Daerah

Brinda Karat, Perempuan Revolusioner Dalam Kancah Politik India

[caption id="attachment_2615" align="alignleft" width="300"]Brinda Karat Brinda Karat[/caption]

gagasanriau.com- India melahirkan banyak tokoh-tokoh perempuan berpengaruh. Dalam dunia pemikiran, India melahirkan pemikir perempuan yang terkenal, seperti Arundhati Roy dan Vandana Shiva. Di bidang politik, India punya banyak sekali politisi perempuan. Tidak hanya dari ‘trah’ Nehru-Gandhi, tetapi juga dari latar-belakang lain.

Salah satunya adalah Brinda Karat. Majalah-majalah populer India sering menempatkannya dalam daftar 10 politisi perempuan paling berpengaruh di India. India Today malah menempatkan nama Brinda Karat dalam daftar 10 politisi perempuan paling berpengaruh di dunia. Ia disejajarkan dengan Hillary Clinton dan Yulia Tymoshenko (Ukraina).

Namun, Brinda Karat punya keunggulan tersendiri. Sebagai aktivis Partai Komunis India-Marxis (CPI-M), Brinda tampil sebagai juru-bicara dari sektor-sektor terpinggirkan di India. Sejak tahun 2005 hingga sekarang, Brinda menjadi anggota Rajya Sabha atau Dewan Negara (MPR-nya India). Dia juga tercatat sebagai perempuan pertama yang masuk dalam jajaran Polit-Biro Partai Komunis India-Marxis.

Dari Latar Belakang Keluarga Borjuis

Dia lahir di Kalkuta, Ibukota Benggala Barat, pada 17 Oktober 1947. Ibunya meninggal ketika ia masih berusia lima tahun. Sementara ayahnya, yang berasal dari Lahore, adalah seorang pengusaha dengan sejumlah perusahaan.

Dengan latar-belakang keluarganya itu, Branda tumbuh dalam didikan keluarga yang liberal. Ayahnya sendiri adalah seorang pendukung politik liberalisme. Ketika beranjak dewasa, Brinda di masukkan ke sekolah elit, yakni sekolah perempuan Welham. Lalu, pada usia 16 tahun, ayahnya memasukkannya ke Miranda House, sekolah tinggi bergengsi di India yang mengajar liberalisme.

Setelah mendapat gelar sarjana di bidang seni, tahun 1967, Brinda pergi ke London, Inggris. Di sana ia bekerja di maskapai Air India di Bond Street London. Saat itu, Eropa sedang disapu oleh gelombang protes menentang perang Vietnam. Brindia, sebagai seorang India terdidik, mulai mempertanyakan intervensi AS di Vietnam.

Brinda tak habis pikir, kenapa negeri miskin seperti Vietnam harus diperangi oleh kekuatan besar macam Amerika Serikat. Tak pelak lagi, kejadian perang Vietnam mulai mengubah cara pandang Brinda Karat terhadap dunia sekelilingnya.

Saat itu, Brinda mulai menyentuh buku-buku Karl Marx. Rupanya, buku Karl Marx itulah yang mengubah hidup Brinda. Awalnya ia berpikir, sebagai orang kaya, cara terbaik membantu kaum miskin adalah menyantuninya atau semacam kegiatan amal. Namun, setelah membaca karya Karl Marx, ia sadar bahwa kemiskinan adalah produk struktur ekonomi politik; dan untuk menghilangkan kemiskinan, dibutuhkan revolusi politik untuk mengubah struktur ekonomi-politik.

Menjadi Aktivis Komunis

Karya-karya Karl Marx benar-benar menggusur tradisi liberal dalam kehidupan Brinda Karat. Lantaran itu pula, pada tahun 1971, ia memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan ingin kembali negerinya untuk berjuang.

Di eropa, Brinda banyak bersentuhan dengan banyak jenis kiri, seperti anarkisme, radikal, dan feminisme-radikal. Tetapi ia kurang tertarik. Selain itu, pada jaman itu, sebagaian besar mahasiswa tertarik untuk bergabung dengan gerakan Naxalite (Maois). Tetapi Brinda sama sekali tidak tertarik.

Pilihannya cuma dua, yakni Partai Sosialis dan Partai Komunis. Namun, gara-gara Karl Marx pula, ia sadar bahwa partai sosialis tidak cocok bagi dirinya yang menghendaki revolusi sosial. Akhirnya, pilihan jatuh kepada Partai Komunis (CPI-M).

Namun, menyatu dengan partai komunis tidak serta merta mengabulkan keinginannya menyatu dengan rakyat jelata. Saat itu, Partai Komunis malah memerintahkan Brinda masuk ke Universitas Calcutta dan mengorganisir mahasiswa. “Partai menyarankan agar saya masuk ke Universitas dan memperdalam ilmu politik,” kata Brinda.

Brinda mengalah dengan keinginan partainya. Namun, siapa sangka, justru bekerja dengan mahasiswa-lah yang membawa Brinda dalam sejumlah peristiwa revolusioner. Tahun 1971, rezim represif berusaha memberangus gerakan mahasiswa.

Lalu, meletus perang dengan Bangladesh, saat itu mahasiswa-mahasiswa kiri datang ke kamp-kamp pengungsi untuk mengajak mereka menentang perang. Itulah pengalaman pertama Brinda terjun dalam gerakan politik revolusioner.

Lalu, ketika tongkat Sekjend Partai Komunis (CPI-M) beralih ke Sunderayya, Brinda memutuskan berangkat ke New Delhi. Di sana, ia berkeinginan menjadi klas pekerja. Maklum, tekanan pengorganisiran CPI-M di bawah Sunderayya adalah klas pekerja. Kali ini keinginan Brinda Karat terkabulkan.

Saat itu, CPI-M benar-benar tampil sebagai partainya kaum miskin. Ketika jutaan kaum miskin India menuntut makanan, CPIM tampil untuk memimpin mereka. Ini benar-benar menginspirasi Brinda dan menguatkan keyakinannya dengan komunisme.

“Hanya Partai Komunis yang bisa membantu orang seperti saya, yang berasal dari latar-belakang tidak politis, hanya dengan dorongan cita-cita dan impian. Partai memberi kepada saya untuk berpikir, berkembang, dan bekerja,” katanya.

Sejak itu, Brinda aktif memimpin serikat buruh tekstil. Pengalaman ini, kata dia, membantunya memahami isu kelas. “Saya memahami persoalan gender dalam masyarakat berbasis kelas seperti India, ya, melalui pekerja tekstil,” ungkapnya.

Setelah itu, Brinda mengorganisir di kawasan kumuh India. Di sini, ia kembali bergumul dengan perempuan miskin. Ia juga mulai aktif menulis untuk koran mingguan partai, khususnya untuk isu-isu perempuan.

Pada tahun 1975, Brinda menikah dengan kawan separtainya, Prakash Karat (Sekjend Partai Komunis-CPIM sekarang). Sejak itulah menyandang nama “Karat” di belakang namanya. Meski sama-sama anggota partai, tetapi Brinda sama sekali tidak mau bergantung kepada suaminya. “Kami memiliki pandang politik masing-masing. Meskipun dalam kerangka partai, kami seideologi,” jelasnya.

Pada tahun 1980-an, Brinda mulai memimpin kampanye untuk mereformasi UU pemerkosaan, yang terlalu ringan menghukum pelaku pemerkosaan. Ia juga aktif mengajak kaum perempuan India, khususnya kalangan bawah, untuk bergabung dengan partai komunis. Bagi Brinda, hanya partai komunislah yang membela kaum perempuan klas bawah.

Pada tahun 1992, Brinda ditunjuk sebagai Sekjend Asosiasi Perempuan Demokratik Seluruh India (AIDWA). Organisasi ini memiliki anggota sebanyak 18 juta orang. Merupakan salah satu organisasi perempuan terbesar di India.

Di India, ketika hampir semua partai borjuis bersandar politik kasta, partai komunis (CPI-M)—termasuk Brinda di dalamnya–justru konsisten dengan garis klasnya. Menurut Brinda, pendekatan kasta justru mencerai-beraikan klas tertindas. “Lihatlah Kerala, CPI-M justru tumbuh dari gerakan anti-kasta,” katanya.

Pada tahun 2005, Brinda Karat terpilih sebagai anggota Parlemen (Rajya Sabha) mewakili partainya (CPI-M). Di parlemen, Brinda tampil sebagai terompetnya kaum tertindas, termasuk perempuan. Tahun itu juga Brinda terpilih sebagai anggota Polit-Biro Partai Komunis (CPI-M).

Raymond Samuel

Sumber Artikel: berdikarionline.com


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar