Pentingnya Memahami Perilaku Auditor Dalam Pelaksanaan Audit

Ahad, 16 Januari 2022 - 14:40:33 wib | Dibaca: 1887 kali 
Pentingnya Memahami Perilaku Auditor Dalam Pelaksanaan Audit
Ilustrasi/net

Pada perilaku profesional seorang akuntan publik diwujudkan dalam bentuk menghindari perilaku menyimpang dalam audit seperti manipulasi, kecurangan ataupun penyimpangan terhadap standar audit. Perilaku ini bisa mempengaruhi kualitas audit baik secara langsung maupun tidak langsung. 

Perilaku yang mempunyai pengaruh langsung diantaranya adalah penghentian prosedur audit secara dini, perolehan bukti yang kurang, pemrosesan yang kurang akurat, dan kesalahan dari tahapan-tahapan audit. Semua auditor dibatasi oleh kode etik, dan pelanggaran atasnya akan diberikan sanksi dan pencabutan gelar.

Permasalahan yang akan dibahas yaitu bagaimanakah perilaku auditor dalam melaksanakan audit? Maka dengan itu kita dapat memahami pentingnya perilaku auditor dalam pelaksanaan audit.

Auditor merupakan profesi seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu untuk mengaudit laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan, organisasi, lembaga, atau instansi. Salah satu hal penting yang harus diperhatikan adalah perilaku auditor dalam melaksanakan program audit. 

Pada dasar nya seorang audit melakukan penyimpangan karena ketatnya persaingan antar auditor lainnya, yang mengakibatkan kekhawatiran mengenai ketidak kemampuan seorang auditor untuk mencukupi kualitas audit.

Kualitas seorang akuntan atau auditor akan tercermin dari perilaku profesinya. Perilaku penyimpangan dalam pelaksanaan audit akan menjadi permasalahan yang serius karena dianggap dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap profesi akuntansi, serta menurunkan kualitas audit secara langsung atau tidak langsung. 

Tindakan yang dilakukan auditor dalam pelaksanaan program audit yang dapat menurunkan kualitas secara langsung disebut sebagai perilaku reduksi kualitas audit (audit qulity reduction behaviors), sedangkan yang dapat menurunkan kualitas audit secara tidak langsung disebut perilaku (underreporting of time).

 

Keperilakuan auditor diperlukan dalam suatu pekerjaan auditor sebab posisi auditor merupakan sebagai orang yang diberi kepercayaan yang bisa saja mengalami kecurangan antara klien dengan yang lain. Dimana keperilakuan ini ditetapkan untuk menjadi panduan dasar auditor dalam melaksanakan audit.

Dalam melaksanakan tugas auditnya seorang auditor harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. 

Selain standar audit, seorang auditor juga harus mematuhi kode etik profesi yang mengatur tentang tanggung jawab profesi, kompetensi dan kehati-hatian professional, kerahasiaan, perilaku profesional serta standar teknis bagi seorang auditor dalam menjalankan profesinya (Agusti dan Pertiwi, 2013).

Besarnya kepercayaan pengguna laporan keuangan pada Akuntan Publik ini mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas auditnya. Ironisnya, kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan kepada akuntan publik seringkali diciderai dengan banyaknya skandal (Futri dan Juliarsa, 2014). Keperilakuan selalu menjadi topik utama yang menyebabkan seorang auditor tersandung kasus dalam melaksanakan tugasnya. 

Untuk menghindari adanya praktik-praktik audit yang menyimpang, perlu ditelaah suatu faktor kepribadian yang dapat mempengaruhi dan mengendalikan perilaku auditor. 

Faktor kepribadian atau variabel yang dimaksud tersebut salah satu nya Locus of control. Locus of  control adalah cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa apakah seseorang tersebut dapat atau tidak mengendalikan peristiwa yang terjadi kepada nya. Mereka yang yakin mengendalikan tujuannya dikatakan memiliki locus of control internal, sedangkan yang memandang hidup mereka dikendalikan oleh pihak luar disebut dengan Locus of control eksternal

Komitmen profesional merupakan suatu tanggung jawab serta tingkat loyalitas individu pada profesinya yang dikatakan oleh Restuningdiah (2003). Komitmen profesinal pada diri akuntan publik merupakan bentuk kepercayaan auditor dengan klien, masyarakat, maupun rekan seprofesinya. Dalam komitmen profesional perlu adanya kesadaran etis yang tinggi agar akuntan publik selalu bertanggung jawab atas perilaku yang dilakukan. 

Gender yang merupakan suatu sifat yang melekat pada diri laki-laki ataupun perempuan, gender suatu istilah yang menunjukkan pembagian peran sosial antara laki-laki dan perempuan ini mengacu pada pemberian ciri emosional dan psikologi yang diharapkan oleh budaya tertentu sesuai dengan fisik laki-laki da perempuan, perbedaan nilai dan sifat ini didasari kesadaran etis yang mempengaruhi pria dan wanita daam membuat keputusan dan praktik.

Untuk mendeteksi terjadinya kecurangan, kita bisa melakukan pemeriksaan beberapa laporan keuangan, mulai dari rekening pendapatan, aset, kewajiban, pengeluaran, hingga ekuitas. Biasanya tanda kecurangan akan terdeteksi dengan melihat adanya perubahan dalam laporan keuangan.

Menurut Loebbecke et al. (1989), kecurangan lebih sulit untuk dideteksi karena biasanya melibatkan penyembunyian (concealment). Penyembunyian itu terkait dengan catatan akuntansi dan dokumen yang berhubungan, dan hal ini juga berhubungan dengan tanggapan pelaku kecurangan atas permintaan auditor dalam melaksanakan audit. Jika auditor meminta bukti transaksi yang mengandung kecurangan, dia akan menipu dengan memberi informasi palsu atau tidak lengkap. 

Johnson et al. (1991) menyebutkan ada tiga taktik yang digunakan manajer untuk mengelabui auditor. Taktik pertama adalah membuat deskripsi yang menyesatkan (seperti mengatakan perusahaan yang sedang menurun sebagai perusahaan yang bertumbuh) agar menyebabkan auditor menghasilkan ekspektasi yang tidak benar sehingga gagal mengenali ketidak konsistenan. Taktik kedua adalah menciptakan bingkai (frame) sehingga menimbulkan hipotesis tidak adanya ketidakberesan (nonirregularities hypothesis) untuk evaluasi ketidakkonsistenan yang terdeteksi. Taktik ketiga yaitu menghindari untuk memperlihatkan ketidakpastian dengan membuat serentetan manipulasi kecil (secara individual tidak material) atas akun-akun tertentu dalam laporan keuangan sehingga membentuk rasionalisasi atas jumlah saldo yang dihasilkan. Dengan ketiga taktik ini, manajemen klien akan berhasil bila auditor menggunakan cara sederhana melalui representasi tunggal dalam menginterpretasikan ketidak konsistenan yang terdeteksi. 

Dalam melaksanakan program audit, seorang auditor dapat memahami pentingnya perilaku dalam menerapkan dan menegakkan prinsip-prinsip etika sebagai berikut :

1. Integritas (integrity) : Integritas auditor  membangun kepercayaan dan dengan demikian memberikan dasar untuk landasan penilaian mereka.

2. Objektivitas (objectivity) : Auditor  menunjukkan objektivitas profesional tingkat tertinggi dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan informasi tentang aktivitas atau proses yang sedang diperiksa. Auditor  membuat penilaian yang seimbang dari semua keadaan yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan mereka sendiri atau pun orang lain dalam membuat penilaian.

3. Kerahasiaan (confidentiality) : Auditor  menghormati nilai dan kepemilikan informasi yang mereka terima dan tidak mengungkapkan informasi tanpa izin yang seharusnya kecuali ada ketentuan perundang-undangan atau kewajiban profesional untuk melakukannya.

4. Kompetensi (competency) : Auditor  menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang diperlukan dalam pelaksanaan layanan audit.

5. Perilaku profesional : Seorang auditor harus mampu menahan diri dari setiap perilaku yang dapat merusak citra profesi auditor seperti kelalaian dalam melakukan tugas, melecehkan pihak lain, membandingkan baik dan buruknya klien satu dengan yang lain.

Auditor internal pemerintah dilarang melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Melakukan pengawasan di luar ruang lingkup yang ditetapkan dalam surat tugas.

2. Menggunakan data/informasi yang sifatnya rahasia untuk kepentingan pribadi atau golongan yang mungkin akan merusak nama baik organisasi.

3. Menerima suatu pemberian dari auditan yang terkait dengan keputusan maupun pertimbangan profesionalnya dan,

4. Berafiliasi dengan partai politik/golongan tertentu yang dapat mengganggu integritas, obyektivitas, dan keharmonisan dalam pelaksanaan tugas.

SAS No. 99 ini mengingatkan auditor untuk mengatasi kecenderungan alami mereka seperti terlalu percaya pada representasi klien dan bias dan pendekatan audit mereka dengan sikap skeptis dan pikiran yang mempertanyakan. Hal yang penting juga adalah auditor harus mengesampingkan hubungan masa lalu dan tidak menganggap klien jujur. 

Auditor menurut standar baru ini perlu memperluas lingkup informasi yang mereka gunakan untuk menilai risiko salah saji material karena kecurangan, diluar faktor-faktor risiko kecurangan yang terdapat pada SAS No. 82. Faktor-faktor risiko kecurangan itu adalah “kejadian-kejadian atau kondisi yang mengindikasikan insentif/tekanan untuk mendorong kecurangan, kesempatan untuk melaksanakan kecurangan, atau sikap/rasionalisasi untuk membenarkan atau menjustifikasi tindakan-tindakan kecurangan” (para. 31). Walaupun faktor-faktor risiko kecurangan tidak harus mengindikasikan kecurangan ada, tetapi faktor-faktor itu sering ada bila bila kecurangan terjadi, sehingga menjadi elemen penting yang dipertimbangkan dalam ruang lingkup perikatan audit.

Penulis: Nur Azzahra Wedyati (190301245), Nikken Azzahara ZL (190301209)

Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU


Loading...
BERITA LAINNYA