YLBH se-Sumatera Desak Presiden Tetapkan Status Darurat Bencana Nasional dan Moratorium Konsesi Hutan

YLBH se-Sumatera Desak Presiden Tetapkan Status Darurat Bencana Nasional dan Moratorium Konsesi Hutan

GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Rangkaian banjir besar yang melanda sejumlah wilayah di Provinsi Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat mendorong LBH-YLBHI Regional Barat yang terdiri dari LBH Banda Aceh, Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, dan Bandar Lampung untuk mengeluarkan pernyataan sikap tegas. 

Mereka mendesak Presiden Republik Indonesia untuk segera menetapkan status Darurat Bencana Nasional agar penanganan bencana dilakukan lebih cepat, terkoordinasi dan tepat sasaran.

Dalam keterangan resminya, YLBH menyebut bahwa penetapan status darurat bencana akan memberikan dasar kewenangan bagi BNPB, BPBD dan pemerintah daerah untuk mengerahkan sumber daya manusia, peralatan, logistik, serta pengelolaan anggaran dengan lebih efektif. 

Selain itu, status darurat memberikan kewenangan komando terpusat untuk memastikan evakuasi, penyelamatan, pemenuhan kebutuhan dasar korban, serta pemulihan sarana dan prasarana vital yang rusak akibat bencana.

Bencana banjir yang terjadi selama satu pekan terakhir berdampak luas, menyebabkan tingginya jumlah korban jiwa dan hilang, meluasnya titik terdampak bencana, banyaknya daerah terisolir, ribuan warga mengungsi, menipisnya logistik, hingga kelangkaan kebutuhan pokok dan BBM. 

Kemampuan pemerintah daerah dinilai sangat terbatas dalam melakukan penanggulangan cepat dan tepat, sehingga perlu campur tangan langsung pemerintah pusat.

Situasi semakin diperburuk dengan rusaknya infrastruktur penting seperti akses jalan, jaringan komunikasi dan listrik. Beberapa wilayah terdampak tercatat tidak dapat dijangkau, menyebabkan distribusi bantuan kemanusiaan terhambat dan informasi lapangan simpang siur.

YLBH juga menyoroti munculnya aksi penjarahan kebutuhan pokok yang menunjukkan kegentingan situasi, sementara Presiden dinilai lambat merespons desakan peningkatan status bencana.

YLBH menegaskan bahwa penetapan status Darurat Bencana Nasional sesuai mandat UU Nomor 24 Tahun 2007, PP Nomor 21 Tahun 2008, serta Perpres Nomor 17 Tahun 2018 tentang Penanggulangan Bencana.

Mereka meminta pemerintah tidak berdalih pada persoalan anggaran atau pertimbangan politik, karena keselamatan rakyat harus menjadi hukum tertinggi.

Selain desakan terkait penanganan bencana, YLBH juga meminta moratorium terhadap seluruh izin konsesi di kawasan hutan. Menurut mereka, banjir dan longsor yang terjadi tidak lepas dari kegiatan deforestasi dan masifnya izin pertambangan serta perkebunan di wilayah Sumatera. 

Kerusakan hutan, terutama di kawasan konservasi seperti Taman Nasional Kerinci Seblat serta maraknya tambang ilegal di wilayah Dharmasraya, Agam, Tanah Datar dan Pesisir Selatan memperburuk kondisi resapan air hingga menyebabkan banjir besar.

Pemerintah diminta melalui kementerian teknis termasuk KLHK, ATR/BPN, ESDM, dan aparat penegak hukum untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin konsesi, memberlakukan moratorium izin baru, dan menindak tegas pelaku illegal logging dan pertambangan ilegal yang selama ini dinilai mendapat impunitas. 

Dirjen Gakkum KLHK didorong segera melakukan investigasi korporasi perusak lingkungan yang dianggap menjadi akar bencana.

Terakhir, LBH-YLBHI Regional Barat menegaskan tiga tuntutan utama: Presiden segera menetapkan status Darurat Bencana Nasional; dilakukan evaluasi dan moratorium seluruh izin perkebunan, pertambangan dan pengelolaan hutan yang merusak lingkungan; dan aparat penegak hukum mengusut tuntas seluruh aktivitas penebangan dan pertambangan ilegal yang menyebabkan kerusakan hutan serta banjir besar di Sumatera.(*)

#Nasional

Index

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index