Hukum

Terkait Hilangnya Nama Syamsuar, Kasipidsus Kejari Siak Mengaku Ceroboh Soal Dakwan

GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU- Hilangnya nama Bupati Syamsuar dalam dakwaan kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Program Sistem Informasi Manajemen Keuangan Desa (Simkudes) Pemerintah Kabupaten Siak. Karena murni kecerobohan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Siak. Dan hilangnya nama Syamsuar selaku Bupati Siak dalam dakwaan tersebut karena dianggap tidak perlu.

Hal ini terungkap melalui Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus‎) Kejaksaan Negeri (Kejari) Siak, Immanuel Tarigan yang dilansir oleh tribunpekanbaru (13/9/2017).

"Materi dakwaan itu ada di Jaksanya, tapi kami bukan maksud menutupi sesuatu, tapi kami sudah cukup dari dakwaan yang kami bacakan. Bukan kami melindungi Pak Syamsuar. ‎Hematnya kami berpikir itu tidak perlu," ungkapnya kepada Tribun, Rabu (13/9/2017) saat dijumpai di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.

Hal ini ia sampaikan sehubungan dengan hilangnya nama Bupati Siak, Syamsuar dalam dakwaan versi yang dibacakan JPU dalam persidangan, Senin (11/9/2017) lalu.

Baca Juga Syamsuar Bupati Siak Ini Bungkam Ditanya Soal Dugaan Korupsi Paket Program Simkudes

Ia menyatakan bahwa dakwaan yang disusun JPU sebenarnya telah rampung tanpa adanya nama Syamsuar.

‎Dakwaan yang dibacakan oleh JPU lanjutnya, merupakan dakwan yang benar, sementara dakwaan yang dilimpahkan terlebih dulu ke Pengadilan Tipikor Pekanbaru, dan telah dipegang oleh Majelis Hakim beserta terdakwa, merupakan dakwaan yang belum direvisi.

"Saya pun tidak tahu bagaimana, saya minta anggota untuk limpahkan ke PN (pengadilan). Ternyata surat yang dilimpahkan itu ternyata yang belum direvisi. Makanya itu, ‎hanya sebatas itu kecerobohan kami," lanjutnya.

Dimana sebelumnya, kecerobohan JPU dalam mengganti dakwaan mendapat reaksi keras dari hakim. Dakwaan diganti oleh JPU saat hari H persidangan perdana, Senin lalu. Perbedaan dakwaan itu terkait dengan alur kegiatan yang akan dilaksanakan.

Dalam dakwaan pertama diserahkan ke pengadilan disebutkan jika terdakwa, Abdul Razak menerima brosur dari H.Syamsuar, untuk mempelajari brosur paket Simkudes. Perubahan terjadi saat dakwaan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Kejadian pemberian brosur dan menindaklanjutinya ini tidak ada disebutkan dalam dakwaan yang dibacakan.

Kejadian ini menurutnya tidak perlu disebutkan dalam isi dakwaan, karena perbuatan terdakwa Abdul Razak telah terkonstruksi dalam berkas tanpa adanya kejadian pemberian brosur oleh Syamsuar kepada terdakwa.

"Hematnya kami berpikir itu tidak perlu. Karena sebatas itulah yang hanya disampaikan. Setelah kami pikir matang itu tidak usah, tidak akan menghilangkan peran terdakwa yang disebut," jelasnya.

Selain alasan teknis ini, Immanuel Tarigan juga mengatakan jika persoalan ini tidak telepas dari agenda politik Syamsuar yang digadang gadangkan akan bertarung pada Pilkada Gubernur Riau tahun depan.

"Kemudian kita lihat niat baik seseorang, dia mencalonkan Gubernur. Jika ditanggapi pihak-pihak politik, jadi bola liar," tandasnya.

Terlepas dari berbagai alasan itu, ia ingin menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh pihak mengenai kecerobohan ini.

"Saya sampaikan permintaan maaf. Sampai detik ini kita tidak ada beban temasuk dengan pak hakim, murni teknis kita kurang rapi," tegasnya.

‎Perubahan yang terjadi dalam dakwan, lanjutnya tidak akan mengubah esensi isi dakwaan dan rentetan kejadian dugaan Tipikor ini. Terhadap putusan sela majelis hakim nantinya, ia menyerahkan sepenuhnya kepada hakim. JPU nantinya akan menanggapi pertimbangan hakim dalam memutuskan putusan sela.

"Mengenai putusan sela nanti, itu kewenangan beliau. Namun kita nanti akan jawab. Mengapa harus dibebaskan nanti misalnya. Kalau memang berasumsi menutupi (nama tertentu,red), pasti kita jawab," tegasnya.

Dalam perkara ini, tersangka Abdul Razak merupakan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD). Dugaan Tipikor terjadi pada tahun anggaran 2015 dengan dugaan kerugian negara sekitar Rp 1.163.676.886.

Dugaan kerugian negara ini sesuai dengan Laporan Hasil Audit. Dalam rangka perhitungan kerugian keuangan negara pada tanggal 12 April 2017 oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI Perwakilan Riau,.

Terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang undang Nomor 20, tahun 2001 tentang perubahan atas Undang undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-KUHPidana. (tribunpekanbaru).


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar