Lingkungan

Masyarakat Desa Lahang Hulu Gugat PT GIN dan Kantor Pertanahan

Foto Ilustrasi/SINDOnews
GAGASANRIAU.COM, TEMBILAHAN - Masyarakat Desa Lahang Hulu, Kecamatan Gaung gugat pihak PT Guntung Idaman Nusa (PT. GIN) dan Kantor Pertanahan Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.
 
Gugatan tersebut dilayangkan ke Pengadilan Negeri Tembilahan terdaftar dengan nomor perkara 02/Pdt.G/2019/PN.TBH, atas dasar konflik lahan kepemilikan tanah.
 
PT GIN sebagai tergugat I terkait dengan penguasaan lahan. Sedangkan tergugat II terkait dengan penerbitan sertifikat HGU dalam hal ini Kantor Pertanahan Inhil.
 
Melalui Kuasa Hukum, Dr Tiar Ramon SH MH, gugatan tersebut atas dasar hak kepemilikan tanah. Masyarakat (para penggugat) sebagai penggarap atau mengusahakannya sejak tahun 1976 dibuktikan dengan surat tanah asli sejak tahun 1976.
 
Sementara seluruh lahan tersebut berada di areal sertifikat HGU No 28 Tahun 2015 milik PT GIN (tergugat I) yang datang tahun 2007, dan belum dilakukan pembebasan/pelepasan tanah/lahan dengan ganti rugi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996.
 
"Sertifikat HGU tersebut oleh Para Penggugat dianggap tidak sah karena mengandung cacat hukum dalam prosedur penerbitannya dan harus dibatalkan," sebut Dr Tiar Ramon melalui keterangan tertulis yang diterima GAGASAN, Senin (4/5).
 
Adapun jumlah luas lahan yang bersengketa adalah 1.343.75 hektare dikuasai oleh perusahaan sawit tersebut yang beroperasi di Desa Lahang Hulu.
 
Akibat penguasaan PT GIN, masyarakarat mengalami kerugian materil sebesar Rp. 20.156.250.000,- (Dua Puluh Milyar Seratus Lima Puluh Enam Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) dengan perincian 1 hektare Rp. 15.000.000 X 1.343.75 hektare. 
 
Sekarang perkara ini masih dalam proses hukum di Pengadilan Tinggi Banding Pekanbaru Riau. Perkara ini dimungkinkan terus akan berlanjut sampai tingkat Kasasi Mahkamah Agung.
 
"Masyarakat terus berjuang menuntut keadilan, kami berkeyakinan kebenaran akan berpihak kepada masyarakat. Buktinya putusan Pengadilan Negeri dulu pernah saya ajukan Kasasi dan dibatalkan oleh Mahkamah Agung," paparnya. 
 
Menurur Tiar Ramon sebaiknya sengketa dengan masyarakat tersebut harus diselesaikan. Penyelesaiannya sebaiknya tidak melalui jalur pengadilan. Kesannya akan ada menang kalah. Satu sisi ada yang puas satu sisi lagi ada tidak puas atau kecewa. 
 
Secara hukum mungkin sudah selesai karena inkracht (berkekuatan hukum tetap) namun belum tentu kenyataan di lapangan selesai. Bisa saja masih bersengketa sampai ke anak cucu, sehingga perusahaan tidak aman dan tenang menjalankan usahanya tersebut dan bisa menimbulkan ketidakpercayaan rekan bisnisnya baik nasional maupun internasional. 
 
"Maka sebaiknya diselesaikan dengan damai. Sayangnya perkara yang masih dalam proses hukum ini perusahaan enggan melakukan perdamaian walaupun masyarakat sudah menawarkan perdamaian dengan cara mediasi," tukasnya
 
Sedikitpun perusahaan tidak membuat penawaran perdamaian. Seharusnya beroperasinya perusahaan tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat tempatan atau lokal. Jangan justru sebaliknya terjadi sengketa yang menimbulkan kerugian dan kemiskinan.


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar