Hukum

Jikalahari: Ada Mafia Dibalik SP3, Kapolri Harus Bentuk Tim Independen

Woro Supartinah

GagasanRiau.Com Pekanbaru - Jikalahari mendesak Kapolri Jendral Pol Tito Karnavian membentuk tim Independen, mengusut tuntas perihal penerbitan  SP3 oleh Polda Riau terhadap 15 perusahaan pembakar hutan dan lahan gambut di Riau. Tim ini terdiri dari unsur akademisi, praktisi hukum dan masyarakat korban karhutla.

"Dalam kasus narkoba Kapolri berani dan cepat membentuk tim, mengapa kasus SP3 Kapolri terkesan lamban dan tertutup? Padahal dampak karhutla sangatlah besar dan tidak bisa begitu saja diabaikan” kata Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari Riau.

Menurut Woro, sejak awal, penerbitan SP3 tanpa diketahui publik. Publik baru mengetahui SP3 tanggal 19 Juli 2016, padahal SP3 dimulai sejak Januari 2016. Keterlambatan dan ketertutupan ini saja telah mengindikasikan ada hal yang Kepolisian tidak ingin masyarakat luas mengetahui.

"Ada apa sebenarnya? Jikalahari menduga ada praktek ‘mafia’ dibalik keluarnya SP3 tersebut," kata Woro.  

Jikalahari mencatat, sudah 40 hari sejak publik mengetahui Penghentian perkara tersebut, hingga detik ini hasil kinerja Mabes Polri masih gelap.

"Kami belum mengetahui hasil evaluasi Mabes Polri atas terbitnya SP3,” lanjut Woro.

Anehnya lagi, Mabes Polri malah seperti mengamini alasan penerbitan SP3 oleh Polda Riau.

"Semestinya Kapolri jangan hanya mendengar informasi dari internal Kepolisian, tapi juga mencari dan mendengar informasi dari publik.  Itu menjadi penting untuk dilakukan terutama mengingat mandat Kapolri dari Presiden untuk memberantas mafia hukum,”  ujarnya.

Sementara  kelanjutan SP3 masih tidak jelas, asap mulai menghiasi langit di Pekanbaru dan beberapa kabupaten di Riau. Status ISPU hari ini di Pekanbaru dalam status Sedang, yang mengindikasikan penurunan konsisi udara di Pekanbaru, sementara sebanyak 300 KK telah diungsikan di kabupapten Rokan Hilir dan Rokan Hulu akibat asap dari karhutla.

Hasil pantauan hotspot Jikalahari menemukan, di area 8 dari 15 korporasi tersebut terjadi peningkatan hotspot yang cukup signifikan di tahun 2016. Jikalahari menilai bahwa SP3 15 perusahaan adalah salah satu faktor penyebab timbulnya asap kembali.

SP3 telah melanggengkan pengabaian tanggung jawab perusahaan terhadap konsesinya, sehingga perusahaan tidak merasa jera. Dengan SP3 publik juga tidak dapat memantau pelaksanaan tanggung jawab perusahaan terhadap area yang harusnya  dikelola dan  dilindungi dari resiko kebakaran. Jika SP3 tidak dianulir, karhutla dan asap akan menjadi persoalan yang terus terjadi dan membahayakan masyarakat secara luas.

Melihat perkembangan SP3 yang tidak jelas kelanjutannya, dan dalam upaya mencegah timbulnya asap yang lebih luas, Jikalahari merekomendasikan sebagai berikut,  Kapolri segera mengganti Kapolda Brigjen Supriyanto, karena gagal membuka SP3 15 Korporasi Pembakar Hutan dan Lahan. Termasuk Kapolri juga harus mengganti Direktur Ditkremsus Polda Riau dan jajarannya karena bekerja tidak transparan pada publik.

"Kapolri segera bentuk Tim Independen sebagai bentuk kepatuhan atas instruksi Presiden Jokowi dalam menerapkan prinsip transparansi dalam penanganan perkara karhutla, dan wujud komitmen untuk bersih dari korupsi," kata Woro.
 
Selain itu, Kapolri bersama KLHK dan Kejaksaan Agung harus membentuk tim penegakan hukum terpadu dalam penanganan perkara karhutla.**/rilis


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar