Hukum

Kolektor CIMB Niaga Hina dan Permalukan Nasabah, DPRD Minta Polisi Bertindak

Foto ilustrasi
"Bisa abang bayar tanggal 5, tapi abang titip dulu mobilnya. Seenaknya aja makai mobil dua bulan nunggak disuruh bayar tak mau. Sadar dirilah punya hutang. Kalau tak mau ditarik, bayar sekarang 1 bulan," katanya ngotot.
 
"Kan udah abang rekam suara ku. Biar ajalah aku ngomong kayak gini," tambahnya dengan suara semakin keras dan membuat karyawan lain memperhatikan kejadian itu.
 
Tadinya R sudah memperingatkan AS untuk meredam suaranya yang tertalu keras agar tak menjadi perhatian umum. Namun AS tetap ngotot dan merasa paling benar dengan mengeluarkan suara selantang mungkin. Tujuan AS juga jelas, agar R dan istrinya malu. Perbuatan ini tentu sudah masuk ke ranah pidana yakni Pasal 310 KUHP tentang penghinaan, Pasal 335 Ayat 1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan, Pasal 281 KUHP tentang merusak kesopanan di muka umum. Sementara urusan hutang piutang yang diperdebatkan ini masuk dalam ranah Perdata.
 
Menanggapi kasus ini, Anggota DPRD Kota Pekanbaru, Fikri Wahyudi Hamdani,S.Sos mengaku kesal dengan tindakan para penagih hutang itu. Menurutnya, ada cara dan etika-etika baik sesuai prosedur yang harusnya diterapkan oleh para kolektor, bukan dengan cara mengancam, membuat malu sampai menghina. Apalagi melakukan kekerasan.
 
"Kalau sudah pakai cara itu, ini kan sudah masuk ranah Pidana. Saya meminta kepada Polri, dalam hal ini Kapolresta Pekanbaru dan jajarannya untuk menindak aksi kasar para penagih hutang ini," kata Fikri Wahyudi Hamdani.
 
Masih kata Fikri, hutang memang harus dibayar oleh orang yang berhutang. Tapi si penagih hutang harus memakai etika, bukan dengan tindakan-tindakan yang melanggar hukum seperti gaya preman.
 


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar