harus melakukan evaluasi izin HTI yang beroperasi di Inhil yang dikenal hamparan kelapa dunia.
"Kami meminta kepada pemerintah untuk mengevaluasi izin HTI dan perusahaan sawit yang beroperasi di Inhil. Hari ini Masyarakat sangat sengsara," paparnya.
Bukan hanya aktivitas korporasi, penjarahan hutan mangrove juga merupakan pelaku pengrusakan lingkungan. Saat ini hutan mangrove pun hampir gundul yang diduga dilakukan oleh para penebang liar.
"Jika ini terus dibiarkan berlarut-larut akan berdampak kepada lingkungan, terjadinya bencana alam seperti abrasi/intrusi air laut serta tanah longsor," terangnya.
Bahkan saat ini, papar Zainal, ada para pebisnis akan mendirikan industri dapur arang yang diduga akan beraktivitas di Kecamatan Mandah. Industri ini dinilai akan memicu terjadinya penggundulan hutan mangrove.
"Aktivitas dapur arang sangat berbahaya. Kami nilai akan memicu berdirinya industri yang sama yang akan berdampak terjadinya penjarahan dan atau penggundulan hutan mangrove," jelasnya.
Maka dari itu, lanjutnya, kami meminta kepada pemerintah untuk mengevaluasi regulasi izin dapur arang. Jika izin ini dikeluarkan oleh pemerintah, maka akan terjadi penjarahan hutan mangrove secara merajalela.
"Jika izin dapur arang dikeluarkan oleh pemerintah, maka kekayaan alam milik masyarakat Inhil akan hancur," tegasnya.
PEMERINTAH BELUM MAKSIMAL JALANKAN PROGRAM GTR DAN HD
Sampai saat ini Zainal menilai pemerintah daerah sebagai pihak pelaksana dinilai belum mampu merealisasikan program Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Desa (HD) atau Hutan Kemasyarakatan (HKm) pada kawasan hutan produksi.
Padahal keberadaan hutan mangrove di Inhil sangat terancam punah. Bahkan, masyarakat yang mengandalkan hidup dari mencari ikan, ketam, udang di kawasan mangrove tersebut juga mulai terancam akibat rusaknya hutan mangrove.
Apalagi jika izin dapur arang dikeluarkan di Inhil, maka akan mendominasi pemanfaatan atau memproduksi batang mangrove diolah menjadi arang yang akan diekspor keluar negeri.
"Produksi arang dengan bahan bakunya kayu bakau tersebut secara tidak langsung telah merusak lingkungan," jelasnya.
Hutan mangrove dibabat untuk kepentingan pengusaha. Sementara upaya revitalisasi tidak ada, yang akan merugikan para nelayan lantaran hutan sekitar bibir laut dirusak sekolompok orang yang menebangi mangrove.
Padahal hutan bakau dikenal mampu menjaga keindahan bibir laut dari ganasnya hempasan ombak laut dan mampu menjaga terjadinya abrasi pantai. Saat ini Inhil tiap tahunnya terjadi bencana alam tanah longsor.
Penulis: DaudMNur