Politik

Airlangga Hartarto Diminta Lepas Jabatan Ketum Golkar Akibat Isu Skandal Perselingkuhan

Airlangga Hartarto, Ketua DPP Partai Golkar (Foto solopos.com)

GAGASANRIAU.COM, JAKARTA - Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) didesak segera melepaskan jabatannya sebagai Ketua Umum DPP partai berlambang pohon beringin tersebut.

Hal itu diungkapkan Paskalis Koosay, kader partai Golkar asal Papua. Dia berpandangan, Airlangga Hartarto harus meletakkan jabatannya sebagai Ketua Umum demi menyelamatkan Beringin. Hal tersebut Ia sampaikan dalam sebuah opini yang beredar di kalangan pewarta, Jumat (31/12/2021).

Baca Juga : Berbagai Pihak Minta Ketum Golkar Klarifikasi Soal  Skandal Perselingkuhannya dengan RH

"Keberadaan partai harus diselamatkan, dijauhkan dari dari lingkaran skandal selingkuh Ketua Umum. Cara menghindarinya adalah AH harus meletakan jabatan Ketua Umum. Dilakukan secara gentlemen demi menyelamatkan kepentingan partai," kutipan opini Kossay yang dibaca di Jakarta.

Menurut Kossay, isu kasus skandal perselingkuhan Ketua Umum telah berbuah tanggapan negatif baik terhadap Airlangga maupun kepada Partai Golkar. Dampak terburuknya, kata Dia, "Pasti partai golkar sebelum bertempur pada laga 2024 sudah kalah."

"Kita tidak rela partai ini hancur sebelum bertanding," ujarnya.

Jika Airlangga tidak mundur, menurut Kossay, maka harus ditempuh mekanisme partai yang sesuai AD/ ART yaitu melalui Musyawarah Nasional Luar Biasa ( MUNASLUB ). "Munaslub selambat-lambatnya diselenggarakan dalam bulan Februari 2022 sebelum agenda resmi Pemilu 2024 dimulai dalam bulan April 2022."

Kossay berharap, semoga semua kader partai sadar akan implikasi buruk dari kasus dugaan perselingkuhan Ketum Airlangga Hartarto. Pasalnya, kasus senacam ini jarang tenggelam dengan cara didiamkan. Tetapi akan terus berkembang semakin luas selama belum ada kepastian hukum tentang letak kasusnya. Selama kasus ini belum berproses dalam ranah hukum, maka kemungkinan spekulasi politik akan semakin meningkat dan pada akhirnya bisa berujung phrahara politik yang sulit dibendung.

"Waktu tinggal dua tahun, sama dengan hitungan waktu besok dan lusa. Harap kita semua dapat berpikir waras," tandas Kossay.


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar