LSM Lingkungan Dukung PTUN Menangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Persidangan di PTUN Jakarta antara PT RAPP dan Kemen LHK
GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Masyarakat sipil se-Sumatera mendukung restorasi gambut dan penetapan fungsi lindung gambut pada konsesi korporasi. Penetapan gambut dalam dan areal bekas terbakar sebagai fungsi lindung adalah upaya perbaikan tata kelola gambut.
"Direvisinya Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2014 menjadi PP No. 57 Tahun 2016 tentang pengelolaan dan perlindungan gambut menunjukan niatan baik dari pemerintah untuk melindungi gambut dan mencegah kebakaran hutan dan lahan gambut tidak terulang kembali terutama di dalam konsesi perusahaan" kata Made Ali Wakil Koordinator Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau (JIkalahari) kepada GAGASANRIAU.COM melalui surat elektroniknya Rabu (13/12/2017).
Made menjelaskan lahirnya Peratuan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.14 Tata Cara Inventarisasi Penetapan Fungsi Ekosistem Gambut, P.15 Tata Cara Pengukuran Muka Air Tanah, P.16 Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut dan P.17 tentang Pembangunan HTI mempertegas perbaikan tata kelola dan perlindungan gambut.
"Dalam aturan KLHK tersebut, menyebutkan bahwa gambut dalam bagian dari kesatuan hidrologis gambut yang ditetapkan sebagai fungsi lindung, maka harus dijadikan fingsi lindung meskipun berada di dalam konsesi korporasi HTI" kata Made.
Korporasi HTI diberikan untuk memanen satu kali daur dan setelahnya dijadikan fungsi lindung sesuai peta KHG.
“Setiap masyarakat, apalagi yang bertahun-tahun menjadi korban asap akibat kebakaran hutan dan lahan gambut mendukung atas lahirnya peratuan yang melindungi gambut,” kata Tubagus dari Walhi Sumsel.
Soleh Ahmadi, Deputi Direktur Walhi Sumsel. Setiap korporasi diwajibkan melakukan penataan fungsi gambut, maka harus dilakukan revisi Rencana Kerja Umum (RKU) tidak terkecuali PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP).
Namun PT RAPP tidak mau merevisi RKU sehingga KLHK mencabut persetujuan RKU PT RAPP.
PT RAPP melakukan perlawanan dengan menggugat ke PTUN atas keputusan KLHK tersebut, meskipun sebelumnya telah diberikan waktu tambahan untuk melakukan revisi RKU.
“Apa yang dilakukan RAPP adalah pembangkangan terhadap regulasi Pemerintah Indonesia dan tidak berkomitmen untuk melindungi gambut dari kebakaran hutan dan lahan,” kata Made Ali.
“Kami meminta Hakim PTUN harus memberikan putusan yang pro terhadap keberlanjutan dan kelestarian gambut, tidak hanya mementingkan investasi.”
Selain pembangkangan terhadap regulasi perlindungan gambut, Jikalahari juga mencatat bahwa PT RAPP masih terus melakukan penebangan hutan alam dan membuka kanal di lahan gambut, khususnya di Pulau padang pada akhir 2016 dan masih terjadi kebakaran di areal konsesi PT RAPP.
“Kami telah melaporkan kebakaran yang terjadi di konsesi RAPP ke Polda Riau, KLHK dan BRG,” kata Made Ali, Wakil Koordinator Jikalahari.
Catatan lainya, PT RAPP terlibat korupsi atas penerbitan izin 15 korporasi APRIl Grup di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak. “ Bahkan dalam putusan hakim menyebutkan PT RAPP menerima keuntungan sebesar Rp 939 milyar,” kata Made Ali.
Belum lagi konflik yang terjadi di hampir seluruh konsesi PT RAPP yang tak kunjung diselesaikan.
Editor Arif Wahyudi
Tulis Komentar