Riau

Dirut PHR Mangkir, Rapat di DPRD Ditunda, Ade: Reward-nya Banyak, Tapi Tenaga Kerja Kehilangan Nyawa

Rapat di Ruang Rapat Medium DPRD Riau

GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Sejumlah Anggota DPRD Provinsi Riau menunjukkan kekecewaannya kepada pihak Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang dianggap tak memiliki itikad baik dalam menjalankan usahanya di Provinsi Riau.

Hal tersebut terungkap dalam rapat yang digelar di Ruang Rapat Medium DPRD Riau, dimana salah satu agendanya adalah mendalami persoalan kecelakaan kerja yang sudah terjadi kesekian kalinya di Blok Rokan.

Rapat ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Riau, Syafaruddin Poti, dan diikuti oleh Ketua Komisi V Robin P Hutagalung, Wakil Ketua Komisi V Karmila Sari, Sekretaris Komisi V Syamsurizal, beserta Anggota Komisi V.

Dalam rapat tersebut, Syafaruddin Poti, meminta pihak Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) memperkenalkan sesiapa saja yang hadir, baik dari perwakilan Disnaker maupun dari pihak PHR beserta vendor-nya.

Sebelum itu, Poti membacakan beberapa kesepakatan yang ditandatangani oleh ketiga pihak saat rapat Bulan Desember lalu, dimana ada beberapa permintaan seperti informasi tenaga kerja yang bekerja di Blok Rokan, baik dari sisi jumlah maupun asal usulnya. Kemudian, ada juga kesepakatan untuk menghadirkan pimpinan PHR.

Saat rapat tengah berjalan, Anggota Komisi V DPRD Riau, Ade Agus Hartanto, melakukan interupsi dan mempertanyakan ketidakhadiran Direktur Utama PHR, Jaffee A Suardin, yang mestinya hadir.

Disampaikan Ade, rapat ini bukan yang pertamakali dilakukan oleh Komisi V, namun sampai rapat hari ini Dirut PHR, tak juga memperlihatkan wajahnya dalam rapat di lembaga ini.

"Banyak yang ingin kita dengar dari Dirut-nya, ininbukan rapat sekedar silaturahmi dan bincang-bincang tanpa hasil. DPRD Riau ini adalah institusi yang mewakili masyarakat, kami merespon pertanyaan masyarakat terkait aktivis PHR di Blok Rokan," ujar Ade, Rabu (25/1/2023).

Untuk itu, Ade menyarankan pimpinan rapat untuk menunda rapat ini sampai PHR bisa menghadirkan Dirut-nya. "Mereka kita minta pulang saja, sampai ada kepastian kapan Dirut-nya bisa datang," tambahnya.

Selama ini, lanjut Ade, PHR cukup aktif dalam menyiarkan informasi tentang keberhasilan mereka melalui beberapa reward, namun dia meragukan reward tersebut karena ada beberapa fakta yang terjadi.

"Reward-nya banyak, ndak tahulah kita, reward asli atau reward-reward-an. Yang jelas kelalaiannya terlihat, ada tujuh tenaga kerja yang meninggal, saya tak tahu mereka punya target berapa. Ini bukan masalah main-main, ini masalah nyawa," tegasnya.

"Apa yang mau dicari dari rapat seperti ini, apa mungkin tunggu nyawa banyak dulu baru Dirut-nya mau datang? Dan permasalahan PHR bukan sebatas kecelakaan kerja saja. Ada isu keterlambatan bayar untuk vendor, ada pemangkasan biaya, yang menjadi alasan pengusaha subcon lalai. Nah, klaim sepihak ini yang mau kita tanya ke Dirut-nya," terangnya.

Kemudian ada pula isu tenaga kerja yang katanya 90 persen warga lokal, Ade hanya ingin mengetahui apakah 90 persen itu memang warga asli, atau hanya ber-KTP Provinsi Riau saja. Termasuk juga penempatan kerja mereka.

"Kecelakaan-kecelakaan ini jadi pintu masuk kita untuk mengetahui kondisi perusahaan yang katanya 'hadiah' untuk Riau ini. Dan itu semua tak bisa hanya sekedar rapat-rapat begini," tutupnya.

Anggota Komisi V DPRD Riau lainnya, Marwan Yohanis, mengaku sependapat dengan Ade Agus. Disampaikan dia, ada banyak hal prinsip yang perlu dibahas, dan hal-hal itu sebenarnya sudah disepakati dalam rapat yang dilaksanakan pada 5 Desember silam.

"Sebagai representasi rakyat, tentu kita mau dengar penjelasannya. Kalaupun pimpinan atau Dirut-nya tak hadir, minimal ada surat kuasa. Jadi, saya minta rapat ini untuk ditunda sampai Pimpinan PHR bisa betul-betul hadir, karena kita mau rapat ini punya hasil," katanya.

Setelah Marwan, Anggota Komisi V lainnya, Sardiyono juga mempertanyakan keseriusan Dirut PHR dalam menjalankan usaha di Riau. Dengan ketidakhadirannya ini, Sardiyono menduga PHR memandang remeh DPRD Riau dan menganggap pertemuan ini sebagai pertemuan biasa saja.

"Tadi katanya ada kegiatan lain, rapat ini sepertinya tak begitu jadi perhatian. Rapat ini ditunda saja, sampai dihadiri secara lengkap oleh PHR. Saya tak salahkan Pak Kadisnaker, tak salahkan Sekretariat DPRD Riau, tapi kita sepakat saja untuk menunda ini," tuturnya.

Sementara itu, Corporate Secretary PHR, Rudi Ariffianto, mengatakan bahwa Dirut PHR, Jaafee A Suardin, tak bisa menghadiri rapat karena ada kegiatan rapat bersama Holding dan Kementerian.

Dia mengakui, bahwa yang paling banyak memahami teknis kondisi lapangan adalah Executive Vice President (EVP), yang saat ini dalam kondisi kosong. Posisi EVP katanya, kemungkinan akan ditunjuk hari ini.

"EVP itu lebih banyak berkecimpung di dalamnya, dibanding Dirut yang memang lebih banyak mengelola korporasi," ujarnya.


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar