Daerah

PT SAL, Biang Kehancuran Rugikan Masyarakat Desa Pungkat Secara Ekonomis

GagasanRiau.Com Tembilahan - Kondisi masyarakat Desa Pungkat, Kecamatan Gaung, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) memprihatinkan, dimana perekonomian masyarakat setempat anjlok akibat rusaknya perkebunan kelapa milik mereka.

Kebun kelapa tersebut rusak sejak beroperasinya PT SAL  PT Setia Agrindo Lestari (PT SAL), dimana serangan hama kumbang dari perusahaan tersebut pasca pembukaan lahan gambut secara massif. Bukan hanya hamba kumbang. Masyarakat setempat juga menuntut lahan mereka yang telah dirampas oleh perusahaan tersebut.

Dengan rusaknya perkebunan masyarakat tersebut membuat masyarakat menjerit dan menangis akan nasib mereka saat ini. Dikarenakan penghasilan utama mereka telah hancur akibat hama kumbang.

Selain serangan hamba kumbang yang merusak tanaman kelapa mereka,  air sungai di desa setempat yang dulu bisa diminum saat kemarau, saat ini sudah tidak bisa diminum lagi diduga akibat pencemaran limbah perusahaan tersebut. Efeknya merugikan masyarakat secara ekonomis.

Seperti disampaikan oleh Ketua Organisasi Rakyat Pungkat Bersatu (ORPB) Asan Basri mengungkapkan dampak dan kerugian yang dialami mereka sejak adanya pembukaan kawasan hutan oleh perusahan perkebunan kelapa sawit PT SAL pada tahun 2014 lalu hingga kini telah membawa kerusakan bagi lingkungan dan pencemaran sumber air bersih. Masyarakat kewalahan saat musim kemarau untuk mencari air bersih.

"Rusaknya sistem mata air akibat limbah perusahaan ini. Rusaknya perkebunan masyarakat akibat serangan hama kumbang yang diduga dari perusahaan. Hari ini masyarakat menjerit dan menagis dikarenakan penghasilan mereka tidak lagi,"ungkap Asan saat berorasi dihadapan ratusan masyarakat Pungkat yang berlokasi dilahan PT SAL, Rabu (18/1/2017).

Padahal menurutnya, air sungai tersebut, air sungai tersebut mengandung seribu akar.  Pada tahun 90 an, hutan ini dibakar tidak mau terbakar, dikarenakan ekosistem sumber mata air masih alami.  Tapi kenapa sekarang mudah terbakar, dikarenakan ekosistem air tidak berfungsi, akibat rusaknya eko sistem mata air akibat kanal perusahaan yang mengandung zat-zat dari pupuk.

Tapi katanya lagi, sekarang mudah terbakar, namun masyarakat yang dikambinghitamkan, dan juga masyarakat yang dipenjara.

Bukan hanya pencemaran air limbah kata Asan lagi, hutan milik masyarakat setempat juga diserobot dan dirampok oleh perusahaan yang hingga kini masyarakat dengan perusahaan berkonflik sehingga terjadinya pembakaran alat berat (Eskavator) pada waktu lalu yang berujung ke ranah hukum.

"Sudahlah lingkungan tercemar, ditambah lagi hutan masyarakat dirampas oleh perusahaan tampa mediasi bersama masyarakat. Lahan masyarakat ikut digarap dengan alat eskavator milik perusahaan. Kami menduga ada oknum yang bermain hanya untuk kepentingan perutnya saja, sehingga masyarakat banyak yang menjadi imbasnya," ungkapnya lagi

Padahal paparnya lagi, sepanjang tahun 2014 lalu, ratusan masyarakat Pungkat mengadu ke Bupati Inhil ke pihak DPRD untuk menuntut PT SAL agar menghentikan kegiatannya sementara waktu.

"Padahal kami sudah menyampaikan kepada perwakilan rakyat,  kepada pemerintah daerah, semua dingin-dingin saja. Akan tetapi diatas dari pada kesabaran,  diatas dari pada kelemahan,  sehingga masyarakat membakar alat berat.  Kami mengakui itu salah,  akan tetapi kami mempertahankan hak, apa yang kami katakan hak, kerna kami menuntut hak hidup sejahtera,  berhak untuk hidup untuk kehidupan," ujarnya lagi.

Bukan hanya sebatas itu, 3.000 masyarakat pungkat dengan 4 dusun mayoritas mata pencarian sebagai pengrajin/tukang kapal motor ini saat sekarang juga tidak bisa berbuat apa-apa dikarenakan hutan miliknya dibabat habis.

"Kebun masyarakat habis diserang hama kumbang, ditambah lagi hasil hutan kami dibabat habis, bagaimana lagi kami bisa menopang perekonomian kami untuk membuat kapal motor sebagai pengrajin," keluhnya dengan menetaskan air mata.

"Sudah banyak air mata kami bercucuran ditanah melayu ini, akibat kekejaman perusahaan yang menyengsarakan masyarakat. Apakah hutan ini milik pribadi, apakah milik perusahaan, ini kan milik negara milik kita bersama. Jadi kami menuntut hak kami, jangan digarap semua, pikirkan kehidupan anak cucu kami kelak" tegasnya.

Reporter Daud M Nur


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar