GAGASANRIAU.COM, BENGKALIS — Tragedi berdarah kembali mengguncang konflik agraria di Kabupaten Bengkalis, Riau.
Bentrokan brutal yang terjadi sejak siang hingga sore hari di kawasan perkebunan PT Sinerinti Sawit (PT SIS) memicu kemarahan masyarakat adat Sakai. Insiden ini dinilai bukan sekadar konflik antarpekerja, melainkan bentuk perlawanan terbuka terhadap negara.
Bentrokan melibatkan kelompok KSO PT Palma Agung Bertuah dengan karyawan PT SIS di atas lahan yang telah resmi disita negara karena berada dalam kawasan hutan.
Meski status hukum lahan tersebut telah jelas, kekerasan tetap pecah dan menimbulkan korban serius.
Informasi yang dihimpun di lapangan menyebutkan adanya korban luka tusuk, luka berat, bahkan kehilangan anggota tubuh, yang diduga kuat akibat tindakan brutal dalam konflik tersebut.
Adika Sakai: Ini Bukan Konflik Biasa, Ini Perlawanan terhadap Negara
Ketua Suku Sakai se-Riau, Adika Sakai, mengecam keras insiden berdarah tersebut.
Ia menegaskan bahwa tindakan mempertahankan lahan sitaan negara dengan cara kekerasan merupakan kejahatan serius yang mencederai hukum, kemanusiaan, sekaligus wibawa negara.
“Jika lahan yang sudah disita negara masih dipertahankan dengan kekerasan, maka ini bukan konflik biasa. Ini adalah perlawanan terhadap negara dan ancaman langsung bagi nyawa rakyat,” tegas Adika Sakai.
Menurutnya, keberanian melakukan kekerasan di atas aset negara menunjukkan adanya arogansi korporasi yang seolah merasa kebal hukum dan tidak menghormati otoritas negara.
Diduga Terencana, Bukan Aksi Spontan
Adika Sakai juga menilai bahwa kekerasan tersebut mustahil terjadi tanpa perintah dan perencanaan. Ia menduga para pekerja lapangan hanya dijadikan tameng, sementara aktor utama berada di balik struktur pimpinan perusahaan.
“Kami tidak percaya ini aksi spontan. Karyawan hanyalah alat. Aktor intelektualnya harus diungkap, dan pimpinan PT SIS wajib diperiksa,” ujarnya.
Desakan Penegakan Hukum Tanpa Kompromi
Atas peristiwa tersebut, masyarakat adat dan Pemuda Suku Sakai se-Riau mendesak: Kapolda Riau, Kapolres Bengkalis, Kapolsek setempat
serta seluruh aparat penegak hukum untuk bertindak cepat, tegas, dan tanpa kompromi, dengan segera menangkap para pelaku di lapangan serta mengungkap pihak-pihak yang memberi perintah kekerasan.
Selain itu, mereka juga meminta Kejaksaan Tinggi Riau melakukan audit dan pemeriksaan menyeluruh terhadap PT SIS karena diduga:
Mengabaikan status hukum lahan sitaan negara Menyebabkan korban luka berat Memicu keresahan sosial berkepanjangan Berpotensi menimbulkan kerugian negara
Peringatan Keras Masyarakat Adat Sakai.
Adika Sakai menegaskan masyarakat adat Sakai tidak akan tinggal diam. Mereka menyatakan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan menuntut proses hukum yang transparan serta akuntabel, termasuk terhadap jajaran pimpinan PT SIS.
“Ini bukan sekadar soal perusahaan. Ini soal hukum, nyawa manusia, dan harga diri negara,” pungkasnya.
Tragedi ini menjadi peringatan keras bahwa konflik agraria yang dibiarkan tanpa penegakan hukum tegas hanya akan melahirkan kekerasan dan korban baru. Kini publik menanti satu pertanyaan besar: apakah negara benar-benar hadir, atau kembali kalah oleh kekuatan modal?.(*)