Lingkungan

Percepat RUU Pertanahan, Jokowi Dinilai Untungkan Surya Darmadi Pemilik Darmex Argo Group di Riau

Made Ali, Koordinator Jaringan Kerja Penyelamata Hutan Riau
GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU — Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai tidak konsisten dengan keputusan dibuatnya sendiri untuk mempercepat RUU Pertanahan. Korporasi Darmex Agro Group beserta 315 korporasi sawit illegal di Riau diuntungkan dengan kebijakan mempercepat RUU pertanahan tersebut.
 
"Presiden Joko Widodo menginginkan RUU Pertanahan ini disahkan DPR pada akhir September bahkan Presiden menerbitkan Amanat Presiden yang meminta Kementerian LHK, Kementerian ESDM, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk ikut terlibat dalam pembahasan" ungkap Made Ali, Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) kepada Gagasan 5 September 2019.
 
Bahkan tutur Made, Jokowi juga meminta Wakil Presiden Jusuf Kalla sampai turun tangan guna menyelesaikannya.
 
Menurut Made, Amanat Presiden Jokowi ini bertentangan dengan salah satunya Inpres Nomor 5 tahun 2019, tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut yang diterbitkan oleh Presiden pada, 7 Agustus 2019.
 
"(Presiden Jokowi) intinya memerintahkan kepada Menteri LHK, Mentan, Menteri ATR/BPN, Gubernur dan Walikota/ Bupati untuk tidak menerbitkan izin baru pada kawasan hutan, lahan gambut dan APL" jelas dia.
 
Made memaparkan, usai KPK menetapkan korporasi sawit Darmex Agro Group sebagai tersangka pada 29 April 2019. 26 hari kemudian DPR RI memasukkan dua pasal dalam RUU Pertanahan yang menguntungkan Darmex Agro Group serta 315 korporasi sawit illegal di Riau.
 
Disebutkan Made, perusahaan tersebut berada dalam kawasan hutan tanpa izin, menanam melebihi konsesi yang dimiliki. Bahkan ungkapnya lagi, perusahan-perusahaan itu tidak memiliki HGU sehingga menimbulkan kerugian negara dengan tidak membayar pajak senilai Rp 73 triliun.
 
Dia mengulas bahwa, pada 29 April KPK menetapkan korporasi PT Palma Satu, Suheri Tirta (Legal manager PT Duta Palma tahun 2014) dan Surya Darmadi (Pemilik Darmex Agro Group) sebagai tersangka.
 
Dan tegasnya lagi, lorporasi dan pengelola perusahaan ini terlibat tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji.
 
Suheri Tirta urainya menyerahkan Rp 3 miliar dari Rp 8 miliar kepada Gulat Manurung untuk diberikan kepada Annas Maamun agar Gubernur Riau.
 
Uang itu kata Made, agar dimasukkan anak perusahaan Darmex Agro Group dalam revisi alih fungsi hutan/perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan menjadi non kawasan hutan di Provinsi Riau.
 
Dan selanjutnya diserahkan kepada Menteri Kehutanan pada 2014 untuk diintegrasikan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Riau.
 
Kemudian lanjut dia lagi, pada 24 Mei dan 21 Juni 2019, hasil penelusuran Jikalahari hingga draft RUU versi Agustus–September 2019 masih memasukkan dua pasal bermasalah.
 
"Rapat Panja RUU Pertanahan menyetujui memasukkan pasal, pertama, dalam hal pemegang HGU menguasai fisik melebihi luasan pemberian haknya, maka status tanahnya hapus dan menjadi tanah yang dikuasai oleh negara yang penggunaan dan pemanfaatannya diatur oleh Menteri (Pasal 25 Ayat 8 Draft RUU versi Agustus–September 2019)" papar Made. 
 
Dan lanjut dia, kedua, ‘Dalam hal pemegang HGU telah menguasai fisik melebihi luasan hak guna usaha dan/atau tanah yang diusahakan belum memperoleh hak atas tanah, status HGU ditetapkan oleh Menteri (Pasal 102 Draft RUU versi Agustus – September 2019).
 
"Dua pasal bermasalah tersebut akan memberi ruang untuk menghilangkan perbuatan tindak pidana menguasai fisik lahan melebihi luasan HGU atau menguasai lahan tanpa HGU yang dilakukan anak perusahaan Darmex Agro Group" ujarnya.
 
Made juga memaparkan hasil investigasi lapangan Jikalahari, menemukan anak perusahaan Darmex Agro Group diantaranya: PT Banyu Bening Utama memiliki HGU seluas 6.420 ha, menguasai fisik lahan seluas 7.653 ha yang 99 persen berada dalam fungsi HPK.
 
Kemudian tambahnya lagi, PT Kencana Amal Tani memiliki HGU seluas 9.217 ha namun menguasai lahan seluas 9.554 ha, sekitar 65 persen kawasannya berada dalam fungsi HPK.
 
"Lalu PT Eluan Mahkota memiiki HGU seluas 5.951 yang arealnya 24% persen berada dalam fungsi HPK" katanya.
 
Dikatakan Made, selain menguasai fisik lahan melebihi luasan HGU, anak perusahaan Darmex Agro Group juga menguasai lahan tanpa HGU.
 
"PT Palma Satu mengusai lahan masing-masing 9.956 ha seluruhnya dalam fungsi HPK, PT Panca Agro Lestari seluas 3.719 ha yang berada dalam fungsi HPK seluas 90 persen persen, fungsi 9,8 persen dalam fungsi HPT dan sisanya berada di APL. Lalu PT Seko Indah menguasai seluas 1.014 ha kawasan dengan fungsi HPK seluas 92 persen" paparnya.
 
Made mengkritisi dalam RUU Pertanahan, merujuk frasa dalam Pasal 25 ayat 8 dan Pasal 102 draft RUU versi Agustus – September.
 
"Frasa ‘menguasai fisik melebihi luasan HGU’ dan ‘ tanah yang diusahakan belum memperoleh hak atas tanah’ yang ditetapkan oleh Menteri, “Status apa? legal atau ilegal? " kritiknya.
 
Menurut dia, pasal ini memberi ruang bagi korporasi untuk menyuap atau Menteri melakukan korupsi karena status lahannya ditentukan oleh Menteri.
 
Dia juga mengungkapkan hasil investigasi lapangan menemukan banyak pelanggaran yang dilakukan anak perusahaan Darmex Agro Group.
 
"Diantaranya, PT Panca Agro Lestari menguasai fisik lahan dalam kawasan hutan dengan fungsi HPT seluas 367 ha dan areal PT Palma Satu berada di lokasi Peta Indikatif Penundaan Penerbitan Izin Baru (PIPPIB) seluas 9.417,53 ha atau 95 persen arealnya berada di lokasi moratorium" urai dia.
 
Selain itu juga kata dia, perusahaan ini juga berada di gambut dalam diantaranya PT Banyu Bening Utama seluas 2.505,14 ha, PT Palma Satu 9.690,19 dan PT Panca Agro Lestari seluas 1.037,73 ha.
 
Jikalahari juga katanya menganalisis jumlah hotspot yang muncul dalam areal anak perusahaan Darmex Agro Group sejak 2014 hingga saat ini, ditemukan ada 358 hotspot dan 200 diantaranya berpotensi menjadi
titik api.
 
"Hotspot terbanyak berada di PT Palma Satu 310 hotspot, PT Banyu Bening Utama 13 hotspot dan PT Panca Agro Lestari 8 hotspot. Dari hasil pantauan satelit Terra – Aqua Modis ini menunjukkan hotspot terus muncul setiap tahun" terangnya.
 
Dikatakan Made, sejak Presiden Jokowi terpilih pada 2014, anak perusahaan Darmex Agro Group terus terbakar baik di dalam ataupun di luar HGU. Bahkan mereka menguasai lahan di lokasi moratorium.
 
“Instruksi Jokowi mempercepat pengesahan RUU Pertanahan ini justru kian melanggengkan pembakaran hutan dan lahan.” Ujar Made.
 
Made juga mengatakan, penetapan PT Palma Satu dan pengelola Darmex Agro Group sebagai tersangka berawal dari OTT Annas Maamun pada 25 September 2014.
 
"Prestasi KPK lainnya melalui penyadapan dan OTT ialah berhasil membongkar suap dari Direktur PT Binasawit Abadi Pratama (BAP) dan Wakil Direktur Utama PT Sinar Mas Agro Resources and Technology terhadap 4 orang anggota DPRD Kalimantan Tengah" ujarnya.
 
"OTT dan penyadapan oleh KPK berhasil membongkar kejahatan Darmex Agro Group berupa menyuap Gubernur Riau agar lahannya ‘diputihkan’ dari kawasan hutan. Bayangkan jika tidak ada OTT dan penyadapan KPK, publik tidak akan tahu skandal korupsi korporasi,” kata Made.
 
Untuk itu, tegas Made, Jikalahari merekomendasikan Presiden Joko Widodo menolak draft RUU Pertanahan
 
"Presiden Joko Widodo harusnya fokus pada RUU yang sudah masuk sebagai prioritas dalam Prolegnas 2019 yang sudah disepakati bersama DPR sebelumnya" tutup dia..


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar