Riau

DPRD Riau Menduga Ada Kutipan Liar Instansi Pemerintah, Terkait Potensi Kelautan

GagasanRiau.Com Pekanbaru - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari Komisi B DPRD menduga adanya kutipan liar dari instansi pemerintah hilangnya potensi pendapatan negara dalam potensi kelautan.

Bahkan ratusan miliar potensi perikanan dari provinsi Riau tak tergarap, salah satunya dari pajak retribusi hasil dari produksi dalam setahun sebesar 150.788 ton berdasarkan data Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.

"Sekitar 150.788 ton perikanan kita, kalau dikalikan pajak retribusi hasil tangkap dan budidaya 0,5 persen saja itu bisa Rp75 miliar. Kalau tangkapan langsung dari laut bisa 1 persen," kata Anggota Komisi B DPRD Riau, Firdaus di Pekanbaru, Rabu (29/9/2016).

Hal itu, lanjutnya belum lagi izin usaha dan angkut, pengolahan sehingga ada empat retribusi yang bisa dikutip.

Selain itu juga bisa dihitung izin usaha perikanan seperti di Kabupaten Rokan Hilir ada sebanyak 50 ribu ton yang diolah atau sepertiga dari Riau.

Dia menduga kebocoran uang itu karena adanya kutipan liar dari lima instansi seperti halnya peti kosong dari Malaysia itu datang dikutip Rp25 ribu, belum lagi pulangnya yang membawa muatan.

Selain itu, kata dia, untuk izin kapal tidak ada yang punya sejak tahun 2012. Yang ada hanya izin sementara dari pengusaha itu karena kalau diurus maka instansi tidak lagi bisa mengutip.

"Kita tidak boleh diam karena itu hak provinsi yakni kapal 10-30 GT. Kita berharap ini agar segera diperbaiki," ujarnya.

Menurutnya besarnya potensi perikanan bisa menjadi pondasi keuangan suatu daerah. Dia mencontohkan Kabupaten Rembang di Jawa Tengah yang 50 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah berasal dari sektor budidaya saja. Itu bisa terwujud karena terdata dengan baik sehingga saat lelang ikan bahkan banyak orang luar negeri yang datang.

Sementara itu, Sekretaris Dinas Perikanan dan Kelautan Riau, Nafilson menyampaikan bahwa Pendapatan Asli Daerah hanya berasal dari pembenihan pembenihan di Sungai Tibun, Kabupaten Kampar seperti Ikan Patin dan Baung yang memberikan pendapatan hanya Rp150 juta setahun.

"Sebetulnya memang kecil karena usia induk pembenihan telah melewati ambang batas, kami mengupayakan mengganti induk untuk menghasilkan yang lebih tinggi lagi. Dengan upaya itu bisa Rp1 miliar Miliar dalam satu tahun karena benih tak pernah tersisa, permintaan tinggi tak terpenuhi," katanya.

Untuk PAD dari izin kapal dikatakannya bahwa itu diurus oleh Badan Pelayanan dan Perizinan Terpadu. Diskanlut hanya menerima laporan saja.(ANTARA)

Editor Arif Wahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar