GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Di tengah meningkatnya risiko bencana dan penetapan status siaga darurat oleh Pemerintah Provinsi Riau dan sembilan kabupaten kota di Riau justru komitmen anggaran pemerintah untuk ketahanan
bencana menunjukkan tren yang mengkhawatirkan.
Kritik ini disampaikan Kordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau Tarmidzi.
Menurutnya, dalam APBD Perubahan 2025 memperlihatkan prioritas fiskal terhadap penanganan dan mitigasi bencana belum mencerminkan urgensi di lapangan.
Dalam APBD 2025, Pemerintah Provinsi Riau sebenarnya telah menyiapkan Belanja Tidak Terduga (BTT)
sebesar Rp50 miliar sebagai dana darurat.
"Namun pada APBD Perubahan 2025 alokasi tersebut dipangkas drastis hingga 54% sehingga hanya tersisa Rp23,1 miliar,"ujar Tarmidzi.
Kondisi ini semakin mengkhawatirkan
karena dalam APBD 2026, dana darurat kembali mengalami penurunan sebesar 16% menjadi Rp20 miliar.
"Penurunan BTT ini sangat kontradiktif dengan kondisi faktual Riau yang hampir setiap tahun menghadapi ancaman banjir, kebakaran hutan dan lahan, serta bencana sosial lainnya,"jelas Tarmidzi.
Selain itu, menurutnya, alokasi anggaran yang dipersiapkan melalui program penanggulangan dan penanganan
bencana pada tiga Organisasi Perangkat Daerah (OPD) juga sangat minim.
Dalam APBD P 2025 total dukungan anggaran sebesar Rp6,25 miliar, dengan rincian, BPBD sebesar Rp3,95 miliar, Dinas Sosial Rp1,88 miliar, dan Dinas Kesehatan Rp413 juta.
"Angka ini menunjukkan bahwa program mitigasi, kesiapsiagaan, dan layanan korban bencana belum menjadi prioritas utama ditengah situasi darurat saat ini,"jelas Tarmidzi.
Secara total dukungan anggaran untuk penanganan dan ketahanan bencana ditengah status darurat saat
ini, baik dari BTT maupun anggaran program hanya sebesar 0,31% dari total belanja daerah sebesar Rp9,4 triliun dalam APBD Perubahan 2025.
"Porsi ini terlalu kecil untuk sebuah provinsi yang saban tahun bergulat dengan bencana hidrometeorologi dan kejadian luar biasa lainnya,"ujarnya.
Fitra Riau memandang, kondisi ini merupakan sinyal melemahnya komitmen pemerintah dalam
memastikan keselamatan dan perlindungan masyarakat.
Di tengah meningkatnya intensitas bencana dan ditetapkannya status siaga darurat di berbagai daerah, penurunan alokasi anggaran justru berpotensi
memperbesar dampak kerugian, memperlambat respons darurat, dan mengurangi efektivitas program
penanggulangan di lapangan.
"Pemerintah Provinsi Riau harus segera meningkatkan alokasi dana darurat dan
memperkuat anggaran program penanggulangan bencana, agar tidak terjadi kekosongan fiskal ketika
bencana terjadi,"ujarnya.
Selain itu, pemerintah kabupaten/kota yang telah menetapkan status siaga darurat juga perlu memastikan ketersediaan BTT yang memadai, mempercepat koordinasi lintas OPD, serta memperkuat layanan kepada masyarakat terdampak.
Dalam situasi kedaruratan seperti saat ini, komitmen anggaran merupakan indikator utama kesiapan pemerintah menjalankan mandat perlindungan warga.
"Pemerintah daerah di Riau harus memastikan bahwa kebijakan fiskal sejalan dengan kebutuhan nyata masyarakat serta ancaman bencana yang terus meningkat dari tahun ke tahun,"jelas Tarmidzi.(*)