Daerah

Selain Dipidanakan Koorporasi Bertanggungjawab Perbaiki Kerusakannya

Gagasanriau.com Pekanbaru-Kementerian Lingkungan Hidup menyarankan bahwa proses penegakan hukum dalam penanganan kasus lingkungan terutama terkait dengan kebakaran lahan dan hutan lebih mengedepankan perbaikan lingkungan yang dirusak dengan mewajibkan pihak perusahaan segera merehabilitasi lahan yang rusak namun jika tidak akan dilakukan penuntutan secara pidana, sehingga hal ini tidak mengganggu iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi daerah.

"Perlu ada evaluasi bahwa penegakan hukum sehingga seimbang dengan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," kata Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup, Ryad Chairil dari Pekanbaru, Jumat (8/8/2014) demikian pernyataannya yang dikutip dari antarariau.

Menurut dia, Kementerian Lingkungan Hidup selama ini terus mengedepankan hukuman pidana untuk memenjarakan manajemen perusahaan namun proses peradilan menuju hal itu memakan waktu sangat lama. Sedangkan, lokasi lahan yang terbakar selama proses itu berjalan masih tetap dibiarkan dalam kondisi rusak dan tidak produktif.

"Satu proses pengadilan bisa memakan waktu sekitar lima tahun, bahkan sampai tujuh tahun kalau dilanjutkan ke Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung," ujarnya.

Ia menyarankan, proses hukum dalam kasus kebakaran hutan perlu menerapkan asas "strict liability" yang intinya lebih mengedepankan proses rehabilitasi kerusakan lingkungan dengan secepatnya.

"Perusahaan yang konsesinya terbakar langsung diajak untuk mengganti rugi dan merehabilitasinya. Penindakan pidana dilakukan apabila perusahaan ternyata tidak kooperatif dalam proses rehabilitasi itu atau memang benar membakar untuk tujuan pembersihan lahan," ujarnya.

Ia mengatakan, untuk menerapkan prinsip "strict liability" diperlukan sebuah protokol untuk membentuk sebuah arbitrase yang netral berisi tiga pihak yang mewakili pemerintah, industri, dan ahli. Kemudian ditentukan tim independen untuk menghitung biaya kerusakan lingkungan yang akan dibebankan kepada perusahaan dalam merehabilitasi seperti sebelum terjadi kerusakan.

"Asas ini lebih efisien, cepat dan akuntabel dibandingkan proses pidana yang membutuhkan penetapan pengadilan yang sangat panjang dan tidak menjamin pengurangan beban pencemaran lingkungan," katanya.

Sebelumnya Kementerian Lingkungan Hidup menetapkan tiga korporasi sebagai tersangka kasus kebakaran lahan di Provinsi Riau dari puluhan kasus yang ditangani pada 2014.

Pihak perusahaan yang menjadi tersangka dua diantaranya beroperasi di Kabupaten Siak, yakni berinisial PT. TFDI dan PT. TKWL. Mereka adalah badan usaha di sektor perkebunan kelapa sawit. Sedangkan, satu tersangka dari pihak korporasi yang bergerak di sektor industri kehutanan atau hutan tanaman Industri lagi adalah PT. SGP di Kota Dumai.

Penyidik KLH menyatakan sudah didapatkan bukti-bukti permulaan cukup kuat sehingga proses kasus ketiganya ditingkatkan ke penyidikan dan bisa dijerat dengan pidana sesuai Undang-Undang Lingkungan Hidup.

Diaz Bagus Amandha


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar