Gagasanriau.com, BENGKALIS - Kepala Bagian Humas, Johansyah Syafri membenarkan jika Bupati Bengkalis Amril Mukminin melakukan mutasi sejumlah pegawai Aparatur Negeri Sipil (ASN) dari satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ke SKPD lainnya.
Perpindahan tersebut, kata Johan, selain memang menjadi kewenangan Bupati Bengkalis selaku Pejabat Pembina Kegawaian (PPK) sebagaimana diatur Pasal 53 Undang-Undang (UU) No 5/2014 tentang ASN, juga dalam rangka penyegaran. Untuk meningkakan kompetensi dan profesionalisme.
"Jadi tidak ada kaitannya dengan persoalan politik, seperti politik balas budi. Semata-mata untuk penyegaran. Tak ada maksud lain. Sebagai seorang pegawai ASN, kamipun juga dapat dimutasikan kemanapun oleh Bupati Bengkalis. Namun sebagai Pejabat, aturannya tentu lain," jelas Kepala Bagian Humas Pemkab Bengkalis, Rabu, (1/6).
Penjelasan ini disampaikan Johan karena adanya rumor di tengah masyarakat bahwa mutasi pegawai ASN yang dilakukan mantan Kepala Desa Muara Basung tersebut sebagai tindakan "politik balas dendam".
Masih kata Johan, termasuk dirinya, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 huruf h UU No 5/2014 bersedia ditempakan dimana saja. Bukan saja antar SKPD atau antar kecamatan di daerah ini. Tetapi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Kesediaan ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia itu merupakan kewajiban seorang pegawai ASN. Bagi yang tidak mengindahkannya sama artinya melanggar disiplin. Dapat diberikan sanksi," tegas Johan.
Johan menambahkan apa yang dilakukan suami Kasmarni itu sama sekali tidak bertentangan dengan Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN & RB) No. 02/2016 tentang Penggantian Pejabat Pasca Pilkada.
"Yang diatur dalam SE Menteri PAN & RB itu tentang Penggantian Pejabat Pasca Pilkada. Bukan tentang ASN. Dalam UU No 5/2014 yang juga menjadi dasar hukum SE Menteri PAN & RB itu, ada 4 jenis Pejabat ASN, yaitu Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Pejabat Administrator, dan Pejabat Fungsional. Sedangkan pegawai ASN bukan pejabat, tetapi profesi," imbuhnya.
Kata Johan lagi, SE itu diterbitkan untuk mengingatkan kepada para kepala daerah hasil pilkada serentak yang baru-baru ini dilantik. Hal itu perlu dilakukan demi kesinambungan serta penjaminan pengembangan karier ASN di masing-masing daerah.
Surat edaran itu mengacu dua UU. Pertama, UU No. 8/2015 tentang Perubahan Atas undang-Undang No. 1/2015 tentang Penetapan Perpu No. 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi undang-Undang, khususnya pasal 162 ayat (03).
“Gubernur, Bupati, atau Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu enam bulan terhitung sejak tanggal pelantikan. Demikian bunyi pasal tersebut," terang Johan.
UU yang kedua, adalah UU No. 05/2014 tentang ASN, khususnya Pasal 116 ayat (1) Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dilarang mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi selama dua tahun terhitung sejak pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi.
Namun, ujarnya ada pengecualian. Yaitu, kecuali pejabat tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan. Untuk penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya, menurut ayat (2), dapat dilakuikan setelah mendapat persetujuan Presiden.
“Kami mengimbau kepada para Gubernur, Bupati dan Walikota agar tidak melakukan penggantian pejabat sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan tersebut,” ungkap Johan mengutip penjelasan Menteri PAN & RB Yuddy Chrisnandi terkait dengan dikeluarkannya SE No. 02/2016.
Jadi kalau ada sejumlah pihak yang mengatakan pemindahan pegawai ASN dari satu SKPD ke SKPD lain, termasuk antar kecamatan di daerah ini oleh Bupati Bengkalis tidak mematuhi dengan SE No 02/2016, menurut pendapat Johan, karena yang bersangkutan tidak memahami esensinya.
Sementara terkait adanya kemungkinan ada pegawai ASN yang melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait kebijakan pemindahan yang dilakukan Bupati Bengkalis selaku PPK tersebut, Johan mengatakan silakan. Itu hak mereka dan akan dihargai.
"Dengan adanya gugatan kita akan tahu jelas siapa pegawai ASN yang bersangkutan. Selain itu, kita juga akan tahu juga bahwa pegawai ASN tersebut belum membaca Pasal 23 huruf h UU No 5/2014 tentang ASN," pungkas Johan.***
Reporter: Mirzal Apriliando