Ekonomi

Manisnya Profit Kedai Kopi, Tak Sebanding Bahaya Covid-19

Kami tidak panik dan takut, baiknya kita berpisah sementara tidak berkumpul di warung kopi. Tapi harus ada solusi mencegah gejolak sosial.
Saat melawan pandemi corona virus disease (covid-19) di Indragiri Hilir, pemerintah telah mengeluarkan maklumat agar masyarakat tidak berkumpul dan menutup tempat usaha.
 
Maklumat tersebut guna memutus mata rantai penyebaran coronavirus selama 14 hari demi menyelamatkan nyawa warga. Namun, membuat para pengusaha kecil 'warung kopi' mengeluh.
 
Surat edaran bernomor 30521/SE/2020 tanggal 16 maret 2020 tentang kewaspadaan dan pencegahan penularan coronavirus disease 2019 dan keputusan bupati nomor 317/III/HK-2020 tentang penetapan status siaga darurat bencana non alam.
 
Dalam surat edaran tersebut, warung makan, cafe masih diperbolehkan buka selama masa waspada corona sampai tanggal 15 April 2020 asalkan tidak menyediadakan tempat, berupa meja dan kursi. Makanan yang dibeli dibungkus dibawa pulang kerumah. 
 
Kebijakan ini membuat sebagian pengusaha warung kopi mengeluh. Pasalnya, warung kopi berbeda dengan warung makan atau warung pasar yang bisa dibungkus belanjaan bawa pulang.
 
Hal ini disampaikan oleh pemilik warung kopi, Sam (40 tahun), mengatakan omset warungnya menurun drastis, karena pengunjung tidak bisa duduk santai menikmati kopi jualannya.
 
"Pengunjung memesan kopi ketika duduk santai di warung. Kalau tidak ada pengunjung, kopi warung kami tidak ada yang beli. Berbeda dengan warung makan dan pasar," sebut Sam, Minggu (5/3).
 
Budaya warung kopi berbeda dengan tempat usaha lainnya. Karena masyarakat kebiasaan minum kopi duduk santai setiap hari sebagai bentuk guyub atau kerukunan warga, bagian dari negosiasi, hingga sebagai prestise yang menunjukkan status sosial.
 
Sam mengatakan tidak merasa kecewa dengan surat edaran bupati tersebut. Juga tidak mencoba membangkang atas imbauan dari Kapolri untuk menghindari aktifitas keramaian. Namun, harus ada solusi ketika kebijakan itu diterapkan agar tidak terjadi gejolak sosial berdampak kepada ekonomi rakyat bawah.
 
"Harusnya ada solusi, agar kebijakan ini tidak dipukul rata. Misalnya usaha pemilik warung kopi diberi intensif, agar kebutuhan terpenuhi," pintanya
 
Menurunnya, pendapatan warung kopi, membuat tekanan ekonomi yang sangat luar biasa, kata Sam, karena besarnya tanggungan yang harus diselesaikan. Mulai dari kredit motor, kontrak rumah, serta biaya pendidikan anak.
 
Sam menegaskan, jika protokol kesehatan dalam bisnis kuliner untuk mencegah virus corona harus ditutup, Sam mengaku akan siap merelakan profit warung kopinya untuk kepentingan lebih besar. Namun harus ada solusi agar warga kelas bawah bisa bertahan ketika gempuran melawan coronavirus.
 
Keputusan tutup sementara adalah upaya dari pelaku usaha untuk mengoptimalkan masa social distancing  (jaga jarak) untuk melawan penyebaran virus corona. Inti dari social distancing adalah strategi kebijakan publik untuk menghambat penyebaran virus. 
 
Penulis: Daud M Nur


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar